Hikmah Malam: Pentingnya Habluminannas! Ahli Tahajud Pun Tak Dijamin Surga

Hikmah Malam: Pentingnya Habluminannas! Ahli Tahajud Pun Tak Dijamin Surga (foto istimewa)

Hajinews.co.id — Di dalam Islam, kita tidak hanya harus menjaga hubungan baik dengan Allah (habluminallah), namun juga harus menjaga hubungan baik dengan sesama manusia atau habluminannas.

Dikisahkan, seorang ahli tahajud yang bernama Abu bin Hasyim tidak diberi jaminan masuk surga karena melupakan habluminannas.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Lantas bagaimana kisahnya?

Kisah Ahli Tahajud yang Tak Dijamin Masuk Surga

Dikutip dari buku Keajaiban Tahajud, Subuh, dan Dhuha untuk Hidup Berkah, Bergelimang Harta, Sukses dan Bahagia yang disusun Fery Taufiq El Jaquene, dikisahkan ada seorang ahli tahajud yang bernama Abu bin Hasyim. Dia orang yang selalu menjalankan sholat tahajud selama 20 tahun.

Pada suatu hari, saat dia hendak berwudhu, tampak sesosok pria di depan pekarangannya, sehingga membuatnya terkejut. Abu bin Hasyim pun bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah engkau?”

Orang itu tersenyum dan berkata, “Aku adalah malaikat utusan Allah.” Abu bin Hasyim kemudian bertanya lagi, “Apa yang engkau lakukan di sini?” Malaikat menjawab, “Aku diberitahu untuk menemukanmu, pelayan Allah.”

Malaikat itu terlihat memegang buku yang cukup tebal, hingga membuat Abu bin Hasyim bertanya-tanya, “Oh malaikat, buku apa yang engkau bawa?” Malaikat menjawab, “Ini adalah koleksi nama-nama kekasih Allah.”

Karena taat beribadah dan tidak meninggalkan tahajud, Abu bin Hasyim pun yakin dirinya termasuk kekasih Allah yang tentunya akan dijamin masuk surga. Dia lalu menanyakan apakah namanya tercatat dalam buku tersebut, “Oh malaikat, apakah namaku tertera dalam buku yang kamu bawa?”

Malaikat kemudian membuka buku besar tersebut. Namun setelah mengurutkan nama-nama dari awal sampai akhir, ternyata nama Abu bin Hasyim tidak ada di dalamnya.

Abu bin Hasyim kembali meminta malaikat untuk mencari namanya. Malaikat kembali meneliti pelan-pelan dengan cermat dan berkata, “Itu benar, namamu tidak ada di dalam buku ini!” Abu bin Hasyim pun bergetar lalu terjatuh di depan malaikat.

Bahkan Abu bin Hasyim menangis dan mengeluarkan air mata karena merasa ibadahnya sia-sia, “Kehilangan diri saya yang selalu berdiri setiap malam di tahajud dan bermunajat tapi nama saya tidak ada di dalam kelompok pecinta Allah,” keluhnya dengan menangis sesenggukan.

Malaikat berkata lagi, “Wahai Abu Hasyim! Aku tahu engkau bangun setiap malam saat yang lain tidur, wudhu dengan air dingin saat yang lain tertidur di tempat tidur. Tapi tangan saya dilarang Allah menuliskan namamu.”

Abu bin Hasyim penasaran dan bertanya, “Apa penyebabnya?”

Dan malaikat lalu menjelaskan, “Engkau bersedia pergi kepada Allah, tapi engkau bangga pada diri sendiri dan bersenang-senang memikirkan diri sendiri. Tetanggamu ada yang sakit atau kelaparan tapi kau bahkan tidak melihat atau memberi makan. Bagaimana mungkin kami bisa menjadi kekasih Tuhan jika kau sendiri tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan Allah?” kata sang malaikat.

Abu bin Hasyim serasa disambar petir. Dia baru menyadari bahwa hubungan pemujaan manusia tidak hanya untuk Allah SWT, tetapi juga untuk sesama manusia.

Pentingnya Habluminannas
Selain beribadah kepada Allah, manusia harus menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah An Nisa Ayat 36 sebagai berikut:

۞ وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Arab latin: Wa’budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Tafsir Surah An Nisa Ayat 36

Dilansir dari Al-Qur’an Kemenag, tafsir Surah An Nisa Ayat 36 berkaitan dengan ibadah yang langsung kepada Allah dan dengan sesama manusia. Dalam ayat ini, ibadah yang dimaksud adalah meninggalkan kesyirikan dan beribadah dengan ikhlas mengakui keesaan-Nya.

Ibadah kepada Allah pun harus diwujudkan dalam amal perbuatan setiap hari, seperti mengerjakan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, seperti salat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya.

Selain ibadah khusus di atas, ada juga ibadah umum, seperti berbakti kepada kedua orang tua, membantu fakir miskin, menolong dan memelihara anak yatim, tetangga dekat dan tetangga jauh walaupun mereka nonmuslim, teman sejawat, ibnu sabil. Kemudian juga mengajar orang, menunjukkan jalan kepada orang yang sesat dalam perjalanan, menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu orang di tengah jalan dan sebagainya.

Dijelaskan pula bahwa Allah tidak menyukai dan tidak melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada orang yang sombong dan membanggakan diri di hadapan orang lain.

Dari kisah Abu bin Hasyim dan Surat An Nisa ayat 36 di atas, kita bisa mengetahui pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, di samping tetap menjalankan ibadah langsung kepada Allah. Wallahu a’lam.

sumber:Detikcom

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *