100 Dokter Wafat Dalam 180 Hari

100 dokter wafat
banner 400x400

#Perlu Audit Investigasi oleh IDI, Menkes dan KKI

#Apa kata Menko PMK, Menkes dan PB IDI

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar*) (AKB.50)

Pagi akhir Agustus, terkhabar dari Medan, Dokter Edwin Parlindungan Marpaung, Sp.OT, Hip&Knee telah meninggal, 20 jam sebelumnya Dr.Daud Ginting, Sp.PD,FINASIM.

Sontak jagat Indonesia bagai kejatuhan duka yang sangat mendalam karena berita itu menjadikan Edwin sebagai Dokter ke-100 meninggal karena paparan virus Covid-19.

Saat penulis menjadi Ketua Umum IDI Cabang Medan 2004-2006 (sebelum terputus karena promosi jabatan menjadi Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia di Jakarta, 2005), mengenal para Dokter Medan yang meninggal karena terpapar Covid-19.

Mereka memang professional dan dedikasinya luarbiasa.

Edwin, masih muda dan mendalami spesialisasi yang cukup langka (Spesialisasi Bedah Ortopedi& Traumatologi, menangani cedera dan penyakit pada sistem muskuloskeletal tubuh, mencakup tulang, sendi, tendon, otot, dan saraf).

Sama seperti 99 Dokter lainnya, sebahagian Guru Besar adalah bertalenta dan langka.

Indonesia kehilangan SDM justru diera pengunggulan SDM.

Mereka pemberani. Mereka mengambil risiko berada terdepan dan berjuang menolong para penderita terkonfirmasi Covid-19. Mereka juga tahu risikonya, namun mereka juga tahu tidak banyak yang bisa menggantikan untuk melayani pasien kasus terkonfirmasi Covid-19.

Nurani profesionalitas terpanggil.

Mereka bekerja meninggalkan keluarga, sering lebih lama di medan pelayanan, bekerja sambil mengisolasi diri agar melindungi diri dan melindungi orang-orang yang mereka kasihi.

Jika ada TEMPAT dibumi yang sejak Pandemi situasi didalamnya dalam tension yang tinggi, berisiko tinggi, nyaris tidak ada kesantaian, berpacu dengan waktu, semua berharga, tempat itu adalah RUMAH SAKIT rujukan yang melayani kasus Covid-19.

Jika ada PETUGAS kesehatan, dimana salah satu atau salah berapa diantara mereka paling bertanggungjawab, paling berani ambil resiko, jumlahnya terbatas tak tergantikan, baginya kelalaian adalah musuh pertama, kelambanan adalah musuh kedua, kecerobohan adalah musuh ketiga, mereka adalah para Dokter dan Petugas Kesehatan yang kompeten bekerja dalam pelayanan kasus Covid-19.

Wafatnya mereka TIDAK SIA-SIA, mereka sudah mendongkrak ANGKA KESEMBUHAN penderita Covid-19 Indonesia yang semula 13,2 % (pada bulan April), menjadi 72,2 % (pada Agustus) melampaui angka rerata kesembuhan Global.

Wafatnya mereka tidak meminta penghargaan, mereka mendapat penghargaan mulia dari Sang Pencipta, mereka sudah mendapat tempat terbaik disisi Tuhan YMK, tempat yang masih menjadi impian bagi kita.

Kisah perjuangan Dokter dinegeri ini, bukan hanya diruang praktik atau Rumah Sakit semata.

Dokter tidak terlepas dengan denyut perjuangan memerdekakan Negeri ini.

Salute kepada Menko PMK Prof.Muhadjir Effendy dan Ketua Umum PB IDI bung Dr.Daeng M.Faqih yang kemarin melalui Video Conference Zoom mengajak seluruh Dokter dan Bangsa Indonesia untuk Doa Bersama dan Mengheningkan Cipta bagi pejuang medis dan rakyat Indonesia yang telah meninggal dan syahid untuk Kesehatan Bangsa.

PATRIOTISME DOKTER

Dari satu sisi bisa dilihat perubahan data kesembuhan kasus. Mengutip publikasi WHO dan Satgas Covid-19 Indonesia pada tanggal 28 April, 27 Juni, 17 Agustus (HUT 75 RI), dan 30 Agustus (saat terjadi kematian Dokter ke-100), terlihat dinamika positif persentase kesembuhan dunia dan Indonesia.

28 April 2020 :
Dunia 31,1%; Ina 13,2%
27 Juni 2020 :
Dunia 54,7%; Ina 41,5%
17 Agustus 2020 :
Dunia 67,0%; Ina 66,8%
30 Agustus 2020 : Dunia 69,7%; INA 72,2%

“Subhanallah…” gumam rekan yang melihat pergerakan angka kesembuhan Indonesia yang positif progresif, melampaui Dunia.

Terbukti Dedikasi luarbiasa para Dokter dan Petugas Kesehatan.

Spontan fikiran melayang ingat patriotisme para Dokter di tahun 1908. Ketika Dokter Soetomo pada 20 Mei dihadapan para Dokter dan Mahasiswa Kedokteran yang belajar di STOVIA Jakarta mengatakan “berhasil dan tidaknya usaha ini hanya bergantung pada kesungguhan hati kita, bergantung pada kesanggupan kita bekerja. Saya yakin bahwa nasib tanah air di masa depan terletak di tangan kita”.

Soetomo yang “biasa-biasa saja”, tetapi ketika menyangkut nasib bangsanya, ia tampil dengan sepenuh kekuatan, ia kobarkan patriotisme dan nasionalisme kepada para mahasiswa.

Ia gugah anak muda agar merelakan dirinya sebagai tulang punggung Tanah Air di masa depan.

Dokter Soetomo juga sangat gelisah dengan nasib bangsa, karena cengkeraman penjajah bisa mematikan jiwa kebangkitan kaum muda.

Kobaran semangat yang ditularkan Soetomo melahirkan organisasi Boedi Oetomo dengan tujuan memajukan pendidikan; memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan; memajukan teknik dan industri; dan menghidupkan kembali kebudayaan.

20 Mei 1908 dinyatakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Dan berdasarkan penelusuran sejarah, Pengurus Besar IDI pun menetapkan 20 Mei sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia.

Pada 28 Mei 2008 di Istana Negara pada saat puncak peringatan Seabad (100 Tahun) Kebangkitan Nasional dan Seabad (100 Tahun) Kiprah Dokter Indonesia, Presiden RI selaku Kepala Negara menyampaikan Penghargaan yang tidak ternilai untuk jasa-jasa dokter yang menggerakkan Kebangkitan Nasional bangsa kita.

Momentum itu sekaligus sebagai Revitalisasi peran dokter Indonesia agar kembali kepada TRIAS PERAN DOKTER yaitu sebagai agent of treatment, agent of social change dan agent of development.

Ketiga peran itu telah menempatkan peran strategis dokter Indonesia dalam konteks kebangsaan.

MEMAKNAI PANDANGAN MENTERI KESEHATAN

Pernyataan Menkes pada Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPRRI pada 27 Agustus 2020 (dikutip dari berbagai media), telah menimbulkan kegerahan kalangan Dokter.

Bahkan senior IDI Prof.DR.Dr.Zubairi Djoerban (sang pionir penanganan HIV/Aids di Indonesia) tidak bisa menyembunyikan kegeramannya atas pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dinilainya seolah malah menyalahkan kedisiplinan dokter dalam menangani pasien Covid-19.

Pernyataan Pak Menkes itu punya konsekuensi. Melihat tayangan (dari sumber resmi maupun video amatir) terkait berita wafat, pemulasaraan, mensholatkan (bagi jenazah muslim) kemudian pelepasan oleh rekan-rekan petugas kesehatan didalam dan dihalaman Rumah Sakit (yang sungguh menyesak dada) hingga pemakaman yang tidak dihadiri keluarga dan rekan sesuai Protokol Pemakaman kasus Covid-19, para Dokter/Doktergigi, tenaga kesehatan dan juga masyarakat sesungguhnya juga TERTANYA-TANYA ketika kematian tidak sekali dua kali terjadi pada RS kelas Utama yang berstandar Internasional.

Banyak pertanyaan sekitar tingkat sterilitas dan penegakan Protokol Kesehatan di Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai tempat Rujukan penanganan kasus Covid-19.

Bagaimana tingkat keterpaparan kuman/bakteri/virus pada ruangan dan area Rumah Sakit.

Publik tahu setiap Rumah Sakit sudah akrab dengan prosedur cegah Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit.

Seseorang dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat ketika berada atau menjalani perawatan di RS.

Menurut data WHO, infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia dengan 1,4 juta angka kematian di seluruh dunia karena kurangnya pencegahan, sehingga pasien juga pengunjung atau petugas Rumah Sakit malah tertular infeksi dari Rumah Sakit.

Rumah sakit seharusnya menjadi tempat berobat dan menyembuhkan penyakit, tetapi bisa menjadi sumber dari segala penyakit.

Pada penanganan kasus Covid-19 yang memberat dengan kesulitan bernafas sering dilakukan tindakan intubasi (memasang tabung plastik ke batang tenggorokan) yang pada penanganan intensif juga dipasang Ventilator (mesin pemompa Oksigen ke paru-paru kasus) agar bertahan hidup.

Dalam prosedur keselamatan pasien Patient Safety, penggunaan alat medis tadi selain memberi peluang pertolongan pernafasan, tetapi juga meningkatkan risiko infeksi pernafasan yang bisa memperberat fibrosis paru yang terjadi karena virus Covid-19, yang mengarah pada kematian.

Risiko semakin besar manakala kasus mempunyai penyakit kronis penyerta (komorbid).

Ada hubungan yang erat antara pernyataan Menkes “menyalahkan kedisiplinan dokter” dengan “Protokol penanganan Infeksi Nosokomial RS”.

Manakah kesalahan yang paling mungkin terjadi, perlu audit investigasi.

Rasanya ini layak didalami Menteri Kesehatan, agar kualitas tindakan medik di Rumah Sakit rujukan penanganan kasus Covid-19 semakin baik, sehingga keselamatan para Dokter dan petugas Kesehatan semakin terjamin.

Penguatan Rumah Sakit, Tehnologi dan Logistik mutlak dilakukan dan diawasi dengan seksama, sembari memberikan dukungan moral dan spirit bagi Dokter dan Petugas Kesehatan diseluruh wilayah Indonesia disaat tren pertambahan kasus yang masih aktif dan meningkat.

Apalagi banyak Fasilitas Kesehatan tidak beroperasi penuh menjalankan semua fungsi dan programnya.

LANGKAH TEPAT IDI

Merespons wafatnya 100 Dokter dalam 5 bulan selama Pandemi Covid-19, Pengurus Besar IDI, melalui humasnya mengatakan telah membentuk tim khusus yang bertugas untuk mengaudit dan menginvestigasi persoalan dokter yang meninggal karena terpapar Covid-19.

Ini adalah langkah tepat dan bertanggungjawab.

Sekaligus merespons sinyalemen Pak Menkes.

Kepekaan Organisasi Profesi terhadap Anggota dan tegaknya Standar Pendidikan, Standar Kompetensi, Standar Pelayanan dan Etika merupakan tugas mulia yang harus ditegakkan secara professional.

Untuk mengawal penyelenggaraan tugas Dokter dan Dokter Gigi dalam Praktik Kedokteran sebagai upaya pemenuhan hak azasi manusia sebagaimana diamanatkan UUD 1945, maka Presiden berdasar UU No.29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran membentuk Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI.

KKI merupakan badan otonom, mandiri, non struktural dan bersifat independen.

Dengan keberadaan KKI sebagai himpunan unsur-unsur pelaku formal praktik kedokteran (pemegang mandat 6 Organisasi, perwakilan 2 unsur Pemerintah dan Tokoh masyarakat) maka untuk menjaga hubungan (interrelation) sinergistik “Doctor and Patients” menetapkan Standar-standar dan melahirkan dokumen implementatif tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia, yang mewajibkan hubungan kejujuran untuk saling membantu dalam rangka penegakan diagnosa yang tepat dan tatakelola pengobatan yang tepat.
(Dokter/Dokter gigi tidak menjamin kesembuhan, tetapi melakukan sepenuhnya tindakan medik sesuai standard dan etika).

Semua dikawal oleh Organisasi Profesi melalui Majelis Etik dan pada tingkat pelanggaran disiplin disidangkan melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Dengan kematangan proses dan etika yang luhur, sungguh menjadi tantangan bagi IDI, Menteri Kesehatan dan KKI bahkan KTKI melakukan audit dan investigasi sebab kematian 100 Dokter terinfeksi Covid-19, baik pada 14 hari mundur setelah dinyatakan positif dan selama 14 hari dalam perawatan intensif di RS Rujukan/Faskes jejaring pelayanan Covid-19 atau mungkin ada faktor penyebab lainnya.

Audit dan Investigasi ini semakin penting karena akan menentramkan dan meningkatkan kepercayaan publik kepada Sistem Pelayanan Kesehatan Nasional.

#100 atau lebih Dokter itu, MENITIP PESAN kuat, betapa Virus Covid-19 itu sangatlah nyata dan sangat infektif, bukan hoaks dan jangan diabaikan. Saatnya membuktikan kepedulian.

Jakarta, 4 September 2020

*) Dr.Abidinsyah Siregar, DHSM,MBA,MKes :
Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Alumnus Public Health Management Disaster, WHO Searo, Thailand/ Mantan Ketua MN Kahmi/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua PP ASKLIN/ Penasehat BRINUS/ Penasehat Klub Gowes KOSEINDO/ Ketua IKAL FK USU/ Ketua PP KMA-PBS/ Ketua Orbinda PP IKAL Lemhannas/ Pengasuh / GOLansia.com dan Kanal-kesehatan.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *