China Akan Susun Ulang Alquran dan Alkitab Agar Sejalan dengan Komunisme

Foto Ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Pemerintah China tengah menjadi sorotan dunia tak hanya menyangkut soal penindasan hak asasi manusia etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Kini, Pemerintah China dilaporkan mau menulis ulang Injil, Alquran, dan semua teks suci agama besar lain di China, agar sejalan dengan nilai-nilai sosialisme.

Edisi baru kitab suci tidak boleh mengandung konten apa pun yang bertentangan dengan kepercayaan Partai Komunis China, menurut seorang pejabat tinggi partai, dikutip dari laporan Daily Mail, baru-baru ini. Paragraf yang dianggap salah oleh sensor akan diubah atau diterjemahkan kembali.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Meskipun Injil dan Alquran tidak disebutkan secara khusus, Partai Komunis China menyerukan “evaluasi komprehensif agama klasik yang ada bertujuan mengubah konten yang tidak sesuai dengan kemajuan zaman”.

Menurut The Sun, laporan menyebutkan bahwa China ingin teks-teks suci semua agama besar ditinjau kembali dan menyesuaikannya dengan “era Presiden Xi Jinping”.

Pemerintah China secara resmi memang mengakui semua agama tetapi melakukan pengawasan yang ketat terhadap praktik keagamaan. China menyoroti bahwa perumpamaan Yesus Kristus harus sejalan dengan Partai Komunis. Namun, Injil dan Alquran bukan satu-satunya kitab suci yang akan ditinjau. Semua teks suci dari agama besar, termasuk Sutra Buddha, akan ditinjau sesuai dengan kampanye Sinofikasi.

Perintah itu diberikan pada  November selama pertemuan yang diadakan oleh Komite Urusan Etnis dan Agama Komite Nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, yang mengawasi masalah etnis dan agama di China.

Menurut Kantor Berita Xinhua, sekelompok 16 pakar, tokoh, dan perwakilan agama yang berbeda dari Komite Sentral Partai Komunis China menghadiri konferensi bulan lalu. Pertemuan tersebut diawasi oleh Wang Yang, Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina.

Wang menekankan bahwa otoritas agama harus mengikuti instruksi Presiden Xi Jinping dan menafsirkan ideologi agama yang berbeda sesuai dengan ‘nilai-nilai inti Sosialisme’ dan ‘syarat dengan zaman’, demikian menurut laporan surat kabar Prancis Le Figaro.

Wang mendesak para pejabat untuk membangun sistem keagamaan dengan karakteristik China. Para pejabat setuju dengan arahan Wang dan mengklaim bahwa dengan mengevaluasi kembali buku-buku agama, maka akan mencegah pemikiran ekstrem dan ide-ide sesat yang mengikis negara.

Pertemuan November berlangsung ketika China menghadapi kritik global atas kebijakannya terhadap agama, terutama di Xinjiang. Dokumen yang bocor menunjukkan bagaimana pemerintah China menjalankan sistem pusat pendidikan ulang untuk mengindoktrinasi orang-orang Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.

Dokumen-dokumen itu, yang mencakup pedoman untuk mengoperasikan pusat-pusat penahanan dan instruksi bagaimana menggunakan teknologi untuk menargetkan orang, mengungkapkan bahwa kamp-kamp di Xinjiang bukan untuk pelatihan kerja sukarela, seperti yang diklaim Beijing.

Para pakar dan aktivis PBB mengklaim bahwa setidaknya satu juta etnis Uighur dan Muslim lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan di wilayah tersebut. Mantan tahanan mengklaim bahwa Muslim dipaksa makan daging babi dan berbicara bahasa Mandarin di kamp-kamp tersebut.

Setelah awalnya menyangkal keberadaan kamp, China mengakui telah membuka pusat pendidikan kejuruan di Xinjiang yang bertujuan mencegah ekstremisme dengan mengajarkan bahasa Mandarin dan keterampilan kerja. Dewan Negara Republik Rakyat Cina telah menerbitkan tiga white paper atau laporan resmi untuk merespons kritik dunia atas isu Uighur di Xinjiang. Laporan tersebut menegaskan bahwa kamp adalah fasilitas kejuruan sebagai bagian dari upaya mencegah terorisme dan separatisme Uighur.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengatakan pada November bahwa dokumen yang bocor membuktikan bahwa otoritas China terlibat dalam penindasan masif dan sistemik terhadap Muslim dan minoritas lainnya.

Adapun Kementerian Luar Negeri China membantah. Juru bicara Kemlu China Geng Shuang pada Senin lalu menuding sejumlah media mencoreng upaya kontra-terorisme dan anti-ekstremisme China di Xinjiang. Kepada The Guardian, Kedutaan Besar China di London menyangkal ada dokumen semacam itu dan mengatakan dokumen itu adalah fabrikasi murni dan berita palsu.(rah/tempo)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *