Ancang-Ancang Koalisi Besar Prabowo

Koalisi Besar Prabowo
banner 400x400

Untuk menjamin keberlangsungan program pembangunan yang telah dikampanyekan, pemerintah Prabowo harus memiliki koalisi kuat di parlemen. Menurut Erwin, selama ada keinginan politik dari koalisi besar, program makan siang gratis dapat berjalan.

Ia mencontohkan, dahulu banyak pihak mengkritik program kereta cepat Jokowi, tetapi ketika sudah terealisasi, semua orang bisa ikut menikmati. Meski begitu, Erwin optimistis program makan siang gratis Prabowo dapat berjalan dengan dukungan parlemen.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Soal koalisi besar tersebut, Co-Captain Timnas AMIN Sudirman Said mendengar kabar adanya skenario untuk memasukkan hampir seluruh partai politik ke dalam koalisi besar Prabowo secara permanen.

Menurut informasi yang ia dapat, nantinya hanya akan disisakan satu-dua parpol di luar pemerintahan. Dengan demikian, kekuatan oposisi jadi tidak signifikan alias melempem sehingga tidak bakal jadi ancaman bagi program-program pemerintahan Prabowo.

Menurut sumber di lingkaran elite Gerindra, Prabowo bersikap akomodatif soal kekuasaan. Jika pun koalisi besar terbentuk, ujarnya, PKS tak akan diajak karena dianggap berbeda platform politik.

Namun, elite Gerindra yang lain menyebut bahwa Prabowo tidak pernah berkata tak bakal mengajak PKS bergabung ke pemerintahannya. Terlebih, keduanya punya histori kerja sama politik pada Pilpres 2014 (PKS dukung Prabowo jadi capres), Pilkada DKI Jakarta 2017 (Gerindra & PKS usung Anies Baswedan sebagai cagub), dan Pilpres 2019 (PKS kembali dukung Prabowo jadi capres).

Pada Pilpres 2019, Gerindra bahkan disebut memercayakan TPS di sebagian wilayah hanya dijaga saksi PKS, tanpa kehadiran saksi Gerindra. Masih menurut sumber yang sama, Prabowo tak mempersoalkan bila PKS akhirnya mau bergabung ke pemerintahan.

Namun, politisi PKS Mardani Ali Sera menyatakan, bukan masalah bila partainya tidak diajak masuk ke koalisi besar Prabowo, sebab berkoalisi atau beroposisi adalah pilihan masing-masing partai.

“Tidak boleh ada tekanan dan tidak boleh ada intimidasi. Biarkan semua bergabung di dalam ataupun di luar kekuasaan karena pilihan,” ujarnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3).

Seorang petinggi parpol di lingkup Koalisi Perubahan menyebut, saat ini sudah ada ajakan-ajakan dari pemenang pemilu untuk bergabung dengan pemerintahan mendatang. Adanya tarik-menarik untuk menggembosi kubu 01 pun sudah tidak mengherankan lagi karena mereka telah terbiasa.

Ketua Umum NasDem Surya Paloh yang memotori duet Anies-Muhaimin menegaskan, pihaknya siap beroposisi. Tetapi, seorang elite parpol di kubu 01 menyatakan bahwa di antara parpol koalisi 01, NasDem paling mudah digoda masuk pemerintahan.

Bagaimanapun, politikus PKB Yanuar Prihatin menyebut bahwa pembahasan berkoalisi atau beroposisi saat ini masih terlalu dini.

“Pada dasarnya, kami di 01 (NasDem, PKS, PKB) masih menunggu hasil resmi perhitungan suara KPU. Sampai hari ini, belum ada pembicaraan soal pemerintahan ke depan; masih fokus pada perhitungan dan rekapitulasi suara,” kata Yanuar, senada dengan Mardani.

Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, berpandangan bahwa Prabowo kelak akan menjadi pemimpin untuk semua. Itu sebabnya Prabowo diyakini bakal terbuka dan merangkul semua elemen politik di pemerintahan barunya.

Dengan menggaet Demokrat sebagai mitra koalisinya, Prabowo pun dianggap memiliki Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)—Presiden RI dua 2004-2014—sebagai sahabat. Belum lagi Jokowi yang sejak awal di sisinya. Maka, amat mungkin Prabowo sudah belajar banyak dari pengalaman Jokowi dan SBY, termasuk soal rencana koalisi besarnya.

Kamhar menyinggung pengalaman Demokrat pada Pemilu 2004 yang gagal menguasai parlemen. Salah satu imbasnya, DPR kemudian menaikkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) ke angka 20% perolehan  kursi parlemen, untuk menghambat SBY mencalonkan lagi.

“Pengalaman itulah yang membuat Pak SBY di periode keduanya membuat KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yang lebih besar. Ia belajar dari periode pertamanya yang sering mendapat rintangan karena kekuatan koalisinya di parlemen kecil,” ujar Kamhar.

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani membenarkan adanya upaya untuk merangkul parpol kubu 01 dan 03 ke pemerintahan Prabowo. Menurutnya, komunikasi dengan parpol-parpol itu berjalan lancar dan produktif.

“Ada gayung bersambut; ada pembicaraan-pembicaraan tingkat lanjut. Cuma, semua pembicaraan kami itu menanti hasil keputusan KPU [soal pemenang Pilpres],” kata Muzani di Senayan, Jakarta, Kamis (7/3).

Koalisi Besar: Lebih Banyak Maslahat atau Mudarat?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *