Ada Virus Corona Jangan Ngotot Beribadah

Foto: AFP
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id,- Wabah penyakit bernama virus corona benar-benar melumpuhkan banyak sektor. Termasuk ibadah, dari sekadar shalat jumat hingga umroh dan haji.

Pariwisata ditutup, sekolah ditutup, pertemuan dibatalkan atau ditunda dulu pelaksanaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Semua demi menjaga keselamatan jiwa. Dan ini hukumnya wajib dalam ilmu fiqih. Maka jangan mentang-mentang demi ibadah, jangan ngotot.

Berikut ini dijelaskan beberapa contoh kesalahan yang mungkin kita lakukan dalam menghadapi wabah Covid-19 atau wabah-wabah lain yang ada di sekitar kita.

1. Pasrah tanpa usaha. Ini salah. Sebagian berkata, “Mati mah mati aja. Kalau belum taqdirnya mati juga ga bakalan mati”. Perkataan tersebut sekalipun benar secara aqidah, tetapi bukan berarti boleh dijadikan alasan pasrah tanpa berusaha. Karena tawakal (pasrah kepada taqdir Allah) menurut ajaran Islam adalah berusaha sebaik mungkin baru kemudian pasrah. Rasulullah bersabda:
لو أنكم توكلون على الله تعالى حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدوخماصا وتروح بطانا
Jika kamu sungguh bertawakal dengan sebenar2nya tawakal, Allah akan memberi rizqi kepadamu sebagaimana Allah memberi rizqi kepada burung. Pagi hari burung pergi dalam keadaan lapar. Sore hari pulang dalam keadaan sudah kenyang. (Hadits riwayat Imam Ahmad dan AtTirmidzi).

2. Tidak berusaha mencegah penyebaran Covid-19. Ini salah. Di dalam hadits disebutkan:
قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرْسِلُ نَاقَتِيْ وَأََتَوَ كُّلُ قَالَ : اِغْقِلهَا وَتَوَ كَّلْ
Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah kemudian bertawakkallah”. (Hadits riwayat Imam Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Jadi usaha itu bukan hanya berobat ketika sakit. Justru yang sangat penting adalah mencegah keburukan sebelum terjadi.

3. Tidak menaati protokol/aturan isolasi. Ini salah. Sekalipun pemerintah belum mengunci kota, tapi sudah ada protokol agar tetap di rumah jika sakit. Menjauhi keramaian. Dan lain sebagainya. Rasulullah bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأرْضٍ، وأنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عَلَيْهِ
Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu wilayah sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu. (Hadits riwayat Imam AlBukhari dan Muslim)

4. Memaksakan suatu ibadah padahal sudah ada larangan dokter. Ini salah. Ibadah wajib sekalipun bisa diberi keringanan (rukhshoh) jika memang ada potensi bahaya yang nyata. Allah berfirman:
اَيَّا مًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَ نْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara KAMU SAKIT atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang BERAT menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184)

Begitupula firman Allah:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَا غْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَ يْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَا فِقِ وَا مْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَ رْجُلَكُمْ اِلَى الْـكَعْبَيْنِ ۗ وَاِ نْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَا طَّهَّرُوْا ۗ وَاِ نْ كُنْتُمْ مَّرْضٰۤى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَآئِطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَا مْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَ يْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗ مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰـكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَ لِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika KAMU SAKIT atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 6)

Puasa Ramadhan bisa diganti hari lain karena sakit padahal itu rukun Islam. Puasa Ramadhan bisa diganti fidyah jika sakitnya berat padahal itu rukun Islam. Bersuci dari hadats bisa diganti tayamum jika sakit padahal tidak sah shalat jika belum suci dari hadats dan shalat itu rukun Islam sekaligus tiang agama. Lalu bagaimana pula dengan kewajiban-kewajiban yang derajatnya di bawah itu? Tentu ada rukhshoh-rukhshohs tertentu.

Contohnya berjabat tangan ketika bertemu (cuma sunnah), makan bersama di satu wadah (cuma sunnah), umroh (cuma sunnah), dll. Karena cuma sunnah, bisa diganti dengan hal-hal lain yang dibolehkan syariat. Nanti kalau wabah sudah terangkat, kita bisa lakukan aneka ibadah secara normal lagi.

5. Berkeyakinan bahwa orang yang sedang beribadah kepada Allah tidak akan terkena penyakit. Ini keyakinan yang sangat salah. Bukankah orang yang paling beriman dan taat beribadah adalah para Nabi? Padahal Allah berfirman tentang Nabi Ayub:
وَاَ يُّوْبَ اِذْ نَا دٰى رَبَّهٗۤ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَ نْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ
dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang”.
(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 83)

6. Sengaja mendatangi penyakit dengan alasan “Yang penting niat kita baik”. Ini salah besar juga. Di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab radhiallahu anhu, beliau pernah pergi untuk memerangi orang-orang kafir. Ternyata di negeri Syam (palestina dan sekitarnya) menyebar wabah penyakit. Maka Umar mengajak para shahabat Nabi yang lain untuk bermusyawarah. Sebagian tetap bersikeras untuk maju berjihad sekalipun harus melewati kota tersebut. Mereka berkata:
خَرَجْتَ لِوَجْهٍ تُرِيدُ فِيهِ اللَّهَ وَمَا عِنْدَهُ، وَلا نَرَى أَنْ يَصُدَّكَ عَنْهُ بَلاءٌ عَرَضَ لَكَ
Engkau pergi meninggalkan rumahnya karena menginginkan perjumpaan dengan Allah dan mendapatkan karunia yang ada di sisiNya. Kami berpandangan, jangalah wabah yang ditampakkan kepadamu akan memalingkanmu dari keinginanmu itu.

Sebagian shahabat Nabi yang lain lagi berkata:
إِنَّهُ لَبَلاءٌ وَفَنَاءٌ مَا نَرَى أَنْ تَقْدَمَ عَلَيْهِ
Sungguh yang menimpa negeri Syam adalah wabah dan kebinasaan. Kami berpandangan, janganlah kamu masuk ke negeri itu.

Setelah bermusyawarah dengan para sesepuh, Umar memilih pulang ke Madinah dan membatalkan jihad tersebut. Kemudian datang Abdurrahman bin Auf radhiallahu anhu yang belum tahu permasalahan wabah itu. Setelah diceritakan, beliaupun berkata:
عِنْدِي مِنْ هَذَا عِلْمٌ
Aku punya ilmu dalam masalah ini.

Umar berkata:
فَأَنْتَ عِنْدَنَا الأَمِينُ الْمُصَدَّقُ، فَمَاذَا عِنْدَكَ؟
Engkau adalah orang terpercaya yang dipercaya kebenarannya. Apa ilmu yang kau punya?

Abdurrahman bin Auf radhiallahu anhu berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «إِذَا سَمِعْتُمْ بِهَذَا الْوَبَاءِ بِبَلَدٍ فَلا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ وَأَنْتُمْ بِهِ فَلا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ…»
Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jika engkau mendengar berita tentang wabah begini di suatu wilayah, janganlah kamu memasuki wilayah tersebut. Jika kamu sudah terlanjur berada di dalam wilayah tersebut, jangan keluar karena lari dari wabah tersebut…
(Kisah diriwayatkan Imam AtThabari dalam kitab tarikhnya)

Menurut kisah di atas, pendapat sebagian shahabat yang HANYA MEMENTINGKAN niat ibadah tanpa mempertimbangkan kondisi faktual yang tengah terjadi merupakan pendapat yang salah. Bertentangan dengan pendapat shahabat yang lain, bertentangan dengan pendapat shahabat yang lebih sepuh, bertentangan dengan pendapat shahabat yang lebih tinggi imannya (Umar bin AlKhattab radhiallahu anhu), bahkan bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jika sudah bertentangan dengan ajaran Rasulullah, maka pendapat tersebut wajib ditolak.

7. Tidak serius menangani wabah yang berbahaya apalagi sampai menyangka wabah tersebut tidak usah diseriusi. Ini salah. Rasulullah bersabda:
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa. (Hadits riwayat Imam Muslim)

8. Memarahi atau membenci orang yang menularkan wabah kepadanya. Ini juga salah. Sekalipun kita wajib menghindari sumber wabah, namun jika sudah terkena, janganlah kira membenci orang yang menularkan wabah itu kepada kita. Karena wabah tidak akan bisa menular ke kita jika Allah tidak mengizinkan. Maka hakikatnya ini adalah taqdir Allah yang harus kita jalani dengan sabar. Rasulullah bersabda
لا عدوى ولا صفر ولا هامة
Tidak ada penyakit menular tanpa izin Allah, tidak ada hubungan antara kesialan dengan bulan Shafar, dan tidak ada hubungan antara kebinasaan dengan burung hantu. (Hadits riwayat Imam AlBukhari dan Muslim)

9. Lupa berdoa. Ini juga salah. Melakukan usaha-usaha logis bukan berarti meninggalkan usaha-usaha yang bersifat keagamaan. Rasulullah pernah berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الأَسْقَامِ
Ya Allah sungguh aku berlindung kepadamu dari penyakit lepra, gila, kusta, da dari keburukan-keburukan penyakit lain. (Hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, AnNasai, dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

10. Lupa berdzikir. Ini pun sebuah kesalahan. Banyak dzikir-dzikir yang bisa diamalkan dalam rangka memohon perlindungan Allah. Di antaranya:
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dengan nama Allah yang dengan namaNya tidak akan menimbulkan bahaya sesuatupun di bumi maupun di langit.

Berdasarkan sabda Rasulullah:
ما من عبد يقول في صباح كل يوم ومساء كل ليلة: بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء، وهو السميع العليم ثلاث مرات فيضره شيء
Tidaklah ada sesuatu yang dapat membahayakan seorang hamba jika setiap hari dia membaca:
“بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ”
sebanyak tiga kali pagi dan petang. (Hadits riwayat Imam Ahmad, AtTirmidzi, dan Ibnu Majah. Diriwayatkan juga oleh Imam AlBukhari dalam AlAdab AlMufrad)

11. Tidak memperhatikan ucapan para ahli seperti dokter, ahli kesehatan masyarakat, ahli gizi, dan lain sebagainya. Ini salah. Agama Islam amat menghargai orang yang berilmu sekalipun dia orang kafir. Allah berfirman:
وَمَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَا لًا نُّوْحِيْۤ اِلَيْهِمْ فَسْــئَلُوْۤا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ۙ
Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
(QS. An-Nahl 16: Ayat 43)

Ayat ini ditujukan kepada kaum kafir Qurays yang meragukan kenabian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Di antara kafir Qurays itu ada yang membantah dengan bantahan yang tidak logis. Allah menceritakan kejadian itu:
وَقَا لُوْا مَا لِ هٰذَا الرَّسُوْلِ يَأْكُلُ الطَّعَا مَ وَيَمْشِيْ فِى الْاَ سْوَا قِ ۗ لَوْلَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُوْنَ مَعَهٗ نَذِيْرًا ۙ
Dan mereka berkata, “Mengapa rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia”,
(QS. Al-Furqan 25: Ayat 7)

Maka Allah memerintahkan mereka untuk bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani tentang kisah para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Semua Nabi dan Rasul yang diutus kepada kaum manusia adalah manusia juga. Mereka biasa makan dan berjual-beli di pasar demi memenuhi kebutuhan mereka.

Dan cukuplah diturunkan Nabi/Rasul dari kalangan manusia dalam rangka mengajarkan ajaran Allah. Tidak perlu diturunkan malaikat. Jika malaikat yang datang, itu artinya kaum tersebut sudah tidak bisa diharapkan lagi keimanannya. Sehingga malaikat didatangkan untuk mengazab mereka. Jadi bantahan kafir Qurays itu kacau (ngaco) karena dari zaman dulu yang namanya Nabi atau Rasul memang sifatnya sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Jika Allah membolehkan bahkan memerintahkan mereka bertanya kepada orang kafir yang berilmu dalam salah satu masalah agama, apalagi dalam masalah duniawi. Dalam masalah duniawi, Rasulullah mengakui bahwa ada orang yang lebih faham ilmu duniawi dibanding beliau. Rasulullah bersabda kepada petani kurma:
أنتم أعلم بأمر دنياكم
Engkau lebih berilmu dalam urusan duniamu. (Hadits riwayat Imam Muslim)

Nabi juga pernah mempekerjakan orang Yahudi untuk mengurusi pertanian di Khaibar setelah orang-orang Yahudi itu berkata:
نحن أعلم بالأرض منكم
Kami lebih berilmu tentang tanah ini dari kalian. (Hadits riwayat Imam Abu Dawud)

والله أعلم
والله الموفق إلى أقوام الطريق

Sumber:fur/fb

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *