Jakarta, hajinews.id,-Seorang ekonom curiga bahwa ketegangan yang terjadi antara China dan Indonesia akibat klaim sepihak China atas wilayah perairan ZEE di Natuna Utara hanya sebagai pengalihan isu atas kasus Jiwasraya yang mengalami gagal bayar Rp12,4 trilyun.
Ketegangan itu makin menjadi ketika Bakamla mengusir kapal Coas Guard China yang sedang mengawal kapal-kapal China pencuri ikan di wilayah ZEE Indonesia. Sementara sikap pejabat ada yang tegas, ada pula yang minta tidak dibesar-besarkan.
“Saya curiga ini ada gerakan pengalihan isu dalam negeri soal rencana bailout Jiwasraya, Bumiputera dan berbagai perusahaan asuransi dalam negeri,” kata pengamat ekonomi Salamudin Daeng (RMOL, Jumat (3/1).
Salamudin daeng menjabarkan, persoalan asuransi sangat serius lantaran awal tahun 2020 ini ada kemungkinan terjadinya crash di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengingat banyaknya utang dalam mata uang asing yang harus dibayar oleh pemerintah.
Sementara, beban utang dalam negeri tak mungkin ditunda. Selain ada dana masyarakat, terdapat pula dana perusahaan asuransi, dana pensiun, dan Jamsostek yang juga sangat besar dipinjam Menkeu.
“Akhir 2019 telah memperlihatkan carut-marut APBN. Di antaranya adalah tidak terpenuhinya target penerimaan pajak dalam jumlah signifikan dan pada saat yang sama, defisit APBN tidak tertutupi,” jelasnya.
Hal ini akan berdampak besar kepada kemampuan bayar APBN terhadap simpanan dana haji, Jamsostek, taspen, ASABRI, dan dana dana perusahaan asuransi seperti Jiwasraya dan asuransi swasta lainnya. APBN juga terancam gagal bayar terkait pinjaman dana pada bank-bank, seperti bank Muamalat dan lain-lain.
“Jika pemerintah gagal bayar utang kepada asuransi dan kepada bank, maka keuangan perbankkan nasional terancam bangkrut. Sedangkan isu laut China Selatan bisa menjadi pintu keluar atas masalah ekonomi, keuangan perusahaan negara dan swasta. Tampaknya ini dapat dimanfaatkan bagi pengalihan isu di dalam,” bebernya.
“Jika isu laut China Selatan terus berkembang menjadi pengumuman keadaan darurat, maka banyak masalah dalam negeri yang bisa ditelan bumi. Dengan demikian, isu laut China Selatan ini bisa dimanfaatkan untuk meraih dukungan solidaritas masyarakat,” katanya. (fur/RMOL)