Faisal Basri: Pemerataan Pembangunan Era Jokowi Jauh dari Terwujud

Faisal Basri. (Foto Tribunnews)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ekonom senior Faisal Basri mencermati pemerataan pembangunan selama lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terealisasi. Sebab, perekonomian masih didominasi di Pulau Jawa atau masih Jawasentris.

“Tekad untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata antardaerah sebagaimana termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 jauh dari terwujud,” ujar Faisal dalam situs resminya, dikutip Senin (10/2/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Faisal porsi Jawa dalam ‘kue’ perekonomian nasional yang tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB) kian meningkat, yang hal tersebut menggambarkan pembangunan ekonomi yang masih Jawasentris. Dalam RPJMN 2015-2019, peran ekonomi Jawa yang ditargetkan turun dari 58 persen pada 2013 menjadi 55,1 persen, realisasinya justru meningkat menjadi 59 persen pada 2019.

“Sasaran untuk menaikkan porsi Sumatera dari 23,8 persen (2013) menjadi 24,6 persen (2019) kandas, bahkan sebaliknya turun menjadi 21,3 persen. Nasib serupa menimpa Kalimantan (turun dari 9,25 persen menjadi 8,05 persen),” tuturnya.

Penurunan porsi ekonomi juga terjadi kawasan Indonesia Timur. Mengutip data BPS, porsi ekonomi Maluku dan Papua turun dari 2,34 persen menjadi 2,2 persen pada 2019. Angka itu masih jauh di bawah target yang dipatok 2,9 persen dalam RPJMN lima tahun terakhir.

“Kemerosotan porsi Maluku dan Papua pada 2019 disebabkan oleh perekonomian Papua yang mengalami kontraksi alias pertumbuhan negatif dua digit, persisnya minus 15,72 persen gara-gara produksi PT Freeport (Indonesia) anjlok ke titik terendah,” jelasnya.

Faisal menyebutkan penurunan produksi Freeport tak lepas dari tindakan pemerintah mengambil alih kepemilikan saham mayoritas perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu.

“Tak ada kompensasi atau antisipasi sama sekali untuk meredam dampak dari tindakan “heroik” pemerintah yang hanya fokus pada aksi korporasi lewat holding induk BUMN tambang PT Inalum,” urai dia.

Lebih lanjut Faisal mengingatkan untuk mengambil alih saham mayoritas, Inalum perlu berutang US$4 miliar atau setara Rp58 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar AS). Apabila uang tersebut dibagikan ke 3,3 juta penduduk Papua pada 2018, setiap orang akan memperoleh sekitar Rp17,5 juta.

Di Bali dan Nusa Tenggara, porsi ekonominya memang meningkat dari 2,5 persen pada 2013 menjadi 3,1 persen. Namun, kondisi Bali berbanding terbalik dengan NTT dan NTB.

“Rerata pertumbuhan Bali selama 2011-2019 maupun di era pemerintahan Jokowi-JK (2015-2019) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional maupun Jawa, sedangkan pertumbuhan Nusa Tenggara, baik Nusa Tenggara Timur maupun Nusa Tenggara Barat, sebaliknya,” papar Faisal.

Di sisi lain, pemerintahan Jokowi berhasil mengerek kontribusi Sulawesi terhadap perekonomian nasional. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sulawesi selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang terjebak di kisaran 5 persen. Tak ayal, porsi ekonomi Sulawesi meningkat dari 4,8 menjadi 6,3 persen pada 2019 lalu.

Melihat hal itu, Faisal menilai pengelompokkan Kawasan Barat Indoensia (KBI) versus Kawasan Timur Indonesia (KTI) tidak lagi relevan. Sebab, pembangunan di Sumatera dan Kalimantan yang masuk KBI lebih lambat dibandingkan Jawa. Sementara, kinerja Sulawesi jauh di atas pulau-pulau lain di KTI.

Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih terus mengevaluasi keberlanjutan dana otonomi khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang berakhir 2021 mendatang. Sebab, meski pemerintah mengucurkan dana otsus pertumbuhan ekonomi Papua terkontraksi cukup dalam, yaitu mencapai 15,72 persen.

Adapun hasil akhir evaluasi tersebut bakal ditentukan dalam sidang kabinet. “Kita terus mengevaluasi dan kami dengan Kementerian Dalam Negeri akan evaluasi terus,” ujar Sri Mulyani ketika memberi keterangan kepada awak media di Jakarta, Senin (10/2/2020).

Lebih lanjut dia menjelaskan, evaluasi tersebut bakal meliputi efektifitas dana otoritas khusus terhadap kesejahteraan masyarakat Papua. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *