Pelanggar Konstitusi Termasuk Pengkhianat Negara: Anwar Usman Termasuk?

Pelanggar Konstitusi
Anwar Usman

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.co.id – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Apa artinya?

Bagi kebanyakan masyarakat, pelanggaran kode etik, meskipun berat, mungkin tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Mungkin dianggap hanya khilaf saja.

Tentu saja anggapan seperti ini tidak benar sama sekali. Pelanggaran kode etik, apalagi berat, apalagi dilakukan oleh hakim dan hakim konstitusi, merupakan pelanggaran hukum yang sangat serius.

Mari kita lihat konteks pelanggaran berat kode etik Anwar Usman ini dalam perspektif hukum. Anwar Usman melanggar hukum apa saja?

Pertama, Anwar Usman melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi No 9/PMK/2006 tentang kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang bernama Sapta Karsa Hutama. Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang kode etik ini harus dilihat sebagai bagian integral, atau satu kesatuan, dari konstitusi Pasal 24C ayat (5) tentang kriteria atau persyaratan hakim konstitusi: “hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.”

Karena, Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang kode etik tersebut merupakan perintah konstitusi secara langsung, untuk menjabarkan kriteria hakim konstitusi Pasal 24C ayat (5), seperti terbaca jelas di dalam pertimbangan hukumnya, paragraf “Mengingat”, butir 1.

Sebagai konsekuensi hukum, maka pelanggaran terhadap Peraturan Mahkamah Konstitusi terkait kode etik Sapta Karsa Hutama, secara otomatis, merupakan pelanggaran konstitusi Pasal 24C ayat (5). Lebih spesifik, pelanggaran berat kode etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mencerminkan bahwa Anwar Usman tidak lagi memiliki integritas, dengan berkepribadian tercela, tidak adil, serta jelas bukan negarawan. Anwar Usman melanggar Pasal 24C ayat (5) UUD.

Kedua, Anwar Usman juga melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Anwar Usman seharusnya tidak boleh ikut menangani perkara yang mempunyai benturan kepentingan, dalam hal ini kepentingan Gibran sebagai keponakannya, dan juga kepentingan Jokowi, presiden yang juga ayah Gibran dan kakak ipar Anwar Usman.

Pasal 17 ayat (5) UU No 48/2009 mengatakan: Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga harus dilihat sebagai bagian integral dari konstitusi, khususnya Bab IX yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, terdiri dari Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25. Hal ini terbaca jelas di dalam pertimbangan hukum UU No 48/2009.

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *