Cuma Melirik, Kisah Abu Nawas: Tenangkan 3 Orang Tuli Yang Sedang Marah-Marah

Tenangkan 3 Orang Tuli Yang Sedang Marah-Marah
Tenangkan 3 Orang Tuli Yang Sedang Marah-Marah
banner 400x400

Pria pemotong rumput juga tidak mau kalah. Dia bicara dengan nada teriak kepada si penunggang kuda. “Begini tuan, dari tadi aku sedang memotong rumput dan tidak tahu apa-apa, tapi tiba-tiba dia minta tanggung jawab atas pincangnya kaki domba miliknya. Jelas saja aku marah dituduh seperti itu,” balas si pemotong rumput.

Si penunggang kuda kemudian turun dari kudanya dan menghampiri mereka berdua. Dikarenakan juga menderita tuli, ia mengira si pemotong rumput dan gembala sedang memarahinya karena mencuri kudanya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Benar kawan, aku memang barusan mencuri kuda, tapi aku sungguh tidak tahu kalau kuda ini adalah milik kalian. Maafkan aku kawan,” kata si penunggang kuda.

“Sudah aku katakan aku tidak tahu apa-apa atas pincangnya domba orang ini,” teriak si pemotong rumput.

“Hai kawan, suruh dia Jelaskan mengapa menolak pemberianku dan justru marah-marah,” teriak si gembala.

“Iya aku mengaku mencuri kuda, tapi aku tuli, jadi aku tidak tahu siapa di antara kalian yang memiliki kuda ini,” teriak si penunggang kuda.

Di tengah-tengah keributan yang terjadi, melintaslah Abu Nawas. Di hadapan mereka kala itu Abu Nawas sedang mengalami sakit gigi. Untuk menggerakkan mulutnya saja sakit bukan main, apalagi berbicara.

Ketika melihat kehadiran Abu Nawas, mereka mengira itu adalah seorang sufi yang alim dan sakti. Sebab dari penampilannya, Abu Nawas mengenakan jubah layaknya ulama sufi terpandang.

Si pemotong rumput lalu menghentikan Abu Nawas dengan menarik jubahnya. Ia berkata dengan nada berteriak kepada Abu Nawas untuk meminta keadilan.

“Tuan sufi, tolonglah aku, mereka berdua menuduhku melukai dombanya,” kata si pemotong rumput.

Si gembala juga berkata kepada Abu Nawas dengan nada teriak, “Wahai tuan sufi, aku hanya ingin memberikan domba, tapi dia malah memarahiku.”

Si pencuri kuda juga ikut-ikutan berteriak, “Tuan sufi, aku akui bersalah telah mencuri kuda mereka, tapi aku tuli jadi tidak bisa mendengar perkataan mereka. Aku tidak tahu siapa sebenarnya pemilik kuda ini,” ucap si pencuri kuda.

Mendengar pengaduan mereka dengan nada teriak, membuat sakit gigi Abu Nawas bertambah tidak keruan. Ia hanya bisa menatap tajam penuh amarah ke arah ketiganya.

Mata hitam Abu Nawas menusuk tajam ke mata mereka bertiga secara bergantian. Ketiga orang itu mengira Abu Nawas sedang berusaha keras mencari petunjuk atas kebenaran dari situasi ini.

Mereka bertiga pun mulai takut dengan sorot mata tajam Abu Nawas. Mereka takut kalau-kalau Abu Nawas akan menyihir mereka atau setidaknya mengendalikan kemauan mereka.

Melihat sikap Abu Nawas yang menakutkan itu, si pencuri kuda langsung melompat ke punggung kudanya dan segera memacu kudanya lari kencang-kencang.

Begitu pula dengan si gembala. Ia segera membawa domba-dombanya menjauh dari Abu Nawas.

Sementara si pemotong rumput yang sedari tadi gemetaran, segera mengemasi hasil sabitan rumputnya ke dalam karung dan mengangkatnya di bahu, lalu berlari menjauhi Abu Nawas.

Setelah ketiga orang tersebut berlari karena ketakutan, Abu Nawas lalu melanjutkan perjalanannya. Ia pun berpikir dalam hati, “Kadang-kadang kata-kata tidak berfungsi apa-apa dan tidak terlalu berguna mungkin lebih baik orang tidak perlu banyak bicara.”

Allahu a’lam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *