Oleh: Mansur Syakban, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Hajinews.co.id – Istilah demokrasi berasal dari literatur Yunani yaitu dēmokratía yang terbentuk dari kata demos yang berarti “rakyat” dan kratos yang berarti “kekuatan atau kekuasaan”.
Demokrasi diartikan sebagai kekuasaan yang berada di tangan rakyat.
Di dalam demokrasi, maka kejahatan demokrasi adalah perilaku kekuasaan absolutisme dengan sistem pemerintahan otoriter, monarki, tirani, oligarki, kleptokrasi, oklokrasi, plutokrasi, teknokrasi dan aristokrasi.
Musuh pertama republik adalah absolutisme yang mengejawantah dalam praktik pemerintahan raja-raja, politik dinasti diturunkan dari sistem terbelakang.
Di dalam republik, para pendiri bangsa kita menetapkan keyakinan pada kerangka kebersamaan untuk kemaslahatan umum, di mana kekuasaan diproduksi secara sosial melalui suatu mekanisme demokratis dan partisipatif, bukan diturunkan secara biologis.
Dalam Republik, para pendiri bangsa yang egalitarian membuang cara pandang feodal yang membuat para elite dan keluarga kaya-penguasa memandang diri dan keluarga mereka sebagai makhluk-makhluk istimewa yang berbeda derajatnya dengan kebanyakan rakyat.
Intinya, sejauh kita masih bermaksud meneruskan republik warisan pendiri bangsa, politik dinasti tidak dapat kita terima.
Kebahagiaan manusia bermula dari kesadaran akan kodrat atau hakikatnya. Hakikat manusia adalah makhluk yang berakal. Oleh karena itu akal pikiran sebagai inti dari demokrasi, sehingga akal pikiranlah yang sebenarnya memerintah.
Demokrasi sebenarnya bukan pemerintahan orang, akan tetapi pemerintahan akal.
Dan untuk merawat demokrasi itu sebagaimana isi konstitusi, maka hak politik rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, siapa pun yang memberi tempat bagi manusia yang tidak memanfaatkan akal pikiran untuk memerintah, berarti ia memberi tempat bagi binatang buas, karena kekuatan atau kekuasaan tanpa akal memiliki keinginan dan nafsu yang bersifat otokratis itu untuk merendahkan kehidupan bangsa yang tanpa sadar akan banyak merampas hak-hak dasar manusia sehingga eksistensi manusia lambat laun menjadi benda atau bahkan menjadi hewan lemah.
Selanjutnya berbagai pandangan para pendiri bangsa Indonesia telah menunjukkan peristiwa proses demokrasi di Indonesia berdasarkan fenomena atau konflik yang terjadi pada masanya sehingga proses dialektika terus berlangsung guna mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas perlindungan hak-hak dasar warga negara, meningkatkan kesejahteraan umum (kebahagiaan warga negara), mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia. Oleh karena itu disebut dengan kontrak sosial.
Demokrasi Pancasila dapat diartikan sebagai konsep demokrasi berlandaskan nilai-nilai Pancasila yang mencerminkan kecerdasan intelektual emosional dan spiritual sebagai dasar negara Indonesia.