Debat Capres dan Persepsi Publik

Debat Capres dan Persepsi Publik

Hajinews.co.id – PUBLIK Amerika Serikat kerap mengonsumsi debat capres-cawapres sebagai tradisi empat tahunan secara antusias.

Mengapa antusias? Karena setiap ucapan capres-cawapres dalam debat terkait program yang akan dilaksanakan dicatat publik, kemudian ditagih saat capres-cawapres yang diusungnya terpilih.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Bagi presiden terpilih, merupakan aib besar jika mengingkari janji yang telanjur disampaikan kepada rakyat saat berdebat.

Debat capres-cawapres yang disiarkan jaringan televisi berbayar di Negara Paman Sam ini mampu menyedot perhatian publik yang masif sebagaimana antusiasme mereka menyaksikan laga bola basket nasional.

Barack Obama yang terkenal dengan program “Obamacare”, yaitu skema asuransi kesehatan publik dengan mengasuransikan 97 persen warga Amerika Serikat menjadi sangat “iconic”, yang membuatnya terpilih pada Pilpres 2008.

Joe Biden yang akan bertarung lagi di Pilpres Amerika Serikat pada 2024, bahkan berjanji melanjutkan “Obamacare” ini.

Bagaimana dengan debat capres-cawapres di Indonesia yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), di mana debat capres perdana telah berlangsung pada Selasa (12/12/2023), tanpa melibatkan cawapres?

Boleh jadi program KPU itu hanya menarik minat warga yang melek politik, tetapi kebanyakan warga justru tidak terlalu menaruh perhatian. Bahkan ada yang tidak tahu jadwal siaran debat capres yang disiarkan langsung berbagai stasiun televisi nasional itu.

Di medsos beredar status, “Debat capres-cawapres ditonton 144.000 secara live streaming, sementara tinju selebritis ditonton 2 juta orang”.

Meski terkesan main-main, tetapi memang acara debat capres-cawapres bisa dikatakan tidak banyak menarik perhatian publik.

Padahal debat capres perdana itu mengangkat isu sensitif seperti pemerintahan, hukum, hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.

Pertanyaan mendasar yang muncul kemudian; jika publik tidak terlalu tertarik acara debat, bagaimana debat capres-cawapres bisa mengerek elektabilitas para pelaku debat?

Denny JA, pemilik lembaga survei dan analisis politik mengatakan, dari 204 juta pemilih, paling tidak hanya 5 persen saja warga yang terpengaruh oleh acara debat karena debat sifatnya elitis dan bahkan hanya terkesan ramai dibicarakan di media sosial saja sehingga menjadi trending topic.

Bahkan swing voters yang beralih pilihan setelah debat menurutnya hanya 2,9 persen saja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *