Saatnya Muhammadiyah Punya BPJS Tandingan

Logo Muhammadiyah. (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh :

Among Kurnia Ebo

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mantan Aktivis IMM Komisariat UGM Jogjakarta

Penulis Kuntum dan Suara Muhammadyah pada Masanya

 

BPJS konon merugi hingga Rp 43 triliun. Padahal dirutnya digaji ratusan juta per bulan. Pegawainya digaji jutaan per bulan!

Kok bisa ya?

Banyak orang yang pusing kepala? Bagaimana bisa orang-orang yang dipilih karena dianggap profesional hasil kerjanya awut-awutan begitu. Bagaimana bisa terjadi? Leadership macam apa begini ini?

Muhammadyah konon belum dibayar oleh BPJS Rp 1,2 triliun. Ada yang bilang Rp 863 miliar. Angka yang beredar di DPR sekitar Rp 320 miliar. Mana yang paling benar hitungannya kita nggak tahu persis.

Komponen yang dihitung mungkin versinya beda-beda. BPJS mungkin saja akan ngambil komponen yang paling kecil supaya bayarnya juga lebih kecil. Alasan adninistratif dan birokrasinya dibikin.

Tapi berapapun itu, intinya, BPJS punya utang yang sangat besar terhadap RS Muhammadiyah, yang baru dibayar dengan janji akan dibayar lunas tahun ini. Pastinya kapan juga belum jelas. Tipikal orang Indonesia, kalau ditagih utangnya, bayarnya dengan janji. Dengan entar sok entar sok. Sambil berteriak lebih galak daripada yang memberi utang.

Sedih bukan?

Nalar saya setelah melihat keruwetan model beginian, kenapa Muhammadiyah tidak bikin BPJS Tandingan saja? Sekalian memberi contoh negara bagaimana cara mengelola uang rakyat agar tidak merugi dan tidak merugikan bahkan menzalimi pihak lain.

Semalam saya berbincang-bincang dengan ustad Amun Rowie di salah satu beranda hotel di Kuala Lumpur. Pertemuan yang tidak sengaja. Tapi meski semalam rasanya sangat bermakna. Ustad Amun baru saja melakukan lawatan ke beberapa negara bagian Malaysia, bahkan hingga Pattani. Dalam rangka mempelajari kurikulum pendidikan Islam setempat dan penjajagan kemungkinan kerjasama antarlembaga pendidikan, semacam pertukaran pelajaran muslim antarbangsa.

Ustad Amun ini teman SMA dulu. Sama-sama tukang bolos kalau pelajarannya matematika, kimia, atau fisika. Belajar kok pusing, lebih asik bolos kan. Kalau di Lamongan sana kami sangat sulit ketemu. Belum tentu setahun sekali. Eh, di Kuala Lumpur ini tidak direncanakan malah bisa ngobrol berjam-jam sampai subuh. Kami berkelakar, malam ini kami sedang melaksanakan Tahajud Intelektual.

Dana Taawun

Berlomba-lombalah, bekerjasamalah, dalam kebaikan dan takwa. Itu sudah jelas sering kita baca ayatnya. Tegas ada dalam alQuran. Pedoman hidup setiap muslim. Tapi bagaimana menerapkannya.

Saya bilang ke Ustad Amun, salah satu caranya adalah dengan membuat sedekah kesehatan berjamaah. Namanya bisa Sedekah Dana Taawun Muhammadiyah.

Teknisnya bagaimana?

Gampang saja asal mau sebenarnya. Muhammadiyah sudah punya insfrastruktur organisasi hingga  desa-desa dengan pengurus rantingnya. Ini harus dioptimalkan sebagai gerakan dakwah. Pertukaran ide seperti ini sebenarnya sudah pernah menjadi perbincangan saya dengan aktivis militan Muhammadyah di PDM Klaten, Bung  Wahyudi Nasution, saat saya silaturahmi ke Bundaco, pabrik hijab dan mukenanya di lereng Gunung Merapi itu.

Berbincang hingga tengah malam juga. Membahas keresahan yang terjadi di negeri ini dan memikirkan apa kira-kira yang bisa dilakukan sebagai orang Muhammadiyah yang DNA-nya sudah kental sejak lahir procot.

Taruhlah sekarang anggota Muhammadiyah yang punya nomor induk baku Muhammadiyah ada 20 juta orang. Rielnya mungkin bisa dua kali lipatnya. Apalagi ditambah simpatisan Muhammadiyah.

Nah, 20 juta orang yang namanya tercatat di ranting-ranting Muhammadiyah ini diminta untuk mensosialisasikan kepada semua anggota warga Muhammadiyah agar mau bersedekah Rp 2.000 setiap bulan. Atau Rp 24.000 setahun. Agar simpel sedekah setahun ini dibayar di muka saja. Anggap saja menyisihkan anggaran makan satu mangkok bakso untuk sedekah sehat dan menyehatkan orang.

Angka Rp 24.000,- mungkin dianggap kecil. Tapi cobalah jika dikalikan 20 juta anggota resmi Muhammadiyah. Maka akan terkumpul dana sebesar Rp 480 miliar. Besar bukan?

Biar gampang, dana ini dimasukkan dalam Aplikasi DTM. Saya kira Muhammadiyah punya banyak ahli IT yang andal. Kalau hanya untuk membikin aplikasi sesederhana ini sangatlah gampang dan banyak yang bisa.

Nantinya, jika ada warga Muhammadiyah yang sakit dan dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah maka semua total biaya rumah sakit sampai sembuh akan dibayar oleh Dana Taawun itu, setelah namanya diverifikasi oleh pengurus ranting. Misalnya tagihan pasien habis Rp 50 juta, maka pengurus ranting harus menguruskan semua proses pembayarannya.

Pokoknya pasien dan keluarganya tahu beres, sehat kembali dan pulang dengan gembira. Tak perlu menguras tabungan atau memggadaikan sawah apalagi menjual aset keluarga.

Jadi, Dana Taawun ini bisa menjadi program andalan Muhammadiyah juga di bidang kesehatan. Memasyarakatkan sehat dan menyehatkan masyarakat. Dari Muhammadiyah, untuk Muhammadiyah, oleh Muhammadiyah.

Sebagai dana sedekah, tentunya dalam pengelolaannya tidak boleh ada yang minta bayaran. Anggap saja ini ladang untuk mengumpulkan pahala, mengamalkan ayat bertolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa.

Tak ada pengurus yang dibayar seperti pegawai BPJS yang dibayar hingga ratusan juta itu. Tak boleh ikut menikmati dana sedekah itu. Tak boleh membuat orang sakit semakin menderita. Sebaliknya bagaimana caranya agar ringan bahkan tidak tertambahi deritanya.

Apakah nantinya program Dana Taawun Muhammadiyah ini nanti hanya untuk warga Muhammadiyah dan rumah sakit PKU Muhammadiyah saja?

Dalam tahap awal mungkin begitu. Tapi jika masyarakat menghendaki, maka DTM bisa dibuka untuk umum. Masyarakat tinggal bayar 24 ribu lewat aplikasi DTM. Otomatis dia nanti juga punya hak untuk menerima dana santunan pembiayaan ketika sakit.

Itu seperti Kampus Muhammadiyah. Yang isinya bukan hanya warga Muhammadiyah. Banyak anak-anak NU yang sekolah atau kuliah di kampus Muhammadiyah. Dan mendapatkan perlakuan yang sama dengan warga Muhammadiyah yang punya NIBM. Bahkan di NTT atau Papua jumlah mahasiswa nasrani jumlahnya lebih banyak daripada yang muslim.

Dan itu no problem. Artinya, Muhammadiyah itu bermanfaatnya untuk siapa saja. Untuk segala bangsa, untuk semua masyarakat, untuk kehidupan seluruhnya, seutuhnya.

Ketiga, berdasarkan hukum pareto yang populer itu, paling dari dana Rp 480 miliar yang terkumpul hanya akan terpakai sekitar Rp 200-300 miliar saja.  Masih sisa banyak, dan bisa digunakan untuk menolong yang lain, misal korban bencana alam dan sebagainya. Apalagi tidak ada kebutuhan untuk operasional pegawai. Tidak ada yang digaji. Pengeluaran paling untuk maintenance aplikasinya saja. Sangat sedikit kebutuhannya.

Semua pengurus Muhammadiyah hingga ranting adalah pegawai DTM yang tidak digaji tapi mengharap gaji dari langit, pahala dan ridho-Nya. (*)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *