Bapak Menkes Yth, Saatnya Kita Ambil Komando

Terawan Agus Putranto. (Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



MENUNGGU BERARTI MENUMPUK RISIKO SEBARAN COVID-19

#pembatasan kegiatan dalam suatu wilayah

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Oleh Dr.Abidinsyah Siregar

(Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Alumnus Public Health Management Disaster, Thailand/ Mantan Tim Penanggulangan Pandemi Flu Burung/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua Orbinda IKAL Lemhannas)

Begitu terbit Peraturan Menkes (PMK) No.9 Tahun 2020 pada 3 April 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Banyak komentar tentang kekhawatiran atas PMK ini.

Saya berulang membaca dan membaca sampai berlinang airmata.

Sejak awal penulis sangat optimis dengan diterbitkannya PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang berlaku sejak ditandatangani bapak Presiden Jokowi pada 31 Maret 2020.

Presiden menegaskan PSBB ini merupakan pilihan yang paling rasional. Tentu Bapak Presiden sudah melihat dari berbagai alternatif pilihan yang tersedia.

Optimisme saya tuangkan dalam dua tulisan berturut dibawah judul “Harapan Dibalik Harapan Presiden Jokowi, Adakah Strategi Cerdas Melandaikan Eskalasi Virus Covid-19?” (1 April 2020, jam 23.00) dan tulisan kedua pada 3 Maret 2020 pukul 23.30 WIB dengan judul “Harapan Bersama Di Era PSBB, Sudah Adakah Rekomendasi Menkes?”
Kedua tulisan ini dan tulisan lain untuk mendukung upaya cerdas mencegah Virus Covid-19.
Tulisan juga dikirimkan via WA kepada beberapa Menteri, termasuk Menteri Kesehatan. Beberapa Menteri/Kepala LTN memberi respons.

Dalam penjelasan umum, disebutkan dengan pernyataan WHO bahwa corona virus disease 2019 (Covid-19) sebagai Pandemi, sehingga dilakukan upaya penanggulangan agar tidak terjadi peningkatan kasus. Dan untuk itu dilakukan penyelenggaraan kekarantinaan. Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan TANGGUNGJAWAB BERSAMA Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor resiko yang berpotensi menimbulkan kedaruratan.

Pasal 1 PP.21 Tahun 2020, menyebutkan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu WILAYAH yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus Covid-19.

KEPUTUSAN persetujuan untuk menyatakan suatu wilayah untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (meliputi aspek pendidikan, pekerjaan, kegiatan keagamaan, fasilitas umum, pemenuhan kebutuhan dasar penduduk), dalam implementasinya dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas PP Covid-19.
Salah satu kriteria penetapan adalah jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit yang meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

KARAKTER WABAH
Wabah yang disebabkan bakteri atau virus sifatnya tidak mengenal batas, nomenkaltur yang digunakan adalah WILAYAH terdampak.

Lihatlah Covid-19, berawal dari satu komunitas kecil di kota Wuhan, merebak luas dikota Wuhan dan mulai menyebar ke berbagai kota terdekat. Ini terjadi di akhir Desember 2019. Di bulan Januari sudah menjangkau puluhan Negara. Hal ini terjadi sejalan dengan mobilitas manusia lintas kota, lintas negara. Sejak kematian pertama terjadi di Wuhan pada 10 Januari 2020, beberapa negara sudah membuat langkah Kontijensi sesuai prosedur Karantina, Banyak Negara malah mengabaikan, sehingga belakangan merasakan akibatnya.

Dalam tempo cepat meluas lintas benua, sehingga 12 Maret 2020 Dirjen WHO menyatakan sebagai Pandemi, sehingga berlaku dan diberlakukan sejumlah Protokol WHO sebagai model di tiap Negara.
Hari ini kasus sebaran virus Covid-19 sudah menjangkau 206 Negara disemua benua, menjangkiti lebih dari 1.202.715 orang dengan kematian 64.700an serta sembuh 246.600an. Eskalasi eksponensial ini terjadi dalam lebih 90 hari, dengan pola grafik yang masih tajam keatas dan belum ada tanda berhenti.

Di Indonesia, berawal dari Pernyataan bapak Presiden pada 2 Maret 2020 bahwa terdapat 2 orang warga Indonesia di Depok positif virus Covid-19.
Hari ini 5 Maret 2020 siang sudah menjangkau seluruh Provinsi di Indonesia dengan 2.092 kasus terinfeksi positif, meninggal 191 orang dan sembuh 150 orang.

Saat masih ada 8-10 Provinsi hijau (jumlah 0 kasus) yang saya lihat di Peta Kendali dan Informasi di Markas PMI, dalam tulisan 24 Maret 2020, penulis sudah ajukan konsep perlindungan dan pencegahan.

Dari gambaran diatas, tampak jelas bahwa gerakan virus sesuai dengan gerakan manusia. Sesungguhnya yang kita HENTIKAN GERAKAN MANUSIA.

Bisa dibayangkan jika ada kasus suspect atau positif (bisa dengan tanpa gejala) sedang melakukan perjalanan dari Jakarta mudik menuju Jember, akan melewati beberapa tempat, rumah makan, kedai minuman, SPBU, toilet umum, belanja snack, di banyak kota sejak di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jatim dan berakhir di Jember.
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dalam masa inkubasi 2 sampai 14 hari.

Gubernur Jawa Barat bp.Ridwan Kamil pada kesempatan video conference dengan Bapak Wakil Presiden kemarin, mengemukakan upayanya melakukan 15.000 Rapid Diagnostic Test di beberapa kota sekitar DKI Jakarta dan Banten serta Bandung, hasilnya ditemukan 667 positif baru.
Beliau sangat-sangat mengkhawatirkan kemungkinan angka sebenarnya jumlah terpapar virus ini lebih besar.
Di Korea Selatan katanya, hasil RDT menjaring 2% positif.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO.9 TAHUN 2020 TENTANG PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
Setelah saya baca berulang-ulang, untuk menemukan apa harapan dan terobosan tindakan cepat didalamnya.
Karena Wabah ini berkembang sangat sangat cepat, butuh respons cepat dalam pelayanan kesehatan rujukan dan perlu respons cepat masyarakat untuk isolasi bahkan karantina, disamping eskalasinya yang tak terduga.

Letjen TNI Doni Monardo, Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dalam rapat kerja virtual dengan Komisi IX DPRRI pada 3 Maret 2020, mengungkapkan data prakiraan puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia, dengan mengutip data kajian Badan Intelijen Negara (BIN) (lihat liputan.com) menyebutkan puncaknya pada akhir juni atau akhir juli 2020, dengan prediksi jumlah kasus terpapar virus covid-19 sebanyak 105.765 sampai 106.287 orang positif Covid-19.
Beliau menegaskan akurasinya 99 %.
BIN sudah membuktikan perkiraannya pada akhir Maret akan berjumlah 1.577 kasus, ternyata yang terjadi 1.528 orang kasus positif.

Di Jakarta post, Eijkman-Oxford Clinical Research memprediksi 71.000 kasus pada akhir April.

Apa yang tertera pada PMK No.9 Tahun 2020, adalah prosedur Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota untuk mengUSULkan Daerahnya meminta penetapan status PSBB, dengan SEJUMLAH DOKUMEN yang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi, termasuk data jumlah dan luas sebaran, peta sebaran, kurva epidemiologik disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga. Selanjutnya kajian kesiapan Daerah dalam mengatasi efek terhadap aspek sosial, ekonomi, polhankam, keagamaan dan pendidikan. Disamping masih mengharuskan kajian dan pertimbangan Tim Gugus Tugas PPC-19 (Pasal 4).
Selain diatas, pada pasal 2 menyebutkan ada kriteria yang harus dipenuhi.

Rekan-rekan banyak komentar di Whatsapp, kapan mulainya PSBB kalau tugas Menkes cuma menunggu usulan Daerah. Daerah pasti juga bingung menyusun dokumen yang lumayan rumit dan bagai kehilangan sense of crisis.
KONDISI MENUNGGU USUL DAERAH ini menjadi sebuah masalah potensial yakni kehilangan waktu dan kesempatan.
Kehilangan waktu menjadi undangan bagi Virus untuk timbulnya eskalasi kejadian luar biasa yang benar-benar luarbiasa.
Maaf, menurut kelaziman pendekatan kegawat daruratan ini sangat riskan.

APA YANG HARUS DILAKUKAN
Menkes harus segera AMBIL INISIATIF untuk menetapkan Daerah terpapar yang dalam nomenklatur PP 21/2020 disebut sebagai WILAYAH (yang hampir pasti lintas Kabupaten/Kota, lintas Provinsi bahkan ada lintas batas Negara (kita berbatasan dengan10 Negara tetangga).

Data sebaran Wabah pasti sudah ada ditangan Kementerian Kesehatan (ada 2.092 orang kasus positif termasuk 191 kematian yang sudah diperoleh DATA TRACKING/PELACAKAN dengan semua kontak aktifnya), juga ada ditangan Kepala BNPB, ditangan BIN, ditangan Badan Informasi Geospasial (Bakosurtanal), Biro Pusat Statistik (BPS) dan BKKBN (dengan Data Keluarga bisa diketahui/dilacak/ tracking keberadaan anggota keluarganya), begitu juga dengan dukungan Kemendagri melalui Ditjen Adminduk. Seluruh data diolah, digabungkan dengan data kasus yang ada, dilakukan tracking kilat, kita akan dapatkan PETA SEBARAN yang lebih mendekati fakta.

Para ahli banyak membantu dengan berbagai informasi, semisal adanya 50 dari 100 Kabupaten Kota memiliki resiko tertinggi dengan 49%. Beberapa dari yang 50 Kab/Kota berada di Pulau Jawa.
Ada 10 Provinsi dengan kondisi sangat kekurangan fasilitas kesehatan termasuk kekurangan SDM, ruang isolasi yang tidak memadai dan APD.
Sudah banyak tenaga medis dan perawat yang wafat dalam tugas. Termasuk terbanyak didunia.

Data sudah terbuka dan sudah diketahui bersama. Sepertinya tidak perlu menunggu usulan Daerah. Bagaimana pula kalau Daerah kurang punya sense of disaster atau lama mengajukan usul PSBB, lebih bahaya bagi Republik.

Inilah yang harus dilakukan Bapak Menkes RI, segeralah ambil KOMANDO, agar harapan Bapak Presiden bisa langsung eksekusi.

Menkes juga perlu menyusun Konsep Dokumen Kerjasama Pusat dan Daerah (khususnya dengan Pemerintah Provinsi) untuk secara bersama dalam Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagai Tanggungjawab Bersama Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan umum pada PP No.21 Tahun 2020 tentang PSBB.

Setelah PENETAPAN MENKES, Daerah masih punya seabreg pekerjaan yang menjadi tugas pokok untuk memastikan seluruh sistem pencegahan dan penanganan Covid-19 berjalan total dan terpadu serta KOMPAK.

Disamping masih ada tugas tambahan yang harus dikerjakan dengan seksama dan berkordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk mengalirkan dana tambahan APBN 2020 sebesar Rp.405,1 Triliun.

Penetapan Menkes atas PSBB Wilayah ini perlu sekali dilakukan cepat, karena angka kematian (CFR) kita yang relatif paling tinggi, sementara kesembuhan paling lambat dan rendah. Situasi menuntut Respons Sangat Cepat.

Daerah tampaknya sudah siap secara tehnis, namun tetap butuh dukungan konsultan tehnis untuk seluruh wilayah Indonesia, disamping kecepatan penyediaan alat perbekalan kesehatan termasuk APD dan Penambahan ruangan isolasi untuk persiapan menghadapi jumlah yang diperkirakan BIN.

TIDAK ada kamus menunggu dalam manajemen Kegawatdaruratan.
Karena WAKTU adalah Golden Opportunity.

SEMOGA HARAPAN BAPAK PRESIDEN SEGERA TERWUJUD.
SALAM SEHAT DAN RASIONAL.

Jakarta, 5 April 2020, 13.00

Dr.Abidin/ GOLansia.com/kanal-kesehatan.com

#SILAHKAN SHARE, JALAN AMAL

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *