Lika-Liku Politik Ketua Kelas

Lika-Liku Politik Ketua Kelas
banner 400x400

Di era Presiden Jokowi, PDIP (Megawati)-lah yang menjadi Ketua Kelas, bukan Jokowi. Ini karena momentum kemenangan Jokowi disertai partai yang sudah kuat dan berhasil menduduki posisi atas yaitu PDIP. Jadi, sangat bisa dibayangkan posisi PDIP begitu banyak dalam kursi kabinet. Bahkan, ketika di periode kedua, tetap PDIP menjadi dominasi yang menduduki kursi di kabinet.

Tetapi, periode kedua akan menjadi ulasan yang menarik apabila dibandingkan dengan periode pertama. Pada saat menjabat pertama kali sebagai presiden, Jokowi adalah pemimpin yang ditagih oleh Debt-Collector. Kursi Jaksa Agung diraup oleh Nasdem, Sutiyoso menjadi Kepala BIN dan Budi Gunawan yang merupakan ajudan Megawati saat menjadi Wakil Presiden mendapatkan kursi Kapolri meski dibatalkan dengan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tetapi kelak menjadi Kepala BIN.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ini menandakan bahwa kalau dipetakan bahwa Jokowi memberikan kursi di periode pertama kepada partai-partai tetapi dominasi Ketua Kelas tetap dipegang oleh PDIP sebagai partai yang memberikan cap kepada Jokowi sebagai “Petugas Partai”.

Di periode kedua, aroma perpecahan memang sudah pasti ada, dalam hal ini kita membaca Nasdem yang sudah jauh mempersiapkan Anies sebagai jagoan. Lalu, pertemuan Nasdem dengan PKS yang mana dilakukan setelah pengumuman kabinet pada 2019, adalah ciri dimana koalisi Jokowi di periode kedua sepertinya adalah para penumpang kapal sudah menyiapkan sekoci agar berlabuh di 2024 nanti sedikit lebih siap daripada hanya larut pada kekuasaan Jokowi di periode terakhir.

Ketika bergabungnya Prabowo, menurut saya, adalah titik dimana Jokowi mencoba mengganti ketua kelas tetapi dengan cara yang perlahan dan kemudian menjadi simbolis yaitu Prabowo dengan kendaraan bernama Gerindra. Apakah itu efektif? Jawabannya sederhana, harus perlahan tanpa terbata-bata.

Karena memang Jokowi sudah menjadi kekuatan yang bisa kuat dengan memanfaatkan kepercayaan dan kepuasan sekaligus citra Jokowi yang bisa dikatakan masih kuat bahkan sampai pada 2023, kekuatan Jokowi masih begitu kuat. Hingga ada isu mengenai king-maker bahwa ada semacam pertentangan antara king maker ini yaitu Jokowi dan Megawati. Kita bisa memastikan bahwa tidak semua pendukung Jokowi adalah PDIP tetapi PDIP belum tentu menjadikan Jokowi sebagai tokoh sentral, melainkan Megawati.

Menurut saya, Jokowi tidak percaya dengan PDIP karena kultur yang ideologis sedangkan Jokowi bukanlah ideolog melainkan pembangunanisme yang hampir pasti tidak menekankan ideologi melainkan pragmatisme, termasuk pragmatisme politik. Hubungan Ganjar dan Jokowi sebenarnya ditonjolkan apabila Jokowi memang masih murni seorang PDIP tetapi setelah Piala Dunia U-20 dan dibentuknya Koalisi Besar yang didepannya ada Jokowi, seolah-olah bahwa Jokowi ingin menunjukkan bahwa eksistensi dirinya bukanlah PDIP melainkan seorang King Maker.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *