Mahmoud Ahmadinejad, Tokoh Populis Iran Yang Menakuti Israel, Menggantikan Ebrahim Raisi

Mahmoud Ahmadinejad
Mahmoud Ahmadinejad

Pada 2005, Ahmadinejad mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dengan dukungan penuh dari para pemimpin konservatif.

Dia melakukan pendekatan yang merakyat dan berjanji untuk mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan sosial di Iran, serta memberantas korupsi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ahmadinejad juga menjadi satu-satunya kandidat presiden yang secara terang-terangan menentang peningkatan hubungan Iran dengan Amerika Serikat. Ahmadinejad menempatkan dirinya sebagai calon presiden yang sederhana dan merakyat.

Sementara pesaingnya, mantan presiden Iran dari 1989 hingga 1997, Hashemi Rafsanjani, digambarkan sebagai politisi yang korup.

Ahmadinejad akhirnya memenangkan pemilihan dengan hasil telak dan meraih 17 juta suara dari total 27 juta suara.

Dia dilantik menjadi presiden pada 3 Agustus 2005 oleh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Sebagai presiden, Ahmadinejad tetap menampilkan dirinya sebagai presiden yang merakyat.

Dia ingin terus tinggal di rumahnya sendiri daripada di istana kepresidenan, hingga akhirnya baru bersedia pindah setelah dibujuk oleh para penasihat keamanan.

Setelah menempati istana kepresidenan, dia memerintahkan untuk mengeluarkan seluruh perabotan dan karpet mahal yang ada serta menggantinya dengan yang lebih murah.

Ahmadinejad juga menolak menggunakan kursi VIP di pesawat kepresidenan dan lebih memilih pesawat kargo. Dia juga menggunakan bahasa sehari-hari dalam pidato dan presentasi resminya.

Meski mendapat dukungan dari banyak pihak terutama rakyat yang menilai presiden Ahmadinejad sebagai bagian dari mereka, namun langkah-langkah perubahan itu dikritik oleh para elite politik Iran.

Di mata internasional, Presiden Ahmadinejad dikenal atas sikap kerasnya atas hak Iran untuk mengembangkan program nuklirnya, yang berdampak pada meningkatnya ketegangan dengan AS.

Pada pidatonya di hadapan PBB pada 2005, Ahmadinejad menyatakan keinginan Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir yang diklaimnya bertujuan damai.

Pada April 2007, Ahmadinejad mengumumkan bahwa Iran telah memulai untuk produksi bahan bakar nuklir dalam skala industri, yang berujung pada dijatuhkannya sanksi internasional.

Bulan Maret 2008, Ahmadinejad menjadi presiden pertama Iran yang mengunjungi Irak sejak terjadinya Revolusi Iran.

Hubungan Teheran di bawah kepresidenan Ahmadinejad dengan Washington menunjukkan peningkatan setelah terpilihnya Barack Obama menjadi presiden AS.

Ahmadinejad bahkan menyampaikan ucapan selamat kepada Obama.

Di bidang ekonomi, Iran mengalami peningkatan inflasi hingga 10 persen selama masa pemerintahan pertama Ahmadinejad, yang dipicu kebijakan ekonominya.

Belum lagi adanya sanksi internasional yang membuat sulitnya menarik investasi asing.

Situasi ekonomi ini menjadi kritikan dan poin utama menjelang pemilihan presiden Iran di 2009.

Meski dalam catatan sejarahnya belum ada presiden Iran yang gagal memenangkan masa jabatan kedua, namun sejumlah pengamat melihat kebijakan ekonomi dan gaya kepemimpinan Ahmadinejad telah membuat posisinya rentan.

Banyak pengamat menilai Ahmadinejad akan dapat dikalahkah oleh salah satu penantangnya saat itu, yang paling kuat adalah Mir Hossein Mousavi yang didukung kelompok moderat di Iran.

Namun di akhir masa pemungutan suara pada 12 Juni, Ahmadinejad telah meraih kemenangan langsung pada putaran pertama dengan lebih dari 60 persen suara.

Hasil pemilu itu sempat memicu aksi protes terutama dari pendukung Mousavi yang menyuarakan adanya hal yang tidak beres dalam pemilihan.

Demonstrasi digelar warga di jalan-jalan.

Pemimpin tertinggi Iran yang awalnya mendukung hasil pemilu juga menyerukan agar dilakukan penyelidikan resmi terhadap pelaksanaan pemilihan.

Meski demikian, pada 3 Agustus 2009, Ayatollah Ali Khamenei secara resmi menetapkan Ahmadinejad sebagai presiden.

Upacara pelantikan tersebut tidak dihadiri sejumlah tokoh politik oposisi, seperti mantan presiden Mohammad Khatami dan Akbar Hashemi, maupun Mir Hossein Mousavi.

Akhir Masa Jabatan

Pada 2011, terjadi konfrontasi antara Ahmadinejad dengan pemimpin tertinggi, Khamenei, yang diduga dipicu pemecatan menteri intelijen yang merupakan sekutu Khamenei.

Konflik tersebut berkembang menjadi perebutan dukungan publik antara Ahmadinejad dengan Khamenei.

Pada Maret 2012, dia dipanggil Badan Legislatif Iran yang mempertanyakan kebijakan dan perselisihannya dengan pemimpin tertinggi.

Pemanggilan presiden yang menjabat oleh Majelis Iran menjadi yang pertama kali terjadi, memicu dugaan akan menurunnya dukungan politik terhadap Ahmadinejad.

Menurunnya dukungan terhadap Ahmadinejad juga terjadi dalam pemilihan legislatif hingga akhirnya masa jabatannya usai pada Agustus 2013 dan dia digantikan oleh Hassan Rouhani.

Setelah tak lagi menjabat sebagai presiden, Ahmadinejad kembali menempati rumah pribadinya di Narmak. Pada 2017, Ahmadinejad sempat dikabarkan akan kembali maju dalam pemilihan presiden Iran, namun kemudian didiskualifikasi.

Dia dikabarkan telah ditangkap otoritas Iran pada Januari 2018 karena dianggap telah memicu aksi protes dan demonstrasi karena pernyataannya. Dia diberitakan menjadi tahanan rumah dengan persetujuan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *