Menganalisis dan Bersikap Preventif dalam Penanganan KLB Covid-19

Ilustrasi Cek awal corona (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Masrifan Djamil

Masih terbaca dalam share di medsos, “Alhamdulillah kasus covid-19 kita lebih kecil dibanding negara lain”. Ketika diumumkan kasus COVID-19 di negeri kita baru 69 orang, meninggal 4 orang kemarin. Bagaimana seharusnya bersikap dalam KLB (baca wabah) suatu penyakit menular?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertama, WHO sudah menyatakan wabah ini adalah PANDEMI, menyangkut seluruh penduduk di muka bumi. Penularan COVID-19 amat cepat, sekarang sudah mengenai 138 negara, dengan angka kematian semakin besar, dan ditemukan fakta-fakta tentang virus baru ini, yaitu: dia tahan di luar tubuh manusia lebih lama dari virus sejenis (corona virus, suatu RNA virus), penderita yang telah sembuh masih terancam infeksi ulangan karena infeksi COVID-19 tidak membentuk kekebalan tubuh setelah sembuh darinya.

Kedua, dalam ilmu public health (kesehatan masyarakat), salah satu cabangnya adalah epideiology, ilmu tentang kejadian penyakit pada suatu populasi manusia, kasus yang muncul itu the tip of the ice berg, puncak gunung es. Jika gunung es menunjuk angka 96 kasus COVID-19 maka besaran es di bawah permukaan air laut bisa ber-puluh kali atau bisa ratusan kali dr jumlah yang ditemukan. Maka sikap yang benar adalah waspada, berhati-hati dan tidak menyelepekan. Mengapa? Virus korona (COVID-19) tidak kasad mata, dan keluar dari tubuh pembawa (bisa orang sakit), bisa juga CARRIER (orang yang mengandung virus tetapi tidak sakit) melalui DROPLET (percikan dari batuk, bersin atau bicara/tertawa keras). Padahal droplet juga tidak tampak. Bahkan sebagian besar masyarakat kita tidak paham atau tidak percaya atas hal itu. Penderita COVID-19 tidak menyadari kalau sakit ketika masih dalam masa inkubasi, maka dia akan tetap bekerja dan berhubungan dengan orang lain, maka potensinya dia menyebarkan droplet ke mana-mana.

Benar pak Anies Baswedan, Jangan panik, tetapi jangan menyepelekan. Intinya, semua aktivitas preventif terukur. Dalam ilmu pencegahan penyakit AIRBORNE DISEASE, yang ditularkan melalui udara karena ada DROPLET dari bersin, batuk dan bicara keras/tertawa keras, sudah ada tatacaranya. Bagi yg batuk, bersin WAJIB MENUTUP MULUT DAN HIDUNG, dengan tissue, sapu tangan dll. Edukasi tanpa embel2 kita lebih baik dari negara ini itu, tidak perlu.

Ketiga, jika suatu negara (bisa lebih kecil sampai pemerintah di tingkat kelurahan) mau memberantas penyakit, khususnya yang menular seperti COVID-19, harus menelaah minimal beberapa aspek dalam suatu pupulasi manusia: Man, Time, Place, determinan yang ada. Pengumuman pemerintah masih kurang jelas jika dikaitkan agar populasi (komunitas) waspada untuk ikut dalam pencegahan.

Update info kasus COVID-19 hanya menyebut nomor kasus, umur dan waktu, tidak menyebut lokasi dimana pasien tinggal atau ditemukannya dan asalnya. Sehingga sepertinya mendadak ada kasus positif yang nongol di suatu daerah dan meninggal lalu heboh. Padahal tentunya tidak mungkin mendadak. Pasti ada interaksi antara orang sakit dengan orang sehat yang lalu menjadi sakit.

Kalau studi epidemiologi-nya kuat, maka tracing (atau disebut di TV tracking) akan terjawab kemungkinan besar asal penularan suatu kasus baru itu dari mana? Orang / binatang yang menulari dari mana, sudah kemana saja, masih hidup atau sudah mati. Positif di negara mana? Pernah bepergian kemana? Ketemu dengan siapa? Atau sudah lokal antar penduduk negeri kita? Semua mungkin sudah dilakukan, tetapi alangkah baiknya penduduk sehat di lokasi-lokasi penemuan kasus mengetahui supaya dapat melakukan langkah preventif.

Dari informasi itu, maka segera dilakukan langkah-langkah epidemiologi untuk “memadamkan kebakaran” (kejadian luar biasa/KLB) yang terjadi sebelumnya di daerah asal, di daerah kasus baru, maupun prediksi penyebarannya kemana, maka langkah antisipasinya lebih jelas.

Covid-19 benar2 ujian dari Allah untuk umat manusia. Seluruh dunia Bukan hanya China. Dampaknya terbukti semua dimensi kehidupan manusia (multi dimensi) dapat terkena, dengan langkah apapun untuk mencegah penularannya, apakah “lock down”, pembatasan atau lainnya. Maka upaya pencegahan dan penanganannya jangan lupa memohon pertolongan Allah ﷻ dengan berdoa kepadaNya.

*). Doktor dan dokter, Ketua Departemen LITBANG PP IPHI

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *