Nestapa PPP, Jatuh Tertimpa Tangga

Nestapa PPP
PPP/disway
banner 400x400

PPP benar-benar “sudah jatuh tertimpa tangga”. Bukannya mendapat limpahan suara dari suara Pilpres, partai Ka’bah itu bahkan tak mampu memenuhi ambang batas. Namun jika kita cermati, jatuh-bangunnya PPP dalam gelaran pemilu kali ini karena disebabkan beberapa faktor.

Pertama, tak mendapat manfaat coattail effect atau efek ekor jas saat mengusung pasangan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024. Realita ini sebenarnya tak hanya menjangkiti PPP, tetapi juga pada PDIP. Coattail effect dalam hal ini adalah efek pencapresan Ganjar-Mahfud yang juga gagal mendapat dukungan dari Joko Widodo (Jokowi). Namun karena situasi politik yang akhirnya tak memberikan ruang aman pada Ganjar maupun Mahfud, maka kesempatan itu sirna.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Lagi-lagi dukungan politik dari sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sejak awal diprediksi bakal diberikan pada sosok Ganjar nyatanya tak terbukti melainkan justru diberikan pada mantan kompetitornya, Prabowo Subianto. Kasus tiadanya coattail effect pada PDIP maupun PPP ini tentu berbeda dengan Golkar.

Jika dibandingkan, Golkar dalam pemilu ini mengalami lonjakan suara signifikan. Melfin Zaenuri (Kompas) menyebut Golkar telah mengapitalisasi keberhasilan Jokowi dengan menampilkan kedekatan Jokowi dengan Golkar dalam kampanye dan iklan politik. Foto kedekatan Jokowi dan Golkar ditampilkan dalam iklan-iklan Golkar di media massa. Walhasil, partai berlambang beringin itu menjadi pemenang kedua pileg dengan raihan 23.208.654 suara (15,28%). Ketika dikonversi ke kursi parlemen, Golkar akan memiliki 100-an lebih anggota DPR RI (Kompas, 21/3/2024)

Kedua, problematika internal yang tak kunjung beres. Problem ini terutama menyangkut perkara soliditas kader yang terpecah-belah akibat migrasi dukungan saat pencapresan. Sebagian tegak lurus keputusan partai dengan mendukung Ganjar-Mahfud, namun diantaranya mendukung Prabowo-Gibran. Bahkan, ada pula elit parpol yang memberikan dukungan pada kubu AMIN. Hal itu menggambarkan, bangunan struktural PPP yang tak kuat.

Jika ingin belajar dari Partai Golkar, Golkar kali ini tampil dengan performa luar biasa. Secara internal, soliditas Golkar terlihat cenderung stabil. Dan sesungguhnya hal itu menjadi modal yang amat penting untuk menggerakkan infrastruktur politik yang terdistribusi merata hingga ke level paling bawah.

Ketiga, PPP tak cukup adaptif dalam menyikapi situasi masa kini. Dalam hal ini, partai Kabah itu masih tampil idealis-klasik serta kurang memainkan peran pragmatis. Untuk menggaet basis suara muda, PPP harus mengubah wajah klasiknya dengan tampilan baru yang bisa diterima oleh kalangan muda. PPP harus mampu hadir di beragam platform digital sebagai sarana kampanye dan pendidikan politik. Sayangnya, pemilu telah usai dan kesempatan pemilu ulang seakan mimpi belaka.

Entah alasan salah prediksi, atau memang problem internal yang tak kunjung usai, yang jelas PPP kali ini telah jatuh tertimpa tangga. Dan merosotnya perolehan suara PPP mau tak mau harus segera dilakukan evaluasi total jika tak ingin partai legendaris itu hanya menyisakan kenangan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *