Kaitan Herd Immunity dan COVID-19

Foto: aljazeera
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id- Pandemi COVID-19 telah membuat banyak orang bertanya-tanya kapan dan bagaimana wabah dapat mereda. Penelitian terus dilakukan dan terus berkembang, segala cara dan kemungkinan mulai disuarakan.

Belakangan Inggris dan Belanda membunyikan soal kemungkinan herd immunity (kekebalan kelompok) dalam melawan COVID-19. Apa itu herd immunity dan apakah itu diperlukan dalam penanganan COVID-19?.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menukil laman hellosehat.com, Sir Patrick Vallance, kepala ilmiah pemerintah Inggris membuka pilihan untuk membentuk herd immunity. Membiarkan hingga 60 persen dari populasinya terinfeksi COVID-19 dan membentuk herd immunity di kalangan usia muda.

Pada Jumat (13/3), kepala penasihat medis dan urusan sains pemerintah Inggris, Sir Patrick Vallance, mengatakan di BBC Radio 4 bahwa salah satu hal utama yang perlu kita lakukan adalah membangun semacam kekebalan kawanan.

“Sehingga lebih banyak orang kebal terhadap penyakit ini dan kami mengurangi perpindahan,” ujarnya.

Selain Inggris, Belanda juga menyuarakan hal serupa. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan lockdown tidak menjadi salah satu pilihan mereka. Rutte menyebut akan mencari cara lain salah satunya yang masuk ke dalam pilihannya adalah “penyaluran terkontrol dalam kelompok yang memiliki risiko paling rendah.”

Usul tersebut lalu memunculkan banyak komentar dan kritik dari para ahli.

Dua hari kemudian Matt Hancock, Sekretaris Negara untuk Perawatan Kesehatan dan Sosial Inggris, menyangkal hal usulan tersebut. Ia mengatakan bahwa “kekebalan kelompok adalah cara lain yang alami dari suatu epidemi”.

“Kami akan mendengarkan semua ilmuwan yang kredibel dan kita akan melihat semua buktinya,” katanya. “Herd immunity bukan tujuan atau kebijakan kami, ini adalah konsep ilmiah,” sambungnya.

Menurut Vaccine Knowledge Project University of Oxfordherd immunity (kekebalan kelompok) adalah kondisi di mana sekelompok besar orang menumbuhkan kekebalan imun atas suatu penyakit.

Ketika cukup banyak orang di suatu komunitas kebal terhadap suatu penyakit, maka akan sulit bagi virus tersebut untuk menyebar karena tidak banyak orang yang dapat terinfeksi.

Sebagai contoh, saat satu orang sakit campak dikelilingi oleh orang yang sudah divaksin dan kebal terhadap campak, maka tidak mudah untuk penyakit itu menular ke individu lain. Orang-orang yang kebal ini jadi semacam benteng pertahanan. Jika penyakit itu tidak mudah ditularkan kepada siapa pun, maka akan dengan cepat menghilang.

Herd immunity, atau kekebalan kelompok, atau perlindungan kawanan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan seperti bayi yang baru lahir, orang tua, dan mereka yang terlalu sakit untuk divaksinasi,” tulis Vaccine Knowledge University of Oxford.

Hanya saja, kekebalan kelompok tidak melindungi dari segala macam penyakit menular yang dapat divaksin. Contohnya pada penyakit tetanus yang berasal dari bakteri di lingkungan dan bukan dari orang lain yang memiliki penyakit. Jadi tidak peduli berapa banyak orang yang divaksinasi atau kebal pada tetanus, itu tidak akan melindungi satu individu yang rentan untuk terinfeksi hal tersebut.

Dalam kekebalan kelompok ini, tidak penting bagaimana cara mereka kebal terhadap virus, apakah itu karena vaksinasi atau karena sudah tertular. Kekebalan kelompok biasanya dicapai melalui vaksinasi daripada melalui penyebaran yang lalu disembuhkan.

Para ahli telah mengingatkan bahwa membiarkan COVID-19 menyebar di antara masyarakat yang lebih muda dan lebih sehat merupakan cara berbahaya untuk membangun kekebalan. Beberapa ahli menjelaskan mengapa herd immunity tidak bisa melawan penyebaran infeksi COVID-19 dan tidak perlu dilakukan.

Di balik tercetusnya pembentukan kekebalan kelompok ini adalah meminimalkan penyebaran COVID-19 seperti gelombang flu Spanyol pada 1918. Dalam skenario kekebalan kelompok yang termasuk berhasil populasi satu kawanan terinfeksi, sembuh, dan berhasil membentuk imunitas. Membuat mereka resisten terhadap infeksi ulang.

Agar bisa terbentuk herd immunity seperti ini, menurut Sir Patrick Vallance, virus COVID-19 perlu menyebar ke sekitar 60 persen populasi Inggris.

Berikut perhitungan yang dilansir Vox. Total ada 66 juta orang yang tinggal di Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara. Dengan strategi herd immunity tersebut, berarti COVID-19 harus dibiarkan menginfeksi sekitar 40 juta orang.

Mengingat minimnya akses ke perawatan medis dan faktor-faktor lainnya, tingkat kematian dari pembentukan kekebalan kelompok tersebut akan mencapai angka 300 ribu sampai satu juta jiwa.

Hal tersebut menyebabkan lebih dari 200 ilmuwan dan profesional medis menentang strategi kekebalan kelompok dalam sebuah surat terbuka. Para ahli berpendapat bahwa kekebalan kawanan bukanlah pilihan yang layak. “Cara ini akan membuat tingkat stres bertambah dan tentunya membahayakan banyak nyawa,” tulis para pakar dalam surat tersebut.

Sebaliknya, mereka menyerukan langkah social distancing yang ketat dan lebih serius daripada yang direkomendasikan pemerintah saat ini.

“Dengan menerapkan langkah-langkah social distancing, penyebaran dapat diperlambat, dan ribuan nyawa dapat terhindar dari bahaya. Langkah-langkah tambahan dan lebih ketat harus segera diambil, karena sudah menyebar di negara-negara di seluruh dunia.” ujar mereka. (wh/hellosehat)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *