BPK: Potensi Kerugian Negara pada Bansos Rp 1 Triliun

Achsanul Qosasi. (Foto: tribunnews)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara yang besar  yakni mencapai hampir Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 843,7 miliar setelah melakukan pemeriksaan soal sengkarutnya masalah bantuan sosial, baik di pemerintah pusat maupun di daerah.

Temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam penyaluran bansos selama 2018 hingga kuartal III 2019. Pemeriksaan BPK dilakukan pada Kementerian Sosial (Kemensos) hingga instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Anggota BPK Achsanul Qosasi melalui Twitternya mengungkapkan masalah bansos tidak tepat sasaran. “Data kita sangat lemah. Data kemiskinan yang dipakai adalah data TNP2K 2014. Pemutakhiran STKS ini diserahkan kepada masing-masing Pemda yang memiliki kepentingan melayani rakyatnya. Seharusnya dilakukan setiap enam bulan,” tulis Achsanul dalam cuitannya yang dikutip, Jumat (8/5/2020).

Achsanul menyebutkan bahwa dari 514 kabupaten/kota, hanya ada 29 kabupaten yang tertib melakukan pembaharuan data per enam bulan. Adapun sisanya masih menggunakan data yang ada sebelumnya dan dominan unsur politik di daerah.

Dia menegaskan akibat tidak adanya pembaharuan data, akhirnya penerima bansos menjadi tidak tepat sasaran. Setidaknya ada 20 juta lebih Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tidak mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK). “Ada 20 juta lebih tanpa NIK, tapi menjadi KPM. Di sinilah letak permasalahannya,” ungkap Achsanul lagi.

Adapun dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bansos. Di antaranya, pelaksanaan verifikasi dan validasi belum memadai dalam menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bansos.

Kemensos dinilai memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksanaan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh Pemda. Selain itu, Kemensos juga belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. “Akibatnya, DTKS yang ditetapkan oleh Kemensos sebagai dasar penyaluran program bansos menjadi kurang andal dan akurat,” tulis laporan IHPS II 2019 BPK seperti dilansir dari kumparan.

Lebih jauh disebutkan penggunaan DTKS juga belum dapat meminimalisasi permasalahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi pada penyaluran Bantuan Sosial Pangan Nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Mekanisme feedback permasalahan penyaluran BPNT dan PKH dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Kemensos juga belum diatur.

Akibat hal-hal tersebut, terjadi kekurangan penerimaan atas sisa saldo program pemerintah di rekening bank penyalur yang belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp 843,7 miliar. Secara rinci, sebanyak 891.990 KKS tidak dapat didistribusikan kepada KPM BPNT, dengan sisa saldo sebesar Rp 449,9 miliar. Selanjutnya, saldo realisasi BPNT yang tidak dipergunakan oleh 387.936 KPM sebesar Rp 311,04 miliar.

Sedangkan realisasi bansos PKH atas 330.703 KKS yang tidak dapat didistribusikan kepada KPM sebesar Rp 82,8 miliar. Meski demikian, Achsanul mengaku bahwa sebagian potensi kerugian negara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara. Artinya, jumlah sebesar Itu posisi saat temuan.

Sementara itu Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi dengan baik agar penyaluran bansos tepat sasaran bagi masyarakat terdampak kebijakan penanggulangan COVID-19.

“Dua pekan lagi sudah Lebaran. Saya berharap masyarakat terdampak kebijakan penanggulangan COVID-19 yang terkena PHK, tidak bisa pulang kampung, dan masuk kelompok masyarakat tidak mampu, bisa menikmati bantuan sebelum Lebaran,” kata Lestari dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

Lestari juga meminta sejumlah pemerintah daerah mengevaluasi pelaksanaan penyaluran bantuan tahap sebelumnya secara menyeluruh, agar penyaluran bansos tahap berikutnya bisa lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. (rah/berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *