TABIR CORONA

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Fauzul Iman

Rektor UIN SMH Banten

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

 

Entah kapan virus corona ini meninggalkan bumi Indonesia. Sudah dua bulan kurang lebih corona tinggal belum bisa siapapun memprediksi dengan tepat kepergiannya dari negeri yang kita cintai. Para ahli hingga kini pun belum memuaskan daya penelaahannya di hati umat. Negara maju yang dipenuhi para ahli saja masih bercokol pada perdebatan dan saling tuduh di pusaran kegelapan dan kenisbian siapa yang sengaja menaburkan virus jahat ini. Sementara korban virus masih tetap berjatuhan di negara yang konon paling tersohor itu.

Sungguh ironis dunia yang kini sudah dipenuhi ahli teknologi berkeping- keping, kenisbian itu masih tetap saja menggelayuti kebimbangan dan derita kekalutan umat. Tabir apa yang kelak dibuka besar-besaran oleh virus corona?. Kini pun sebenarnya kelimbungan, kegugupan, kegamangan, ketertutupan, ketidakpekaan dan kesembronoan hampir telah dipertontonkan bukan oleh nagara-negara besar saja, di negeri kita sendiri telah terdengung dan bergemericik percikan-percikan dari kesemuanya itu.

Tabir artinya sekat. Dinding penghalang. Tabir penghalang menghentikan gerak harisma. Menutup pikiran dan membungkam kejernihan emosi. Seorang menteri yang dulu berjejer harisma dengan komentar-komentar optimisme. Kini ia terdiam dan diserahkan ke jubirnya. Organisai profesi dokter yang sejatinya kredibel ditolak rekomendasinya.

Menteri primer penumpu kesejahteraan rakyat berbangga dengan utang dunia bertenor 50 tahun. Ketidakpekaan mentri dikritik soal tenaga kerja asing dan soal pembebasan ratusan narapidana. Menteri Gubernur dan Bupati terpampang melintang silang sengkarutnya dalam mengatasi virus corona. Presiden yang katanya tulus membangun infra struktur, Kota Baru di Palangkarya dan percepatan pembahasan Perppu Omnibus Law justru disasar kritik sebagai presiden yang tuna empati.

Petinggi ulama dan beberapa menteri dan tokoh politisi terbuka tabir kesilafannya saat meremehkan bakal munculnya serangan virus di Indonesia. Konon berita yang paling menggelikan sang mentri ( moga segera Tuhan mempercepat memulihkan kesehatannya) yang terkesan bercanda-canda dengan bahaya datangnya virus itu sekarang masih istirahat. Tugas jabatan menteri Ad Interimnya dipegang Luhut Binsar Panjaitan.

Beberapa Ulama Desa menggeliat tabir emosinya. Mereka tidak ingin mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Virus corona bagi mereka bukan sesuatu yang harus ditakuti secara berlebihan. Virus, menurut mereka, diutus Tuhan untuk menghukum para penguasa otoriter dan para pengusaha kapitalisme yang memonopoli dan menindas para pengusaha lemah. Hujah dan pikiran simpel para ulama dan ustadz desa itu. lalu mereka berketetapan untuk salat berjamaah di masjid sebagai rumah Tuhan yang akan melindungi dan menyelamtkan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan. Apalagi sekadar virus kecil pasti akan ditumpas habis/ dilululantahkan oleh Tuhan.

Para ustadz desa itu juga mempertanyakan dengan penuh keheranan mengapa umat Islam di larang salat di masjid yang sudah jelas niat sucinya menjunjung moral keluhuran bangsa. Tapi narapidana yang sudah jelas moral jahatnya dibebaskan. Para pelacur, penggemar disko, para pemabuk tetap dibiarkan berkerumun di tengah sorak keramaian menggunakan tempat hiburan yang konon milik pengusaha elit.

Tabir corona telah membuka pandemik kekisruhan di dunia maupun dalam negeri. Amerika, Inggris , Israil dan Korea menggugat 6, 5 triliun dolar ke China yang dipandang tertutup memberikan informasi penyebaran virus corona. China pun tak bergeming dan menuntut balik gugatan negara tersebut. Di dalam negeri para tokoh mulai bicara lantang dan berani meggugat Perpu Omnibus Law ke Mahkamah Konstitusi. Salah seorang staf khusus presiden yang diduga ada permainan KKN dalam memenangkan lelang dengan nilai proyek fantastik dibuka tabirnya di tengah publik tanpa tedeng aling-aling.

Ribuan korban virus corona di dunia mempertontonkan jati diri dan sosok ragam karakter kemanusiaan. Strata manusia mana yang empati, yang bijak, yang cerdas , yang kuper, yang kikir dan yang pemarah kelihatan mendramasitir secara alamiah di halaman publik. Pejabat mana dan siapa yang peduli, kreatif, yang korup, pemarah, teduh dan tahan keritik Pengusaha mana dan siapa yang kontributif dan yang terdiam tak berbuat apa- apa. Ulama dan cendekiawan mana yang kontributif, kritis dan yang abu-abu. Semua tabir kekisruhan, keterbebanan dan ketetekanan kemanusiaan terungkap di balantika tragedi virus corona.

Tabir yang terbuka itu digambarkan oleh kitab suci, “pada hari ditampakkan segala rahasia, maka manusia tidak lagi mempunyai sesuatu kekuatan dan tidak ( pula) ada penolong (Q.S 86 : 9-10). Ayat ini menggambarkan kelak di hari kemudian perbuatan terkutuk / jahat umat manusia akan dikorek dan dibuka total prilakunya oleh pengadilan akhirat. Tak satu pun manusia bisa berkelit dan menolong kesengsaraannya. Hari ini pelajaran hukuman paling berat ini telah terjadi di tengah balada virus corona.

Pelajaran besar ini menjadi catatan dan renungan penyadaran bagi dunia dan bangsa kita hari ini di dalam menapaki sejarah badai virus yang tak terelakkan. Sejarah virus ini sesungguhnya tidak muncul di abad ini saja. Sebelum masehi virus telah muncul dan menyerang siapa saja sehingga ribuan korban berjatuhan. Sekarang yang paling tepat menghadapi badai pandemic virus corona terberat saat ini yang menginfeksi siapa saja, semua komponenen harus memulai menunjukkan kesolidannya.

Tunjukkan tragedi virus bukan persoalan yang harus diatasi olah negara saja. Semua komponen baik pejabat, aparat, pengusaha, ilmuwan, para tokoh masyarakat dan seluruh rakyat bersatu membantu baik dengan materi maupun tenaganya demi mencegah menyebarnya virus corona yang makin masif.

Di hari- hari bencana virus corona paling berat yang dirasakan bukan hanya oleh bangsa Indonesia, melainkkan dirasakan juga oleh dunia, sudah waktunya semua bangsa menanggalkan baju kepentingakan politik, agama dan golongan. Segala tendensi yang menjurus ke arah kekisruhan dan konflik.

Sempitnya rasa kerarifan. Tumpulnya rasa empati dan ketidakpekaan dari dan oleh siapapun hendaknya harus sudah disingkirkan dari kepribadian bangsa Indonesia. Perjuangan kekisruhan, menurut cendekiawan Israil, Yuval Noah Hariri, seperti dikemukakan dalam bukunya Sepiens : A Brief History of Humankind, terjadi dalam kemanusiaan itu sendiri.

Pada akhirnya semua tergantung pada tabir ketangguhan keperibadian kemanusiaan bangsa Indonesia. Apakah dalam situasi terberat ini selururuh permukaan tabir kekuatan dan tabir kelemahan kita akan terungkap dengan kekalahan yang memalukan. Ataukah tabir virus corona sendiri yang menutup rapat kekalahaannya sehingga virus corona yang akan tampil menjadi pemenang telak. Nauzubillah !.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *