Kultum 305: Apa Sebenarnya Sholawat Itu?

Apa Sebenarnya Sholawat Itu?
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Secara bahasa as-sholawat (الصلوات) adalah bentuk jamak dari kata as-sholat (الصلاة) yang berarti doa. Dengan demikian, bersholawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berarti mendoakan kebaikan bagi beliau. Jadi, ketika kita bersholawat kepa da Rasulullah, kita berdoa untuk kebaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Secara terminologi (istilah), sholawat adalah bentuk doa dan pujian untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam hal ini, ada tiga jenis sholawat, yaitu sholawat yang datangnya dari Allah, sholawat dari malaikat, dan sholawat dari manusia atau umatnya, sebagai ibadah kepada Allah Subhanallahu wata’ala. Lebih jelasnya sebagai berikut.

Menurut sebagian ulama, sholawat dari Allah itu artinya  pemberian rahmat dan kemuliaan. Berbeda dengan sholawat dari malaikat, yang artinya adalah permohonan ampunan untuk Rasulullah. Berbeda pula dengan sholawat dari umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berarti doa agar beliau tetap berlimpah rahmat dan kemuliaan.

Di seluruh dunia ini, kalimat sholawat tetap sama. Hanya saja kata-kata yang dilibatkan dalam kalimat sholawat itu berbeda. Kalimat itu adalah: وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ yang artinya, “Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Muhammad Rasulullah”. Ada pula kalimat sholawat yang ditambah dengan kata سَيِّدِنَا sehingga menjadi sedikit lebih panjang وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ. Kadang ada pula kalimat-kalimat sholawat yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi kalimat-kalimat yang panjang.

Dalam hal menambahkan lafadz ‘sayyidina’ dan tidak menambahkannya, para ulama berbeda pendapat. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeikh Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz ‘sayyidina’ itu lebih utama, dan beliau menyebutkan bahwa hal ini merupakan adab atau etika kepada Nabi.

Sebagian lain berpendapat bahwa, jika penambahan itu dilakukan di luar yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, memang tidak menjadi masalah. Tetapi kalau ditambahkan pada yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, misalnya bacaan sholawat dalam sholat, maka hal itu memunculkan pertanyaan, “Apakah tambahan itu menjadikan lebih baik daripada yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam?

Dalil yang biasa dipakai sebagai dasar bersholawat adalah firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 56, yaitu,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ

وَسَلِّمُوا تَسْلِيما

Artinya:

Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersholawat dan bersalamlah kepadanya (QS. Al-Ahzab, ayat 56).

Bahkan ketika kita diperintah oleh Allah Subhanallahu wata’ala untuk bersholawat (berdoa untuk Nabi Muhammad), maka wajib atas Nabi Muhammad untuk melakukan hal yang sama yaitu mendoakan orang yang bersholawat kepadanya. Hal ini berdasarkan firman Allah,

فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Artinya:

Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah (balaslah) penghormatan itu (QS. An-Nisa’, ayat 86).

Karena doa dari nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah syafa’at, maka semua ulama sepakat bahwa doa yang dilakukan oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam itu tidak akan ditolak oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Atas dasar ini, maka bisa dipahami bahwa kalau kita tidak mau bersholawat, maka itu secara implisit juga berarti bahwa kita merasa tidak membutuhkan syafa’at dari beliau. Padahal, kita semua sudah maklum bahwa di akhirat nanti kita semua akan sangat membutuhkan syafa’at beliau.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *