Muhammadiyah Ingatkan Krisis 1998, PBNU Sindir Ketimpangan Ekonomi

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. (Foto: Muslimobsession)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id –  Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menilai  pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini hanya berorientasi terhadap pertumbuhan, tapi mengabaikan pemerataan. Ia mengingatkan kebijakan pemerintah saat ini bisa menimbulkan krisis ekonomi seperti 1998.

“Hal ini bila tidak bisa kita antisipasi, maka pada gilirannya tentu akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri. Sehingga tidak mustahil juga akan bisa memantik bagi terjadinya krisis ekonomi dan politik seperti tahun 1998,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (24/12/2019).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Anwar mengaku sepakat dengan pernyataan  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj  Said yang menyebut saat ini belum ada harmoni kehidupan di negeri ini. Ia juga sepakat dengan pernyataan Said Aqil soal kekayaan Indonesia hanya berputar di segelintir orang.

Berdasarkan indeks gini rasio, Anwar menyebutkan bahwa 1 persen dari jumlah penduduk menguasai 39 persen perekonomian. Ia juga menuturkan 1 persen dari penduduk Indonesia menguasai 59 persen lahan di Tanah Air.

“Untuk itu apa yang disinyalir oleh Kiai Said ini hendaknya jangan dianggap enteng dan dianggap sebagai angin lalu saja oleh pemerintah dan para pelaku ekonomi, terutama para pengusaha besar,” tutur Anwar.

Selanjutnya Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyarankan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk bergerak cepat mendeteksi persoalan sehingga pemerintah bisa menemukan dan mengatasi akar masalah ketimpangan.

“Agar kita bisa menemukan penyakit yang sebenarnya yang ada di negeri ini. Sehingga kita bisa memberikan obatnya yang tepat agar negeri ini bisa bergerak maju dan seluruh rakyatnya bersatu serta hidup dengan sejahtera,” tegas Anwar.

Pernyataan Anwar disampaikan sebagai respons terhadap Ketua PBNU Said Aqil Siradj yang mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah terkait kekayaan Indonesia hanya dinikmati segelintir orang.

Said sempat mencontohkan banyak pejabat di Pertamina yang menikmati hasil kekayaan. Ia juga menyindir Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berjanji kepada PBNU untuk menggelontorkan kredit murah. Namun hingga saat ini belun direalisasikan.

“Sementara sekelompok kecil menikmati kekayaan alam yang luar biasa, Freeport, uranium, nikel apalagi batu bara, sudah dihabiskan. Oleh siapa? segelintir orang saja,” kata Said. “Bahkan rakyat miskin di mana? Di tepi kekayaan, tepi tambang, pinggir laut, pinggir hutan. Jadi mereka hidup di sebelah kekayaan alam, tapi mereka miskin,” lanjut Said.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan gambaran perekonomian tahun 2020 mendatang bakal buram. Kepala BPS Suhariyanto menyatakan buruknya perekonomian tak hanya di Indonesia, tapi di seluruh negara-negara di dunia.

Menurut Suhariyanto, di Indonesia sendiri salah satu tekanan yang paling berat adalah merosotnya harga komoditas. “Gambaran (ekonomi) 2020 akan buram. Semua negara. Perang dagang, ekonomi global, harga komoditas anjlok gila-gilaan. Batu bara saja merosot harganya sampai 45 persen, kemudian CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit),” kata Suhariyanto di Jakarta, Kamis (12/12/2019). (rah/cnnindonesia)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *