Istana Anggap Aksi 212 Soal Berantas Korupsi Masukan Bagi Pemerintah

Suasana Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI di Jakarta, Jumat (21/2/2020). (Foto Tempo)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan aksi yang digelar oleh Front Pembela Islam (FPI), GNPF-Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 di depan Istana Negara tak masalah selama dilakukan mengusung isu yang benar.

“Demo ya demo saja. Itu kan hak konstitusional warga negara kan katanya ingin bersuara, memberikan pendapat,” kata Dini di Kantor Sekretariat Kabinet, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Dini aksi demonstrasi menjadi tanda bahwa masih ada masyarakat yang belum puas terhadap kinerja pemerintah. Karena itu, ia menganggap demo sebagai bagian dari masukkan terhadap pemerintah. “Kalau memang mau demo apa yang menjadi keberatan, disampaikan ya secara edukatif juga. Bukan hanya sekadar ramai-ramai provokasi dan tawuran,” ujarnya.

Demo yang dinamai Aksi 212 diinisiasi oleh FPI, GNPF Ulama, dan PA 212. Mereka menyatakan aksi bertajuk ‘Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI’ itu digelar untuk merespons munculnya banyak kasus megakorupsi di Indonesia belakangan ini.

Sejumlah kasus korupsi yang pengusutannya dinilai mangkrak itu di antaranya kasus suap yang melibatkan politisi PDIP Harun Masiku kepada eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan kasus yang menjerat Honggo selaku Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kerugian negara mencapai Rp 35 triliun.

Menyangkut hal tersebut, menurut Dini, pemerintah sebenarnya telah menyerahkan pengusutan kasusnya pada pihak yang lebih berwenang. Dia mengharapkan pendemo juga bisa menerima hal itu.

Sementara itu Ketua Umum FPI Sobri Lubis saat aksi berlangsung mengusulkan hukuman berat untuk para korupto yaitu dihukum dengan potong tangan hingga potong leher.

“Kita rame-rame ngusulin ke DPR buat undang-undang pemberantasan korupsi. Hukumnya korupsi Rp 1 miliar ke bawah potong tangan, Rp 1 miliar ke atas potong leher. Setuju?” ujar Sobri, yang kemudian direspons oleh peserta aksi, “Setuju!”

Sobri saat menjadi orator di Aksi 212 mengatakan ada indikasi pelaku korupsi dilindungi oleh aparat penegak hukum. Dia kemudian berbicara hukum Islam terkait korupsi.

“Ada indikasi juga pelaku-pelaku korupsi dilindungi oleh aktor-aktor dan oknum-oknum aparat penegak hukum. Ini sangat memalukan, Saudara! Makanya kawan-kawan Islam itu simpel, hukum Islam itu, kayaknya kalau hukum sekarang ini udah nggak pantes untuk diterapkan di Indonesia, udah nggak bisa ngobatin Indonesia,” kata Sobri saat aksi, Jumat (21/2/2020).

Hukuman penjara bagi para koruptor, tegas Sobri, adalah mubazir. Menurutnya, hukum potong tangan dan leher bisa membuat orang jera. “Jangan dipenjara, mubazir. Bikin abis duit negara. Suruh masuk kerja tangannya udah buntung. Masuk kerja lagi. Cukup 1 instansi 1 masing-masing satu orang. Kalau nggak mau kerja, potong leher. Dia akan jadi obat di instansinya setiap ketemu teman-temannya udah buntung tangannya, berhenti korupsi satu instansi,” tegas Sobri. (rah/ berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *