Hukum Puasa Rajab menurut Imam Mazhab

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id-Mayoritas ulama dari kalangan Mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa puasa Rajab hukumnya sunah selama 30 hari. Pendapat ini juga menjadi qaul dalam mazhab Hanbali.

Para ulama madzhab Hanbali berpendapat bahwa berpuasa Rajab secara penuh (30 hari) hukumnya makruh apabila tidak disertai dengan puasa pada bulan-bulan yang lainnya. Kemakruhan ini akan menjadi hilang apabila tidak berpuasa dalam satu atau dua hari dalam bulan Rajab tersebut, atau dengan berpuasa pada bulan yang lain.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Para ulama mazhab Hanbali juga berbeda pendapat tentang menentukan bulan-bulan haram dengan puasa. Mayoritas mereka menghukumi sunah, sementara sebagian lainnya tidak menjelaskan kesunahannya.

Berikut pernyataan para ulama madzhab empat tentang puasa Rajab.

Mazhab Hanafi

Dalam Kitab Al-Fatawa Al-Hindiyyah, juz V halaman 239 disebutkan:

(Macam-macam puasa yang disunahkan adalah banyak macamnya). Pertama, puasa bulan Muharram, kedua puasa bulan Rajab, ketiga, puasa bulan Sya’ban dan puasa hari Asyura.

Mazhab Maliki

Dalam kitab Syarh Mukhtashar Khalil Al-Kharsyi, juz VI halaman 493-494, ketika menjelaskan puasa yang disunnahkan, Al-Kharsyi menjelaskan:

(Muharram, Rajab dan Sya’ban). Yakni, disunnahkan berpuasa pada bulan Muharram – bulan haram pertama -, dan Rajab – bulan haram yang menyendiri. …. (Maksud perkataan pengaram, bulan Rajab), bahkan disunnahkan berpuasa pada semua bulan-bulan haram yang empat, yang paling utama bulan Muharram, lalu Rajab, lalu Dzul Qa’dah, lalu Dzul Hijjah.

Mazhab Syafi’i

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz VI halaman 386,Imam Nawawi menjelaskan:

(Sebuah cabang masalah) Teman-teman kami (para ulama madzhab Syafi’i) berkata: Di antara puasa yang disunahkan adalah puasa bulan-bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, dan yang paling utama adalah Muharram.

Madzhab Hanbali

Dalam kitab Al-Mughni , juz VI halaman 181, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menjelaskan :

Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah puasa. Ahmad bin Hanbal berkata: Apabila seseorang berpuasa Rajab, maka berbukalah dalam satu hari atau beberapa hari, sekiranya tidak berpuasa penuh satu bulan. Ahmad bin Hanbal juga berkata: Orang yang berpuasa satu tahun penuh, maka berpuasalah pula di bulan Rajab. Kalau tidak berpuasa penuh, maka janganlah berpuasa Rajab terus menerus, ia berbuka di dalamnya dan jangan menyerupakannya dengan bulan Ramadhan.

Dalam kitab Al-Furu’ Libni Muflih, juz V halaman 98, Ibnu Muflih menjelaskan :

Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa. Hanbal mengutip: Makruh, dan meriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar dan Abu Bakrah. Ahmad berkata: Diriwayatkan di dalamnya dari Umar bahwasanya dia memukul seseorang karena berpuasa Rajab. Ibnu Abbas berkata: Sunnah berpuasa Rajab, kecuali satu hari atau beberapa hari yang tidak berpuasa. Kemakruhan puasa Rajab bisa hilang dengan berbuka (satu hari atau beberapa hari), atau dengan berpuasa pada bulan yang lain dalam tahun yang sama. Pengarang Al-Muharrar berkata: Meskipun bulan tersebut tidak bergandengan.

Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim menyatakan : Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab. (*)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar