DNIKS Berharap Penanganan COVID-19 Tidak Timbulkan Keresahan

Sekretaris Jenderal DNIKS Edwil S Djamaoeddin. Foto: Istimewa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id-Penularan COVID-19 secara masif memunculkan stigmatisasi bagi penderita virus asal Wuhan, China ini. Beragam bentuk stigmatisasi muncul di sejumlah daerah.

Mulai dari aksi pengucilan dan pengusiran terhadap ODP/PDP karena dianggap sebagai pembawa virus dan meresahkan masyarakat, blokade mobil ambulance pengantar jenazah COVID-19 hingga penolakan pemakaman di sejumlah daerah di Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Aksi itu dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap COVID-19. Mereka sadar, virus corona ini tidak bisa dianggap remeh dan sangat mematikan.

Kampanye jaga jarak juga diterapkan di mana-mana. Namun, upaya menjaga jarak ini dianggap sudah kelewat batas. Jaga jarak bukan berarti kita bebas mengusir orang atau menolak pemakaman jenazahnya.

Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Indonesia Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Edwil S Djamaoeddin menegaskan,  tidak ada satupun dari kita yang menginginkan sakit, tidak ada satupun dari kita yang ingin dikucilkan, menjaga jarak dengan siapa saja di saat seperti ini itu wajar, tapi kalau sampai mengusir seseorang hanya karena orang tersebut bekerja di rumah sakit atau berasal dari zona merah itu sudah keterlaluan.

”ODP dan PDP adalah korban, mereka sakit itu bukan pilihan mereka. Sudah seharusnya kita sebagai manusia yang memiliki rasa kemanusiaan saling support, bantu mereka dengan mengisolasikan diri di rumah, dengan mensupport kebutuhan mereka,” kata Edwil.

Sama halnya dengan jenazah, ketika seorang pasien COVID-19 meninggal, rumah sakit tentunya sudah memiliki protokol dalam menanganinya. Selain dikafani, jenazah juga dibungkus secara khusus sehingga ketika dimakamkan di manapun tidak akan menjadi masalah.

Hal ini diperkuat oleh Kepala Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya, Dr. Edi Suyanto SpF SH MH. Menurut dia, secara ilmiah ilmu kedokteran, ketika korban meninggal maka virus yang terdapat di jenazah kemungkinan menularnya sudah tidak ada, apalagi virus corona.

Virus corona harus hidup pada inangnya, apabila inangnya sudah mati maka virusnya juga ikut mati.

”Sejatinya, jika ada stigmatisasi korban yang menjadi ODP maupun orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 dengan menjauhi, mengucilkan dan mengusirnya, maka yang rugi adalah kita semua. Mengapa? Karena semua orang tahu bila mereka terkonfirmasi positif COVID-19 maka mereka akan dijauhi, dikucilkan bahkan diusir,” papar Edwil.

Edwil melihat, hal inilah yang menyebabkan setiap orang yang merasakan gejala corona akan enggan untuk memeriksakan diri karena takut akan diperlakukan seperti itu. Apabila hal tersebut sampai terjadi, maka akan semakin sulit untuk mendeteksi penyebaran virusnya.

”Ingat semboyan lama ’jauhi penyakitnya, bukan orangnya’ yang dulu sering terdengar untuk menyemangati penderita AIDS yang kerap mendapatkan diskriminasi dari masyarakat atau lingkungannya, begitupula COVID-19 yang terjadi saat ini,” pesannya.

Wabah COVID-19 ini diprediksi masih panjang, beberapa guru besar ahli statistika dan matematis dari Universitas ternama di Indonesia memprediksi wabah ini masih akan berlangsung hingga akhir Juni.

Namun, prediksi tersebut bisa saja bergeser lebih cepat dan juga bisa bergeser lebih lama. Semua itu tergantung dari bagaimana masyarakat menyikapinya.

”Apa yang dunia butuhkan saat ini adalah solidaritas. Dengan solidaritas kita bisa mengalahkan virus dan membangun dunia lebih baik,” terang Edwil.

Menurutnya, pemerintah berkewajiban melakukan cipta kondisi bagi terwujudnya stabilitas nasional secara menyeluruh. Termasuk melakukan langkah antisipasi atas kemungkinan memburuknya situasi yang bisa berujung pada kerawanan sosial.

”Seperti melonjaknya angka pengangguran, kelangkaan kebutuhan pokok, serta terbatasnya sarana kesehatan, atas dampak meningkatnya jumlah korban Covid-19,” terangnya.

Meski begitu, DNIKS mendukung penuh setiap langkah dan kebijakan pemerintah dalam menangani dan menanggulangi penyebaran wabah corona.

“DNIKS juga memberikan apresiasi kepada semua pihak, baik pemerintah maupun swasta termasuk organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, para profesional maupun sukarelawan yang telah turut serta dengan sungguh-sungguh dalam melakukan penanggulangan penyebaran Covid-19,” ujarnya.

DNIKS juga meminta agar pemerintah memastikan ketersedian dan stabilitas harga kebutuhan pokok, kemampuan daya beli masyarakat, layanan medis, dengan melakukan relokasi anggaran terhadap sektor-sektor prioritas.

“Tapi ini bukan hanya dibutuhkan peran dari pemerintah saja, namun peran masyarakat sendiri sebagai warga negara juga sangat di butuhkan, kebijakan pemerintah tidak akan berjalan dengan baik apabila warga negaranya tidak melaksanakannya dengan baik,” kata Edwil.

Seperti diketahui, DNIKS merupakan organisasi nonpemerintah, bersifat terbuka, independen, serta mandiri yang saat ini dipimpin Ketua Umum DNIKS Tantyo AP Sudharmono.

Ada 34 organisasi sosial (orsos) tingkat nasional seperti Kowani, PPDI, dll, serta 25 ribu Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) di bawah naungan DNIKS yang tersebar di seluruh Indonesia. (wh)

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *