“Labirin Keadilan Pilpres : Oligarki, Intrik, dan Jebakan Batman MK”

Oligarki dan Jebakan Batman MK
Fedung MK
banner 400x400

Oleh Abdullah AlKatiri

“Ketika Hukum Menjadi Alat, Bukan Tujuan”

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews.co.id – Dalam setiap pementasan demokrasi yang berlangsung lima tahunan, narasi yang terulang kerap melukiskan sebuah pemandangan politik yang sarat intrik dan manuver. Bagai sebuah drama yang naskahnya telah banyak dipelajari, dilalui bersama namun tetap saja mampu menipu penonton & pelaku dengan plot twist yang sudah terprediksi. (
“Plot twist” adalah penceritaan yang merujuk kepada perubahan mendadak dan tak terduga dalam alur cerita, yang seringkali mengubah pandangan penonton atau pembaca terhadap cerita secara keseluruhan),

Jutaan Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah menjadi prolog yang klasik. Jutaan nama terdaftar dengan kecacatan data, menjadi benih kecurigaan yang mungkin membuahkan pohon ketidakadilan, kali ini di abaikan oleh para pemain utama. Para tokoh politik, aktivis, dan akademisi seperti Prof. Hesti Armiwulan dan Dr. Chusnul Mar’yah, telah berulang kali mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah arena yang tepat untuk mengadili kejahatan pemilihan presiden. Mereka berpendapat bahwa proses hukum pidana teehadap KPU dan Bawaslu adalah medan yang seharusnya diarungi, bukan panggung MK yang dianggap sebagai ‘jebakan Batman’ oligarki.

Komposisi hakim MK, dengan segala tampilan idealisme, dianggap hanya umpan “plot twist” yang dilemparkan ke tengah masyarakat yang haus akan keadilan. Namun, di balik tirai, pemain-pemain yang akan mengunci skenario sudah ditentukan, memastikan bahwa putusan yang diambil akan memberikan legitimasi pada kejahatan yang terjadi di panggung pemilihan presiden.

Figur seperti Jend. Purn. Pol. Oegroseno telah memperingatkan bahwa jalan hukum pidana bagi KPU harus menjadi fokus, bukan MK yang dianggap dapat menjadi kuburan demokrasi. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjebak dalam labirin proses hukum pidana, merupakan teka-teki yang harus dipecahkan, sebelum ke MK.

Menempuh jalur MK, hanya akan menghasilkan sebuah proses sidang yang dramatis dan penuh gairah, namun pada akhirnya semua akan terdampar lemas tanpa kekuatan untuk bangkit, kecuali narasi penghibur dengan mengambil scene plot twist dari umpan dissenting . Oligarki dan rezim yang hidup-matinya bergantung pada putusan MK, sudah pasti tidak akan membiarkan lembaga tersebut mengambil keputusan yang bisa menghancurkan mereka sendiri. Tim Hukum yang dengan pasti dan langkah tegap penuh pesona heroik adalah bagian dari plot twist.

Biaya dan risiko yang telah dikeluarkan oleh rizim dan Oligarki yang berkuasa, terlalu besar untuk membiarkan MK berjalan di luar pengaruhnya. Kejahatan yang telah dirancang secara matang dan massif serta penuh resiko hidup mati melanggar konstitusi, membelokkan APBN yang besar dengan resiko besar pula tidak mungkin dilepaskan begitu saja. Harapan akan keadilan di MK dianggap sebagai sesuatu yang mustahil, fatamorgana.

Sebuah solusi yang disinggung adalah jika perancang SIREKAP yang bukan penyelenggara pemilu di laporkan ke Bareskrim, ini memberikan kesempatan kepada tim pengembang yang merupakan perguruan tinggi kenamaan untuk membela diri dan menunjukkan profesionalisme mereka. Ini sebenadnya dianggap sebagai pintu masuk yang potensial untuk memulai proses pidana.

Sementara itu, upaya-upaya tekanan kepada GAKKUMDU, pengepungan Bawaslu dan DPR, terlihat sebagai gejolak yang pada akhirnya akan berkonsentrasi dan terfokus pada sidang MK. Namun, jika sidang tersebut berakhir anti-klimaks, maka semua usaha akan terasa sia-sia, sebuah antiklimaks.

Semua ini sebenarnya adalah deja vu dari tahun 2014 dan 2019, sebuah sejarah yang plot ceritanya berulang yang tidak ingin diulang, namun tampaknya sulit untuk dihindari.

Seorang pengamat dan pengajar Intelegen Dr Robby Nurhadi mengingatkan bahwa ada ‘spy-spy’ intelijen yang bergerak di sekeliling kita dan kita alpa mengantisipasinya, Dan di akhir cerita, MK dianggap menjadi kunci bagi oligarki untuk menutup panggung sandiwara ini, dengan putusan hakim yang kontras dengan apa yang ditampilkan selama proses persidangan. Plot Twist berjalan sempurna dan penonton berteriak-teriak penuh kecewa dengan nada yang telah kehabisan kosa kata.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *