IGNAS KLEDEN: Postcript Sebuah Kesungguhan Intelektual

Ignas Kleden
Ignas Kleden

Inilah yang disebut Karl Raimund Popper dengan “expressionism epistemology” — ia memang terpengaruh Popper sejak sebelum kuliah di Jerman. Konsekuensi dari karakter tulisan seperti itu, menurutnya, ialah: kita hanya bisa menerima atau menolaknya — tidak ada peluang untuk diskusi.

Kecemelangan Ignas Kleden semakin terlihat saat ia merangkum percakapan di seminar HIPIIS di Palembang, 1996. Ia menulis postcript itu di jurnal Prisma.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ia menjahit dengan sangat rapi begitu banyak gagasan — dari soal strategi besar pembangunan negara hingga perhitungan konsumsi kalori rakyat Indonesia dan rasio gini nasional — dan menjadikannya masuk akal bahwa semua itu memang saling terkait, dan terutama membuat kita mendapat kebulatan pemahaman yang memadai terhadap perhelatan keilmuan yang meriah itu.

Siapapun tahu bahwa membuat catatan akhir semacam itu — yang berhasil mengaitkan paparan semua pemrasaran, dengan menangkap ide-ide besar mereka sambil melayani detail-detail dan ilustrasinya — merupakan pekerjaan yang saya duga bahkan panitia penyelenggara seminar pun tidak sanggup mengerjakannya.

Dan yang lebih mengagumkan: ia memotret seluruh ide yang dipertukarkan di sana semata-mata dari meneliti makalah-makalah para peserta. Ia tidak hadir di Palembang.

Ia pernah mencoba membentuk lembaga riset yang lebih berorientasi aksi, bertumpu pada upaya menumbuhkan spirit demokrasi, terutama untuk Indonesia Timur. Sangat sedikit kiprahnya yang kita dengar.

Seperti kebanyakan pemikir serius, ia tampak kurang peduli pada harta, dan tidak pandai mencari uang. Ia berangkat diam-diam tadi subuh. Ia tak akan pernah hadir lagi di kota manapun — ia memulai perjalanan dari stasiun Waibalun pada Mei 1948, dan berakhir di Jakarta, Januari 2024.

Ia tak menitipkan apa-apa kepada kita. Tapi kita tahu: sejak lama generasi-generasi intelektual Indonesia terinspirasi oleh titipan karya-karya cemerlang Ignas Kleden — suatu inspirasi penting yang dulu tak mudah kita dapatkan dari intelektual lain, dan makin sulit kita raih hari-hari ini. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *