Kultum 400: Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadan

Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadan
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Kita semua paham bahwa sepuluh hari terakhir bulan Ramadan adalah hari-hari yang bisa membuat kita sedih dan gundah gulana. Tentu saja hal ini terjadi pada umat Islam yang sudah bisa ‘menikmati’ manisnya Ramadan. Inilah hari-hari di mana kita harus lebih serius dalam beribadah untuk memperoleh (sering dikatakan memenangi) Ramadan.

Melihat perbedaan pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ

الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ

Artinya:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya (HR. Muslim, no. 1175).

Masih sehubungan dengan perbedaan pada diri Rasulullah, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengabarkan,

كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ

مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Artinya:

Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau; tidak melakukan hubungan suami-istri), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya (HR. Bukhari, no. 2024 dan Muslim, no. 1174).

Mungkin kita lantas bertanya, “Apa yang membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal demikian?”. Tidak lain adalah karena beliau melakukan i’tikaf. I’tikaf adalah berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsentrasi melakukan ibadah.

Di dalam sebuah riwyat disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:

أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ

اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ

اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya:

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat (HR. Bukhari, no. 2026 dan Muslim, no. 1172).

Hikmah beliau seperti itu disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ

اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ

أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ

فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ

فَلْيَعْتَكِفْ فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ

Artinya:

Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadan yang pertama, aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut, kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah, lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau (HR. Bukhari, no. 2018 dan Muslim, no. 1167).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *