JAKARTA, hajinews.id – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan nilai impor sepanjang November 2019 mencapai US$ 15,34 miliar. Nilai ini naik 3,94% dibandingkan Oktober 2019, sedangkan dibandingkan November 2018 turun 9,24%.
Suhariyanto menyebutkan kenaikan impor ini cenderung karena pola musiman. Sebab, menjelang liburan akhir tahun yang permintaan konsumsi meningkat. “Impor cenderung naik karena konsumsi banyak untuk Desember, karena liburan sekolah dan juga menjelang liburan natal dan tahun baru,” kata dia di Gedung BPS, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa berdasarkan negaranya, untuk impor komoditas paling banyak masih didominasi produk dari China. Adapun komoditas yang naik paling tinggi dari China pada November ini adalah apel dan jeruk mandarin. Total nilai impor dari China pada November tercatat US$ 4,2 miliar.
“Beberapa barang konsumsi yang naik di November 2019 buah-buahan yaitu Apel dari China dan Jeruk Mandarin dari China,” ungkap Suhariyanto.
Adapun ekspor buah-buahan yang terjadi pada November 2019 mengalami peningkatan 48,8% dibandingkan dengan Oktober 2019. Begitu pula jika dibandingkan dengan November 2018, ekspor buah-buahan juga naik 109,47%. “Impor dari China meningkat, yang utamanya adalah mesin dan buah-buahan,” tegasnya.
Berdasarkan data BPS, beberapa komoditas yang diimpor dari China adalah:
1. Mesin dan peralatan mekanis US$ 1 miliar
2. Mesin dan perlengkapan elektrik US$ 908 juta
3. Besi dan baja US$ 188 juta
4. Plastik US$ 159 juta
5. Bahan kimia organik US$ 108 juta
6. Perabotan dan alat-alat penerangan US$ 81,5 juta
7. Buah-buahan US$ 134,4 juta
BPS hari ini merilis data neraca perdagangan Indonesia pada November 2019. Nilai ekspor November 2019 mencapai US$ 14,01 miliar. Angka ini turun 5,67% ketimbang pada November 2018. Sedangkan untuk impor mencapai US$ 15,34 miliar turun 9,24% secara year on year.
Angka ini menjadi yang terburuk sejak 7 bulan terakhir atau sejak April 2019 lalu yang mencatatkan defisit US$ 2,29 miliar. Hingga November 2019, terjadi defisit 5 kali neraca perdagangan. (rah/cnbcindonesia)