Waduh! Prabowo Butuh Utang Buat Bayar Utang 2025, Lebih dari Rp1.000 T

Waduh! Prabowo Butuh Utang Buat Bayar Utang 2025, Lebih dari Rp1.000 T (foto istimewa)

Hajinews.co.id — Tahun pertama Presiden Terpilih Prabowo Subianto dihadapkan pada permasalahan pelik. Dimana tabungan negara yang berbentuk Saldo Anggaran Lebih (SAL) tersisa Rp 308,49 triliun, sementara beban utang jatuh tempo yang harus dibayar di 2025 sebesar Rp 800,33 triliun.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2025 pun sudah diambang batas aman defisit dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3%, yakni dirancang 2,45% – 2,82% dari PDB atau mencapai Rp 600 Triliun. Sebab, penerimaan negara hanya akan di kisaran Rp 2.890-2.970 triliun sedangkan belanja mencapai Rp3.400-3.600 triliun.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dengan besarnya beban utang jatuh tempo itu di tengah minimnya penerimaan negara dan tipisnya tabungan atau SAL pemerintah, Koordinator Analis Laboratorium Indonesia 2045 atau LAB 45 Reyhan Noor mengatakan, opsi yang paling realistis bagi Prabowo untuk menuntaskan pembayaran utang jatuh tempo adalah dengan refinancing atau gali lubang tutup lubang.

“Opsi paling realistis adalah melakukan refinancing,” kata Reyhan kepada CNBC Indonesia, Senin (15/7/2024).

Reyhan menjelaskan, kebijakan gali lubang tutup lubang itu paling realistis saat ini karena melihat tren kebijakan suku bunga moneter global yang berpotensi rendah tahun depan, dipicu oleh perkiraan penurunan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve mulai akhir tahun ini.

“Tren kebijakan bunga yang tinggi seharusnya mulai mereda dalam beberapa tahun mendatang dengan melihat kondisi ekonomi AS saat ini. Oleh karena itu, tampaknya skema gali lubang tutup lubang masih memungkinkan,” tuturnya.

Namun, Reyhan menekankan, perlu diingat bahwa kemampuan pembayaran utang jatuh tempo dan bunga utang dengan melakukan pembiayaan baru itu akan mempengaruhi lonjakan defisit APBN, sebab menambah beban belanja pembiayaan utang. Sedangkan defisit APBN dibatasi dalam UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 maksimal 3% terhadap PDB.

Maka, Prabowo harus mengalihkan anggaran belanja negara pada tahun depan untuk menjaga defisit APBN tetap sesuai target di bawah 3% sambil menunaikan pembayaran utang jatuh tempo, tatkala anggaran penerimaan negara masih jauh di bawah rencana anggaran belanja.

“Maka dalam opsi ini, pemerintah juga masih perlu meningkatkan pendapatan dan membuat prioritas anggaran melalui realokasi belanja untuk dialihkan ke pembayaran utang dan bunganya,” tegas Reyhan.

Di sisi lain, ia melanjutkan, pemerintah dapat memanfaatkan SAL untuk menutupi belanja yang harus dialokasikan. Apabila hal tersebut bisa dilakukan dalam waktu dekat, maka bisa membuat adanya ruang fiskal yang lebih banyak untuk pemerintah mulai mengurangi jumlah utang yang direfinancing.

“Opsi terakhir adalah restrukturisasi. Namun, opsi ini akan berdampak negatif terhadap kredibilitas fiskal Indonesia sehingga dapat berdampak pula kepada sektor keuangan,” ucap Reyhan.

Karena besarnya beban belanja dan utang jatuh tempo yang harus ditunaikan pada 2025 mendatang, pemerintahan Prabowo harus hati-hati juga dalam merealisasikan rencana menaikkan rasio utang terhadap PDBN menjadi 50% dari yang saat ini di kisaran 38%. Penambahan rasio utang itu harus diarahkan untuk program-program produktif yang meningkatkan laju peningkatan ekonomi.

“Kalau melihat rasio utang terhadap PDB, perlu lihat juga dampak ekonomi dari penarikan utang tersebut karena besar atau kecilnya rasio juga dipengaruhi oleh pertumbuhan PDB,” ucap Reyhan.

“Penarikan utang yang benar-benar bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, justru akan menjaga pertumbuhan utang terhadap PDB. Asalkan pertumbuhan ekonomi jauh lebih cepat daripada penambahan utang setiap tahunnya,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Saldo Anggaran Lebih atau SAL yang telah terkumpul hingga 2023 akan dipakai oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga sisa akhir tahun ini sebesar Rp 151 triliun.

Terdiri dari rencana penggunaan SAL yang tertuang dalam APBN 2024 sebesar Rp 51,4 triliun, dan tambahan Rp 100 triliun untuk menutupi kebutuhan pembiayaan defisit APBN hingga akhir tahun yang akan membengkak sekitar Rp 80,8 triliun, dari Rp 522,8 triliun menjadi Rp 609,7 triliun.

Meski SAL atau tabungan negara dari 2023 akan digunakan Rp 151 triliun, tapi tidak akan membuat kas negara kosong pada 2025 atau tahun menjabatnya Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Sebab, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 total SAL yang dimiliki pemerintah saat itu masih sebesar Rp 459,49 triliun. Artinya, bila dikurang Rp 151 triliun, SAL pemerintah masih tersisa Rp 308,49 triliun pada 2024.

Sumber: cnbcindonesia

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *