Ganjar Ingin Revisi UU Wantimpres Dikaji Lebih Dalam: Seperti Era Orde Baru atau Tidak?

Ganjar Ingin Revisi UU Wantimpres Dikaji Lebih Dalam: Seperti Era Orde Baru atau Tidak? (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo buka suara ihwal wacana perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Menurut Ganjar, wacana tersebut perlu kajian lebih dalam sebelum disahkan DPR melalui revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres.

Ganjar mengatakan rencana perubahan itu memunculkan berbagai pertanyaan di mata publik. Sebab, kata dia, DPA adalah istilah yang digunakan selama Orde Baru atau era pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto sebelum dihapus pada masa Reformasi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ganjar menyatakan para pembuat undang-undang perlu mengecek ulang signifikansi perubahan Wantimpres menjadi DPA. “Kalau (sikap) PDIP sekarang sudah jelas ya, saya kira ini mesti dikaji lebih dalam, apakah ini seperti DPA era Orde Baru dulu atau tidak? Kan termasuk lembaga yang dihapus,” kata Ganjar di Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat, 12 Juli 2024.

Ganjar menyampaikan bahwa publik tetap harus dilibatkan dalam proses perubahan Wantimpres kembali menjadi DPA. “Rasanya publik mau tahu, kenapa sih namanya DPA lagi, apakah nanti modelnya seperti itu (masa Orde Baru) atau akan ada yang berbeda?” kata dia.

Pemerintah dan DPR, menurut Ganjar, harus berhati-hati dalam mengambil langkah ke depan. Dia berkata saat ini keduanya sedang mendapat sorotan publik dengan adanya potensi penambahan lembaga-lembaga negara baru, termasuk DPA.

Ganjar menyoroti tidak adanya batas anggota dalam DPA. Saat ini, keanggotaan Wantimpres diisi oleh satu orang ketua yang merangkap anggota dan delapan anggota. Sementara itu, dalam rencana revisi UU Wantimpres, keanggotaan DPA tidak dibatasi dan menyesuaikan kehendak presiden.

Ganjar menyatakan DPR harus bisa menjelaskan alasan perubahan tersebut kepada masyarakat. Jika tidak, kata dia, masyarakat bisa curiga bahwa perubahan itu dilakukan untuk mewadahi politik akomodasi. “Atau kemudian muncul kecurigaan-kecurigaan banyak toh, apakah ini tempat penampungan?” kata Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2023 itu.

Selain itu, Ganjar mengatakan DPR perlu mengkaji wewenang yang dimiliki DPA nantinya. “Apakah nanti ini punya kewenangan jangan-jangan lebih tinggi sehingga menjadi lembaga yang extraordinary? Rasa-rasanya itu mesti dijaga betul agar jalannya pemerintah itu bisa lebih baik,” ucap mantan calon presiden 2024 tersebut.

Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti sebelumnya menyebut wacana perubahan Wantimpres menjadi DPA mengindikasikan adanya upaya bagi-bagi jatah jabatan yang tidak sehat dalam kabinet presiden terpilih Prabowo Subianto. “Saya menduga para elit sedang mencari sebuah wadah para mantan presiden,” kata Bivitri dalam pesan suara pada Selasa, 9 Juli 2024.

Dewan pertimbangan jenis ini, Bivitri menerangkan, berpotensi diduduki oleh orang-orang yang dianggap berjasa kepada presiden. Selain itu, lembaga tersebut bisa dijadikan tempat penampungan bagi para tokoh politik yang jenjang karirnya sudah buntu.

“Dugaannya, ini untuk ‘bagi-bagi kue’ lebih besar. Ini patut ditolak,” kata Bivitri.

Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, meyakini Presiden Joko Widodo alias Jokowi bakal menjadi anggota DPA bagi Prabowo. Namun demikian, ia mengatakan, status anggota DPA itu ke depannya bukan untuk mengawasi pemerintahan.

“Memberikan pertimbangan. Itu bukan mengawasi. Memberikan pertimbangan masukan nasihat, saran, kepada Prabowo. Saya rasa itu posisi DPA,” kata Maruarar saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.

sumber: Tempo

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *