Hikmah Pagi : Akhlak Kepada Lingkungan Menurut Islam

Akhlak Kepada Lingkungan Menurut Islam
Akhlak Kepada Lingkungan Menurut Islam

Hajinews.co.idAkhlak terhadap lingkungan hidup dibahas olehProf. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Mizon, 2007). Menurutnya, lingkungan hidup mencakup segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati.

Quraish mengatakan bahwa akhlak Al-Qur’an dalam kaitannya dengan lingkungan hidup bersumber dari tugas khalifah terhadap manusia.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kekhalifahan memerlukan hubungan antara manusia dan alam. Khilafah berarti perlindungan, perlindungan dan bimbingan bagi setiap makhluk untuk mewujudkan tujuan penciptaannya.

Dari sudut pandang akhlak Islam, tidak baik memetik buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena berarti tidak memberikan kesempatan kepada makhluk hidup untuk mencapai tujuan penciptaan.

Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.”

Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.

Karena itu dalam Al-Quran surat Al-An’am (6) : 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya –seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam tafsirnya– “Tidak boleh diperlakukan secara aniaya.”

Quraish menjelasakan jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk Al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.

Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah … ( QS Al-Hasyr [59] : 5).

Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan.

“Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya”, demikian kandungan penjelasan Nabi SAW tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102) : 8 yang berbunyi, “Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat (yang kamu peroleh).”

Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.

Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan” ( QS Al-Ahqaf [46] : 3).

Pernyataan Tuhan ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang memusuhi manusia sehingga harus ditaklukkan.

Quraish menjelaskan yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu.” ( QS Az-Zukhruf [43] : 13)

Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat.

Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. “Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.

Sebelum Eropa mengenal Organisasi Pencinta Binatang Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan, “Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik.”

Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhir, yang berarti penundukan. Namun dapat juga berarti “perendahan”. Firman Allah yang menggunakan akar kata itu dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 11 adalah “Janganlah ada satu kaum yang merendahkan kaum yang lain.”

Dan Dia (Allah) menundukkan untuk kamu; semua yang ada di langit dan di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.” ( QS Al-Jatsiyah [45] : 13).

Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di akhirat kelak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *