IPW: Bebaskan Ruslan Buton, Polri Terlalu Paranoid

Neta S Pane. (Foto: IP)

JAKARTA, hajinews.id – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Mabes Polri segera membebaskan Ruslan Buton. Sebab, apa yang dituduhkan Polri kepada Ruslan tidak mempunyai dasar hukum yang jelas dan hanya menunjukkan sikap paranoid jajaran kepolisian yang tidak promoter atau profesional, modern, terpercaya.

“Sebagai rakyat, Ruslan sebatas menyatakan aspirasi dan penyampaian aspirasi seorang rakyat dijamin oleh UUD 55. Sehingga Polri boleh menangkap dan memeriksa Ruslan, lalu mengingatkannya, untuk kemudian melepaskannya,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis yang diterima hajinews.id, Senin (1/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Neta mengatakan Polri terlalu paranoid dengan mengenakan pasal-pasal terhadap Ruslan sehingga Polri alpa dengan kebebasan menyampaikan aspirasi yang dijamin UUD 1945. Menurut Neta, Ruslan sebatas menyampaikan aspirasi dan mengingatkan serta tidak tindakan pidana ada ajakan untuk membuat tindakan pidana yang dilakukannya.

“Sebab itu tindakannya itu belum dapat dikualifikasi sebagai sebuah tindak pidana, apalagi membuat kehonaran. Begitu juga mengenai pasal informasi bohong yang disangkakan polisi terhadap Ruslan, menjadi pertanyaan, di mana bohongnya?” ujar Neta.

“Apakah dengan pernyataan Ruslan itu, Jokowi bisa serta merta berhenti jadi presiden? Tentunya tidak,” lanjut Neta.

Neta menjelaskan pemberhentian Presiden sudah diatur UUD 1945 dengan memenuhi lima persyaratan, yakni pertama jika terlibat korupsi. Kedua, terlibat penyuapan. Ketiga, pengkhianatan terhadap negara. Keempat, melakukan kejahatan dengan ancaman lebih dari lima tahun, dan kelima kalau terjadi keadaan di mana tidak memenuhi syarat lagi.

Di luar itu, tegas Neta, membuat kebijakan apapun, Jokowi tidak bisa diberhentikan di tengah jalan, apalagi hanya membuat kebijakan mengatasi Covid-19.

Jadi, tambah Neta, jika Polri terlalu paranoid terhadap pernyataan Ruslan, Polri bisa saja memanggil, menangkap, dan memeriksanya. Tapi kemudian membebaskannya, setelah menasehati atau mengingatkan Ruslan. “Sebab dalam konteks menyampaikan aspirasi, penangkapan itu menjadi kurang relevan dikualifikasi sebagai tindak pidana, dan hanya menunjukkan arogansi serta superioritas Polri yang tidak promoter,” tegasnya.

Untuk itu IPW berharap, aparat kepolisian untuk tidak mengkhawatirkan pernyataan Ruslan.

Ruslan ditangkap di rumahnya di Kecamatan Wabula, Buton, Sultra Kamis (28/5/2020). Penangkapan ini dilakukan setelah Ruslan meminta Presiden Jokowi mundur lewat video yang viral di media sosial pada 18 Mei 2020.

Dalam video itu Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi Corona sulit diterima oleh akal sehat. Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurutnya, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Bila tidak, bukan mustahil akan terjadi gelombang gerakan revolusi rakyat.

Akibat pernyataannya itu, Ruslan dijerat pasal berlapis. Selain pasal tentang keonaran, dia dijerat UU ITE. Yakni Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP.  Sehingga dia dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun. (rah)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *