Dampak Buruk Corona terhadap Ekonomi Akan Lebih Terlihat Belakangan

Kepala BPS Suhariyanto saat konferensi pers di Jakarta, Senin (17/2/2020). (Foto Antara)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan bahwa pemerintah perlu mewaspadai perdagangan ekspor-impor antara Indonesia dengan China, terkait dampak mewabahnya virus corona yang masih terus terjadi hingga saat ini.

“Saya pikir seluruh negara perlu mewaspadai, kita semua tidak bisa memperkirakan. Meskipun di luar sana banyak analis menyampaikan bahwa penurunan ekonomi satu persen China akan berdampak 0,2 atau 0,3 persen terhadap Indonesia, tapi itu kan simulasi,” ujar Suhariyanto di Jakarta, Senin (17/2/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Suhariyanto menegaskan bahwa dampaknya akan lebih terlihat pada bulan-bulan berikutnya. Dia menyampaikan ekspor Indonesia ke China hingga pekan ketiga Januari 2020 masih baik. Namun, dampaknya diprediksi akan lebih signifikan pada data perdagangan Februari 2020.

“Dampaknya akan lebih signifikan mempengaruhi sekitar bulan Februari dan Maret,” kata Suhariyanto menjelaskan.

Menurut data BPS, ekspor ke China mengalami penurunan 211,9 juta dolar AS pada Januari 2020 jika dibandingkan Desember 2019. Terdapat beberapa komoditas ekspor ke China mengalami penurunan yakni lemak hewan nabati dan bahan kimia organik.

Diketahui, kasus pertama virus corona di China terjadi pada Desember 2019, kemudian diidentifikasi sebagai virus corona pada 3-5 Januari 2020. Pada 20 Januari 2020, beberapa negara mulai melakukan pemeriksaan suhu tubuh.

Hingga, pada 21 Januari 2020 mulai terdapat korban dan tanggal 31 Januari 2020 China menetapkan negara sebagai darurat virus corona sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengakui dampak merebaknya wabah virus corona novel terhadap sektor pariwisata dan perdagangan di Indonesia.

Ketua Umum Apindo Hariyadi mengatakan penurunan kunjungan wisatawan asal China serta menurunnya kegiatan ekspor-impor ke China menjadi dampak merebaknya virus tersebut.

“Seperti Bali, sekarang sudah drop sekali. Sekarang turis China itu 1,7 juta orang, kalau tidak ada penerbangan dari China ya hilang. Belum lagi kegiatan ekspor impor kita juga sekarang mulai menurun,” kata dia di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Kendati tidak menjelaskan secara rinci, Hariyadi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu menyebut penurunan kunjungan turis China begitu terasa di sejumlah wilayah, seperti Manado dan Bali.

Di Manado, di hari biasa total kunjungan wisatawan asal negeri panda bisa mencapai 70 persen, namun saat ini menurun hanya di kisaran 30 persen saja.

Sementara di Bali, di periode low season seperti saat ini sedianya pengusaha hotel bintang tiga masih mendapatkan kunjungan wisawatan hingga 40 persen. Akan tetapi, karena mewabahnya virus corona, kunjungan wisatawan disebutnya tidak melebihi 30 persen.

“Saya belum bisa konfirmasi angkanya, tapi kalau dengar laporan teman-teman, di sana (Bali) itu dampaknya bukan hanya dari turis China saja tapi juga turis yang lain juga batal, seperti dari Eropa. Ini yang kami khawatirkan,” imbuhnya.

Ada pun terhadap kegiatan ekspor impor, Hariyadi menuturkan selain terkendala masalah administrasi, banyak pula pabrik yang ditutup karena dampak virus corona dan diperpanjangnya masa liburan imlek. “Itu otomatis dari segi produksi juga bermasalah. Lalu kita mau ekspor ke sana juga bermasalah karena tidak ada pesawat,” imbuhnya.

Meski Indonesia masih lebih banyak mengimpor dari China, Hariyadi mengakui pengusaha dalam negeri kelimpungan untuk mencari pasokan suku cadang, terutama untuk kegiatan produksi.

Dengan demikian, pengusaha harus mencari alternatif pemasok lain meski harganya lebih mahal.

Neraca perdagangan Indonesia masih defisit dengan China karena lebih banyak mengimpor dari China. Indonesia banyak mengekspor komoditas seperti barang mineral hingga minyak kelapa sawit. Sementara China banyak mengekspor barang konsumsi rumah tangga hingga manufaktur.

“Kalau dilihat, kondisi kita tidak sebegitu terdampak ketimbang China (soal ekspor impor). Kita impor lebih banyak, jadi defisit. Tapi tetap saja untuk dapat sparepart yang lebih murah kita kelimpungan juga, repot juga pasti,” katanya. (rah/Ant)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *