Tiada Kehidupan yang Dapat Ditempuh Sendirian

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Oleh: Yudi Latif

Cendekiawan muda Islam

Hari kedua bernama Senin. Dari bahasa Arab, “Itsnain” yang berarti “dua”. Bila hari pertama (Ahad; minggu) melambangkan ketuhanan sebagai titik awal eksistensial, hari Senin merupakan langkah awal perwujudan nilai ketuhanan dalam kenyataan- kehidupan yang saling berpasangan.

Tuhan berfirman, Karena Aku dikepung “sepi” (ketiadaan), maka Aku ciptakan dunia. Setelah itu, ketampakan (kemaujudan) menjadi pasangan dari kegaiban. Hidup berkembang dalam hukum mono-dualitas, “loro ning atunggal” (dua yang menyatu): ada-tiada, benar-salah, hitam-putih, siang-malam, terang-gelap, adil-zalim, laki-perempuan, dan berbagai bentuk pasangan lainnya.

Tiada kehidupan yang dapat ditempuh sendirian. Bahkan Tuhan pun “sepi” sendirian, bagaimana kedirian bisa bertahan dalam tikaman sunyi-sendiri. Kemandirian memang diperlukan, tetapi tidaklah sama dengan kesendirian. Demi kemandirian, individu perlu bermitra dengan yang lain, memadukan perbedaan energi jadi senyawa positif.

Hari senin adalah hari menjalin hubungan berpasangan, membangun dialog saling pengertian, saling gosok mengubah gabah jadi beras, bekerjasama demi mengarungi dan memenangkan kehidupan.

Pasangan itu ibarat besi sembrani; dalam gaya bertolak-belakang saling menarik; menautkan perbedaan jadi harmoni persatuan.

(Yudi Latif, Makrifat Pagi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *