“Bukan hanya aku. Khalifah juga menyukai fitnah. Khalifah barangkali lupa bahwa di dalam Alquran disebutkan bahwa harta benda dan anak-anak kita adalah fitnah. Padahal, khalifah juga menyenangi harta dan anak-anak seperti halnya saya. Benar begitu khalifah?” tanya Abu Nawas.
Sekali lagi khalifah mengaggung-angguk dan membenarkan pernyataan Abu Nawas. “Ya, memang begitu,” jawabnya.
“Lalu, mengapa kau mengatakan lebih kaya dibanding Allah Yang Mahakaya?” Khalifah bertanya lagi.
“Anak adalah kekayaan. Aku lebih kaya dari Allah, karena aku mempunyai anak, sedang Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan,” jawab Abu Nawas.
Khalifah lagi-lagi terdiam. Semua benar, sehingga Khalifah hanya bisa mengangguk-angguk saja.
“Ya, kami benar. Tetapi apa maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat keonaran?” tanya sang khalifah.
“Dengan cara begitu, saya akan ditangkap dan kemudian dihadapkan kepada khalifah seperti sekarang ini,” jawab Abu Nawas.
“Apa perlunya kau menghadapku?”
Kemudian tak disangka, Abu Nawas malam memberikan jawaban yang membuat orang-orang di sekitarnya tertawa.
“Agar bisa mendapat hadiah dari khalifah,” jawab Abu Nawas sambil tertawa kecil.
Sidang yang mulanya tegang, mendadak jadi penuh gelak tawa. Akhirnya khalifah pun menyerahkan hadiah kepada Abu Nawas dan misi sufi itu berhasil.
Wallahu a’lam.