Misteri Virus Corona yang Tak Terdeteksi di Indonesia

Petugas Karantina Kesehatan mengamati layar monitor alat pendeteksi suhu badan saat memeriksa sejumlah wisatawan asal China di bandara Sorong, Papua Barat, Ahad (26/1/2020). (Antara Foto)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Kalangan ilmuwan memprediksi sebenarnya ada lebih banyak kasus infeksi virus corona yang terjadi di Indonesia dan juga Thailand karena jarak kedua negara tersebut tak jauh dari Wuhan, China. Sejauh ini jumlah kasus virus corona Wuhan yang dilaporkan di Indonesia dan Thailand jauh dari perkiraan ilmuwan.

Kondisi itu pula yang membuat para ahli khawatir bahwa penyebaran virus corona Wuhan atau novel coronavirus tidak terdeteksi. Jika hal tersebut benar adanya, maka ada potensi epidemi lebih besar dari yang saat ini terjadi. Untuk diketahui, data per hari Senin (10/2/2020) tercatat 910 orang meninggal dan 40.553 orang positif terinfeksi secara global.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi,” ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health, penulis pendamping dari studi terbaru yang di-posting di medRxiv.

“Sementara Thailand melaporkan 25 kasus, saya pikir sebenarnya lebih banyak dari itu,” kata dia seperti dilansir VOA News, Jumat (7/2/2020). Hingga Senin (10/2/2020) pagi, jumlah pasien yang dilaporkan terinfeksi virus corona Wuhan di Thailand sudah 32 kasus.

Kamboja yang melaporkan satu kasus juga dianggap Lipsitch sangat tidak mungkin. Dia pun yakin bahwa ada lebih banyak kasus yang terjadi di Kamboja. Keyakinan Lipsitch itu berdasar pada penelitian yang memperkirakan jumlah rata-rata penumpang yang terbang dari Wuhan ke negara lain di seluruh dunia. Lebih banyak penumpang dari Wuhan mungkin berarti ada lebih banyak kasus.

Menurut Lipsitch, sistem kesehatan di Indonesia dan Thailand mungkin tidak dapat mendeteksi virus corona Wuhan. Hal ini dirasanya dapat menciptakan masalah di seluruh dunia. “Kasus yang tidak terdeteksi di negara mana pun berpotensi menyebarkan epidemi di negara-negara tersebut,” kata Lipsitch.

Penelitian yang dilakukan Lipsitch dan timnya adalah satu dari tiga riset teranyar yang mengatakan bahwa virus corona Wuhan kemungkinan sudah ada di Indonesia. Namun, tidak satu pun dari studi ini yang melalui proses ilmiah normal yang ditinjau oleh para ahli lain di luar tim.

Ketika wabah virus corona Wuhan menyebar dengan sangat cepat, para ilmuwan mengunggah temuannya secara online dan pada server pracetak agar informasi yang mereka miliki dapat tersebar luas dan bermanfaat.

Meski temuan tersebut masih dianggap kurang, para peneliti yang dihubungi VOA berkata bahwa temuan tersebut–virus corona Wuhan mungkin sudah ada di Indonesia–masuk akal. Pasalnya, di China, jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat setiap harinya.

Namun, di luar China, wabah itu hampir “tidak bergerak”. Kalaupun ada temuan baru, jumlahnya belasan, tidak seperti China yang tambahannya mencapai 100 kasus per hari. Inilah yang membingungkan para ahli kesehatan di dunia.

Jika benar ada, di mana virus corona Wuhan? Hal ini masih menjadi teka-teki yang belum bisa dijawab.

Ahli virus Christopher Mores dari Milken Institute School of Public Health University yang tidak terlibat dalam penelitian mengatakan, hal itu karena transmisi virus terbukti berbeda di luar zona wabah utama untuk beberapa alasan yang belum dijelaskan. “Atau kita hanya tidak menangkapnya dan menghitungnya, atau gagal saat mendeteksi,” ujar Mores.

Hingga kini, Indonesia, Thailand, dan Kamboja benar-benar menyeleksi turis dari China. “Indonesia tengah melakukan apa yang mungkin untuk dipersiapkan dan mencegah dari virus corona baru,” kata Dr Navaratnasamy Paranietharan, perwakilan Indonesia dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Sydney Morning Herald.

Navaratnasamy juga menyebutkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan di bidang pengawasan dan deteksi kasus baru virus corona.

Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Achmad Yurianto menepis tudingan bahwa Kemenkes tidak memiliki alat baru pendeteksi virus corona. Menurutnya Kemenkes telah melakukan double check di pintu-pintu masuk ke Indonesia. Selain menggunakan alat deteksi pan-Corona, Kemenkes juga menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang bisa langsung mendeteksi virus corona.

PCR ini diklaim alat baru yang digunakan Litbangkes untuk mendeteksi keberadaan n-CoV 2019. Tidak seperti pan-Corona yang bisa mendeteksi semua jenis corona virus. “Kita pakai PCR yang biasa digunakan di Australia dan Singapura, dan sudah sesuai standar WHO, semua penanganan kita sesuai standar WHO,” tegasnya dalam konperensi pers di Kemenkes, Senin (10/2/2020).

Menurutnya, pihaknya selalu berkoordinasi dengan WHO terkait virus corona. “Tiap hari kita laporan kok (ke WHO), kita kan satu tim dengan mereka jadi kita ga gerak sendiri, semuanya ada koordinasinya,” ujarnya.

Terkait tidak adanya pasien positif corona, Achmad mengatakan masih melakukan pemantauan lebih lanjut. Dia menegaskan, kontak dengan pasien positif corona biasanya terjadi di China, sehingga ketika pulang ke negaranya maka ia menyebarkan virus ke orang-orang terdekat.

“Jadi kalau di Indonesia ternyata belum ada kontak langsung dengan pasien yang positif, tapi kita tetap akan memantau ya, ini kan kita sedang meneliti karena ini virus baru,” ujar Achmad. “Kita ga perlu nanggapin tudingan-tudingan yang muncul, biarin lah orang-orang ragu, yang penting kita kerja yang bener,” tambah dia.

Indonesia dipastikan tidak masuk dalam daftar 27 warga negara asing di China yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona tipe baru. “Kami sudah mengecek kepada pihak yang berkompeten. Hingga 10 Februari pukul 08.00 (07.00 WIB), sebanyak 27 warga negara asing di China yang didiagnosis 2019-nCoV,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam pernyataan tertulis seperti dilansir Antara, Selasa pagi (11/2/2020).

Pihak Kedutaan Besar RI di Beijing menyebutkan bahwa di Provinsi Hubei yang merupakan awal berjangkitnya virus mematikan itu terdapat tujuh WNI. Kemudian di beberapa daerah selain Provinsi Hubei terdapat sekitar 1.800 WNI yang menurut Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun tidak ada yang terinfeksi 2019-nCoV.

“Kami selalu pantau terus kondisi mereka. Khusus untuk di Wuhan, hampir setiap hari saya ‘video call’,” ujarnya.

Geng menjelaskan bahwa 27 WNA yang terinfeksi tersebut, tiga di antaranya telah meninggalkan rumah sakit karena dianggap sembuh dan sampai saat ini masih ada 22 orang yang dalam perawatan. “Dua WNA lainnya meninggal dunia di Wuhan. Satu orang Tionghoa-Amerika yang meninggal pada Kamis (6/2) dan seorang lainnya warga Jepang yang meninggal pada Sabtu (8/2),” ujarnya memerinci. (rah/ berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *