Hikmah Pagi: Menjaga Kontinuitas Amal

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id,- Salah satu perkara yang mungkin sulit dan bagi kita adalah menjaga kontinuitas amal, yaitu menjaga agar kita terus-menerus melakukan amal tersebut dan tidak hanya beramal di satu waktu, kemudian meninggalkannya.

Pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

يَا عَبْدَ اللَّهِ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ، فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

“Wahai ‘Abdullah, janganlah Engkau seperti si fulan. Dulu dia rajin shalat malam, dan sekarang dia meninggalkannya.” (HR. Bukhari no. 1152 dan Muslim no. 1159)

Nabi SAW juga tidaklah mengkhususkan satu waktu untuk beribadah, hanya semangat di satu waktu, lalu tidak semangat beramal di waktu lainnya. Sebagaimana keadaan beliau tersebut ditanyakan oleh Alqamah kepada ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَخْتَصُّ مِنَ الأَيَّامِ شَيْئًا؟ قَالَتْ: ” لاَ، كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً، وَأَيُّكُمْ يُطِيقُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطِيقُ

“Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan hari-hari tertentu dalam beramal?” Dia menjawab, “Tidak. Beliau selalu beramal terus menerus tanpa putus. Siapakah dari kalian yang akan mampu sebagaimana yang mampu dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 741)

Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ أَحَبُّ العَمَلِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَدُومُ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

“Amal yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amal yang dikerjakan secara kontinyu (berkesinambungan) oleh pelakunya.” (HR. Bukhari no. 6462 dan Muslim no. 741)

Faedah Menjaga Rutinitas Amal

Di antara faedah besar dari menjaga rutinitas dan kontinuitas (kesinambungan) ibadah adalah meningkatkan derajat seorang hamba di sisi Allah Ta’ala dan meraih pahala atau keutamaan yang besar.

Diriwayatkan dari ibunda Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa shalat dua belas rakaat sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.”

Dalam hadits di atas, kita bisa melihat bagaimanakah semangat salaf terdahulu dalam menjaga rutinitas amal sejak mendapatkan ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 Kiat utama untuk menjaga kontinuitas amal

Dalam ibadah wajib, secara umum kita memiliki kewajiban yang sama dan tidak ada pilihan kecuali harus melaksanakan ibadah wajib tersebut. Kita sama-sama harus shalat lima waktu sehari semalam dan berpuasa di bulan Ramadhan. Meskipun dalam kondisi tertentu, ibadah wajib tersebut berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing orang. Laki-laki memiliki kewajiban shalat di masjid (menurut pendapat yang kami nilai paling kuat dalam masalah ini), sedangkan tidak untuk wanita. Berbeda halnya dengan ibadah sunnah. Ibadah sunnah itu beragam, ada shalat sunnah, puasa sunnah, sedekah sunnah, dan seterusnya. Di antara kita utama kita bisa kontinyu dalam ibadah sunnah adalah kita memilih ibadah sunnah yang sesuai dengan kondisi kita masing-masing, manakah yang jiwa kita merasa ringan melakukannya. Dan ini, tentu saja, berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lainnya.

Ada orang yang kalau sedekah sunnah, dia rajin, karena memang berkecukupan dan dia punya jiwa sosial. Namun, ada orang yang agak berat sedekah sunnah, karena dia pas-pasan, namun kalau disuruh puasa menahan lapar, dia akan senang-senang saja. Ada orang yang agak berat kalau puasa rutin karena pekerja berat, namun dia senang membaca Al-Qur’an di waktu-waktu luangnya. Ada orang yang mungkin agak berat puasa sunnah rutin dan membaca Al-Qur’an, namun dia senang dan rajin mendengarkan pengajian. Dan demikian seterusnya.

Kondisi ini sama persis dengan jalan-jalan meraih rizki. Ada orang yang berbakat jadi pedagang, namun tidak bisa menjadi petani. Ada orang yang pandai memasak, bisa buka warung, namun tidak bisa menjadi pekerja bangunan. Tentu kita tidak bisa memaksa seorang pekerja bangunan untuk beralih profesi menjadi juru masak di restoran. Jalan-jalan rizki masing-masing orang berbeda-beda, sebagaimana jalan ibadah sunnah setiap orang pun berbeda-beda.

Oleh karena itu, sungguh indah perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullahu Ta’ala ketika berdiskusi dengan seseorang yang menyibukkan dirinya dalam ibadah.

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْعُمَرِيَّ الْعَابِدَ كَتَبَ إِلَى مَالِكٍ يَحُضُّهُ إِلَى الِانْفِرَادِ وَالْعَمَلِ وَيَرْغَبُ بِهِ عَنِ الِاجْتِمَاعِ إِلَيْهِ فِي الْعِلْمِ فَكَتَبَ إِلَيْهِ مَالِكٌ

“Sesungguhnya ‘Abdullah bin Abdul Aziz Al-‘Umarri Al-‘Aabid, seorang ahli ibadah, menulis surat kepada Imam Malik. Beliau menyarankan (memotivasi) Imam Malik untuk menyendiri (uzlah) dan sibuk beribadah dalam kesendirian. Dan dengan motivasi itu, dia ingin menggembosi semangat Imam Malik dari mengajarkan ilmu. Imam Malik pun membalas surat tersebut dengan mengatakan,

أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَسَّمَ الْأَعْمَالَ كَمَا قَسَّمَ الْأَرْزَاقَ فَرُبَّ رَجُلٍ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصَّوْمِ وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّدَقَةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصِّيَامِ وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي الْجِهَادِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَنَشْرُ الْعِلْمِ وَتَعْلِيمُهُ مِنْ أَفْضَلِ أَعْمَالِ الْبِرِّ وَقَدْ رَضِيتُ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ لِي فِيهِ مِنْ ذَلِكَ وَمَا أَظُنُّ مَا أَنَا فِيهِ بِدُونِ مَا أَنْتَ فِيهِ وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ كِلَانَا عَلَى خَيْرٍ وَيَجِبُ عَلَى كُلِّ وَاحِدٍ مِنَّا أَنْ يَرْضَى بِمَا قُسِّمَ لَهُ

‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu membagi amal (ibadah) sebagaimana Allah membagi rizki (maksudnya, ada yang sumber rizkinya dari berdagang, menjadi petani, dan seterusnya, pen.). Ada orang yang dibukakan untuknya pintu shalat, namun tidak dibukakan pintu puasa. Sedangkan yang lain, dibukakan pintu sedekah, namun tidak dibukakan pintu puasa. Yang lain lagi, dibukakan pintu jihad, namun tidak dibukakan pintu shalat. Adapun menyebarkan ilmu dan mengajarkannya termasuk di antara amal kebaikan yang paling utama. Dan sungguh aku telah ridha dengan apa yang telah Allah Ta’ala bukakan untukku. Aku tidak menyangka amal yang Allah mudahkan untukku itu lebih rendah dari amal yang Engkau kerjakan. Aku berharap bahwa kita berdua berada dalam kebaikan. Dan wajib atas setiap kita untuk ridha terhadap amal yang telah dibagi untuknya.” (At-Tamhiid, 7/158 dan Siyar A’laam An-Nubalaa’, 8: 114)

Demikianlah nasihat indah Imam Malik rahimahullah yang perlu diperhatikan. Dalam ibadah sunnah, janganlah kita meremehkan orang lain karena berbeda dengan kita. Termasuk dalam dakwah. Kita dapati sebagian ustadz sangat rajin dan gemar menulis, dan menghasilkan karya-karya tulisan yang banyak. Karena memang beliau sejak dulu rajin dan gemar menulis. Namun, ustadz yang lain, belum tentu sama, karena dia disibukkan dengan dakwah langsung di masyarakat, atau menjadi relawan kemanusiaan yang terjun langsung di daerah-daerah pedalaman yang belum tersentuh dakwah.

(M. Saifudin Hakim  dalam Muslim.or.id)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *