Azyumardi: Pandemi Corona Timbulkan Kekacauan di Bidang Agama

Azyumardi Azra. (Foto: Kompas)

JAKARTA, hajinews.id – Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra mencermati pandemi virus Corona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai macam disrupsi di sejumlah sektor, termasuk agama. Disrupsi pada bidang agama ini sedikit banyaknya dipengaruhi oleh faktor teologis, keimanan, dan perilaku pemuka dan penganut agama hingga peran para pemimpin negara.

“Nah, terjadi kekacauan-kekacauan dalam bidang agama itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terkait dengan keimanan dan teologi. Kedua, terkait dengan praksis ibadah agama,” ujar Azyumardi saat mengisi diskusi daring bertajuk “Pandemik covid-19 dalam perspektif agama dan kebudayaan” pada Selasa (7/7/2020).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ketiga, di kalangan para fungsionaris agama itu ada kekacauan di antara mereka. Keempat, para pemimpin atau pejabat dengan kebijakan yang saling bertolak belakang dan menimbulkan pertikaian di kalangan agama,” lanjut Azyumardi.

Selanjutnya Azyumardi menilai masih kerap terjadi adanya pemahaman yang belum utuh terkait masalah teologis dan keimanan dalam kehidupan kegamaan dalam menyikapi wabah Covid-19, sehingga tak jarang kegiatan keagamaan sempat menjadi salah satu kluster penularan Corona.

“Misalnya, kebanyakan orang Islam menganut paham asyariah dan jabariyah, setiap orang itu sudah digariskan kehidupannya dia menjalani saja ‘nggak usah takut sama corona ya, kok takutnya sama corona bukan sama Tuhan’, ini kan teologinya begitu,” jelas Wakil Ketua Wantim MUI ini.

“Misalnya, di Korea Selatan itu kan munculnya gereja, gereja yang enggak percaya ada corona gitu dan akhirnya menyebar ke mana-mana. Begitu juga di Indonesia misalnya, kita lihat klaster dari orang-orang jamaah tabligh yang pulang dari Selangor, tabligh akbar di Goa, itu kemudian jadi tempat penularan,” sambung Azyumardi.

Artinya, jelas Azyumardi, penularan dari klaster agama tidak hanya di kalangan kaum muslimin. Tetapi, juga di kalangan Gereja Kristen juga terjadi hal yang sama. Menurutnya, ketegangan-ketegangan itu juga dipengaruhi oleh merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap para pemangku kepentingan dalam hal ini pejabat negara baik daerah maupun pusat, hingga para petugas medis itu sendiri.

“Merosotnya kepercayaan masyarakat di daerah-daerah tertentu kepada pemerintah, juga kepada petugas-petugas medis, merosot sekali, mereka tidak percaya,” terangnya.  “Dan bahkan, mereka tidak percaya juga misalnya juga pengobatan modern. Akhirnya lari kepada perdukunan. Termasuk minyak eucalyptus itu yang mau digantungkan di leher (kalung anti Corona produk Kementan) ya gak masuk akal,” tambah Azyumardi.

Lebih lanjut, dari sejumlah kekacauan-kekacauan tersebut sedianya dapat diantisipasi dengan dialog antar semua stakeholder terkait mulai dari peran para pemuka agama hingga pemerintah yang harus mengejawantahkan perilaku menghadapi Covid-19. “Maka cara satu-satunya adalah dialog, dengan dialog,” terang Azyumardi.

Meskipun, tambah dia, sumber dari kekacauan itu adalah kebijakan pemerintah dengan pejabat pemerintah yang berbeda satu sama lain. “Misalnya presiden Jokowi bilang jangan mudik, tapi Menko Maritim dan Investasi membebaskan angkutan antar kota misalnya. Ini kan berbeda-beda, padahal kemudian seruan mengeluarkan maklumat supaya jangan mudik, tetapi pejabat memberikan fasilitas. Jadi, kontradiksi satu sama lain,” tegas Azyumardi. (rah/rmol)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *