Covid-19 Darurat Kemanusiaan Bukan Darurat Kekuasaan

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Biro Pers Setpres)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Pojok Rumah Pancasila.

Rupanya pemerintah mulai resah dan was-was sehingga melihat wabah corona menjadi sebuah ancaman politik takut kalau kekuasaannya dikudeta. Maka yang terjadi kepanikan pemerintah itu bukan lagi menyelamatkan rakyatnya tetapi lebih penting menyelamatkan kekuasaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kita bisa merasakan dari awal mula tentang penanganan wabah Covid-19, pemerintah menganggap remeh sehingga tidak ada konsep penyelesaian yang terintegrasi. Seharusnya domain penanganan wabah Covid-19 ini di tangan Menkes dengan melibatkan stakeholder misalnya IDI, PMI, BPBN, TNI, Polri, dan lain-lain, tetapi mengapa justru peran Menkes tidak menjadi central penanggulangan Covid-19 dan tidak menggunakan UU No. 6 tahun 2018 tentang karantina?

Perdebatan mulai muncul dengan keputusan beberapa daerah yang melakukan kebijakan tentang lockdown untuk menyelamatkan warganya. Dari awal kerja, Gubernur DKI Anies Baswedan sudah dicurigai bahkan para buzzer yang disiapkan pemerintah pusat mencoba mengganggu segala tindakan Anies dengan dilemahkan melalui berbagai isu.  Tetapi karena cerdasnya Anies dan masifnya dukungan warga DKI rasanya sulit untuk mencegah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Anies.

Rupanya pemerintah pusat kebakaran jenggot dengan putusan banyak kepala daerah melakukan lockdown atau karantina wilayah. Bahkan Gubernur Papua yang melakukan lockdown membuat Mendagri dan Presiden marah sehingga mengeluarkan pernyataaan bawah keputusan lockdown atau karantina wilayah ada di tangan Presiden.

Rupanya, mulai terjadinya pembangkangan oleh beberapa kepala daerah ini akibat dari gamangnya pemerintah untuk mengambil keputusan karantina wilayah. Padahal UU No. 6 tahun 2018 sudah jelas mengatur tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah, tapi rupanya pemerintah pusat ketakutan terhadap keputusan yang bisa melemakan ekonomi. Bagaimana lebih penting ekonomi daripada nyawa rakyatnya? Di sinilah pokok masalah kebijakan pusat dan daerah menjadikan pertentangan yang justru negatif dalam menanggulangi wabah Covid-19.

Terlambatnya persediaan APD juga merupakan persoalan yang pelik sebab para tenaga medis sebagai ujung tombak ibarat perang justru tidak diberi senjata dan alat pengaman yang bisa diandalkan. Para menteri tidak lagi terintegrasi yang saling mendukung. Justru lemahnya koordinasi kementerian menjadi runyam bagaimana Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan tidak mengetahui kurangannya APD buat rakyatnya, dan yang lebih aneh lagi APD yang didatangkan dari China buatan Indonesia.

Keputusan penguasa yang akan menjalankan Darurat Sipil adalah semakin memperlihatkan kepanikan dalam menangani Covid-19 yang tidak lagi dipandang sebagai bencana kesehatan justru dialihkan sebagai ancaman politik yang bisa meruntuhkan kekuasaan rezim ini. Ancaman Covid-19 tidak akan segera sirna jika cara pandang pusat dan daerah justru berada pada titik kecurigaan yang akut.

Rakyat hanya bisa merasakan dan melihat bagaimana kebijakan pemerintah pusat yang tidak tegas seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa dan Tanah Air Indonesia dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Justru rakyat melihat pertentangan pemerintah pusat dan daerah, dan menjadi terpecah belah dalam menyelesaikan penanganan Covid-19 yang tidak lagi memberikan energi positif, malah sebaliknya.

Darurat kesehatan harus diselesaikan dengan cara-cara penyelamatan kemanusiaan bukan Darurat Sipil yang lebih mengutamakan penyelamatan kekuasaan. (*)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *