Buron KPK Harun Masiku: Caleg Gagal Demokrat, Terjerat Suap di PDIP

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli (tengah) dan Ketua KPU Arief Budiman (kiri) menyaksikan penyidik menunjukkan barang bukti OTT KPK yang menjerat seorang komisioner KPU. (Antara Foto)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Nama Harun Masiku mendadak ramai dibicarakan publik. Bekas caleg PDI Perjuangan daerah pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) I itu terseret sebagai tersangka dalam perkara suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Penetapan tersangka Harun diumumkan KPK pada Kamis (9/1/2020), tak lama setelah tim penindakan KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) dan menyita uang senilai Rp400 juta dalam mata uang dolar Singapura.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Duit itu akan diberikan Agustiana Tio Fridelina kepada Wahyu sebagai ongkos untuk memproses pengganti antarwaktu (PAW) Harun Masiku atas caleg PDIP Dapil Sumsel I, Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Dalam perkara ini, KPK telah mengumumkan empat tersangka terkait skandal kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 itu.

Sebagai penerima suap yakni Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan sebagai pemberi suap yakni Harun Masiku dan Saeful dari unsur swasta. Yang menjadi salah satu persoalan saat ini, keberadaan Harun yang tak diketahui ada dimana.

Wakil Ketua KPK Lili Pantauli meminta tersangka Harun segera menyerahkan diri ke KPK dan juga pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif. Dua elite PDIP Hasto Kristiyanto dan Eva Kusuma Sundari mengaku tidak tahu menahu ihwal keberadaan Harun saat ini.

“Kita tidak tahu (Harun) di mana,” kata Hasto, Jumat (10/1/2020) malam. “Biar diurus para penegak hukum,” ujar Eva Kusuma, Sabtu (11/1/2020). Bahkan elite partai banteng moncong putih lainnya, Komarudin Watubun mengaku tak mengenal sosok Harun Masiku. Komarudin menyebut Harun caleg yang baru masuk ke PDIP.

“Ah itu juga orang baru itu, saya sendiri baru dengar itu. Karena kemarin katanya baru masuk juga di calon legislatif partai kemarin,” ujar Komarudin, Sabtu (11/1/2020).

Harun Masiku yang sekarang menjadi sorotan luas, sebelum menjadi kader dan juga caleg PDIP diketahui memulai karier politiknya di Partai Demokrat. Jejak karier politik Harun mulai terlihat pada tahun 2009 saat ia menjadi Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres Partai Demokrat. Pada 2011, ia pernah menjadi Tenaga Ahli Anggota Komisi III DPR RI.

Pada 2014, Harun yang lahir di Jakarta pada 21 Maret 1971, itu menjajal peruntungannya menjadi caleg dari Partai Demokrat pada Pileg 2014 dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan III. Namun, lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1994 itu gagal lolos ke Senayan.

Kemudian pada Pileg 2019, Harun yang memiliki latar belakang sebagai pengacara ini memilih loncat ke PDIP. Kendati tak lolos ke Senayan, namanya kemudian diusulkan partai untuk menjadi pengganti caleg PDIP lain, Nazarudin Kiemas yang sudah meninggal sebelum pencoblosan namun berhasil lolos ke parlemen.

Dikutip dari laman KPU, berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumatera Selatan I, peringkat kedua di bawah perolehan suara Nazarudin adalah Riezky Aprilia dengan perolehan 44.402 suara. Kemudian diiikuti dengan Darmadi Djufri yang memperoleh 26.103 suara.

Peringkat keempat ditempat Doddy Julianto Siahaan dengan 19.776 suara, dan peringkat lima diraih Diah Okta Sari dengan perolehan 13.310 suara. Harun Masiku sejatinya berada di peringkat enam dengan raihan 5.878 suara.

Pada 31 Agustus 2019, KPU kemudian menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih DPR Dapil Sumsel I. Namun, dalam rapat itu, saksi dari DPP PDIP mengajukan keberatan.

Menurut Hasto Kristiyanto yang menjabat sebagai Sekjen PDIP, partainya mempunyai wewenang memilih pengganti Nazarudin Kemas karena mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA).

“Kalau proses pergantian itu, kan, ada keputusan dari MA. Bahwa ketika ada seseorang yang meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah parpol, maka putusan MA menyerahkan hal tersebut ke parpol. Tapi keputusannya, kan, tetap ada di KPU. Kami tidak mengambil keputusan,” kata Hasto, Kamis (9/1/2020) sore.

Hasto juga membenarkan PDIP lebih memilih kader bernama Harun Masiku ketimbang Riezky Aprilia untuk menggantikan Nazarudin Kiemas karena beberapa alasan. “Dia (Harun) sosok bersih dan dalam upaya pembinaan hukum juga selama ini cukup baik track record-nya. Tapi kami itu pertimbangannya karena adanya putusan MA. Tanpa adanya putusan MA itu kami tidak mengambil keputusan terhadap hal tersebut,” ujar Hasto.

Namun, Hasto membenarkan partainya melakukan judicial review beberapa pasal dalam Peraturan KPU ke Mahkamah Agung (MA) pada 2019. Saat itu, PDIP menggugat aturan terkait pergantian antar waktu (PAW) yang semula kewenangannya pada KPU.

MA mengabulkan gugatan tersebut, sehingga keputusan PAW berada pada partai. Oleh karena itu, Hasto menepis keputusan PAW yang ditekennya bersama Ketum PDIP Megawati adalah bentuk lobi-lobi atau negosiasi politik ke KPU yang berujung operasi tangkap tangan oleh KPK.

Kini, Harun menjadi buron KPK. Sampai hari ini KPK masih terus mencari Harun. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (11/1/2020), menyatakan KPK meminta yang bersangkutan segera menyerahkan diri dan mengimbau kepada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif ketika keterangannya dibutuhkan penyidik dalam memproses hukum perkara suap ini. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *