Ramadan Sebagai Bulan Transformasi-05

Ramadan Sebagai Bulan Transformasi
Shamsi Ali Al-Kajangi
banner 400x400

Dengan puasa di bulan Ramadan seorang Muslim melakukan kontemplasi /perenungan serta introspeksi (Muhasabah) termasuk dalam prilaku sosialnya (social behaviors) yang dilakukan selama ini. Apakah itu sudah sesuai dengan ajaran Allah dan RasulNya dan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya? Atau sebaliknya justeru melenceng dari ajaranNya dan tuntunan RasulNya, bahkan membahayakan bagi dirinya dan lingkungannya.

Diakui atau tidak kita hidup dalam dunia yang penuh dengan “thughyaan” (transgresi). Dan semua itu disebabkan oleh kerakusan hawa nafsu yang tak terkontrol. Berbagai pelanggaran, baik pelanggaran hukum maupun etika (moral) diakibatkan oleh kerakusan itu.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pada tataran nasional kita melihat kerakusan-kekuasaan itu misalnya terwujud dengan kecenderungan membangun dinasti melalui prilaku nepotis dan pelanggaran etika. Semua ini masuk dalam kategori pelanggaran mu’amalat (thughyaan) yang harus ditransformasi. Jika tidak maka akan menjadi norma yang berakhir pada karakter bangsa.

Pada tataran global thughyan juga terjadi hampir dalam segala skala kehidupan. Secara ekonomi, dunia kapitalis menghalalkan segala cara dengan ragam manipulasi alam demi memenuhi kerakusan hawa nafsunya. Selain semakin memperbesar “jurang pemisah” antara yang kaya dan miskin, antara dunia maju (Norther nations) dan dunia ketiga (Southern nations), juga semakin memperparah kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Di sinilah Islam dan puasa Ramadan harus menjadi momen untuk melakukan perenungan dan transformasi. Semua bermula dari penataan hati dan jiwa yang berdampak positif pada prilaku dan karakter manusia. Dengan menata hati dan memperkuat spiritulitas melalui puasa Ramadan, hawa nafsu akan secara efektif terkendalikan untuk diarahkan kepada nilai dan orientasi positif kontruktif.

Ini pula salah satu makna dari firman Allah: “dan barangsiapa yang takut akan maqaam (kebesaran) Tuhannya dan menahan diri dari dorongan hawa nafsunya maka sesungguhnya Jannah yang menjadi tujuan akhirnya” (an-Nazi’at). Jannah yang dimaksud di sini selain Syurga di akhirat kelak, juga kedamaian dan kebahagiaan di dunia yang sementara ini. Semoga!

Manhattan, 30 Maret 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar