Analisis Berita: Umat Dibawa ke Mana?

Ilustrasi. (Merdeka)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Abdurrahman Lubis*

Semua orang merasa berhak untuk bicara dan ambil keputusan. Medsos dan mainstream, dijadikan andalan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Cuma ada yang tidak atau belum dapat “diraba”, dari mana pusat pengendalian opini, sehingga panik dan euforia, ini, demikian mencekam dan menakutkan. Terutama di era Corona…

Dalam kaidah jurnalistik, Pers dapat menjadi the fourth estate (pilah keempat) setelah eksekutif, yudikatif, legislatif.

Sehingga Pers dapat menggunakan power-nya, untuk mengembalikan opini kepada yang ideal, yang semestinya.

Terlebih fungsi Pers sebagai social control dan hiburan, tak terjebak untuk “pengarahan opini” apalagi “penguasaan opini” yang merugikan sepihak, menguntungkan lain pihak.

Apa pun alasannya, Pers harus tetap berprinsip “biar miskin asal sombong”.

Maksudnya, walau tak dapat “angpau”, Pers tetap tidak mau “menjual diri” untuk sebuah kecurangan opini.

Itulah idealisme Pers.

Dalam konteks ini kita masih melihat, Pers ternyata “terbelah dua”, yang “tergadai” dan yang “masih idealis”.

Apa yang harus kita lakukan? Ya… paling-paling mengelus dada sembari ingat pernyataan Mochtar Loebis dalam buku, “Manusia Indonesia”. Sifat “politik belah bambu”, pejabat, (mengangkat ke atas dan menginjak ke bawah). Mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, meski berakibat derita rakyat.

“Koteka di Wamena dilarang, tapi striptease di Mangga Besar diizinkan,” kata Mochtar Loebis.

Saya dan teman-teman wartawan Istana pernah bersama Ibu Nani Sudarsono, waktu itu Menteri Sosial, kunjungan dan operasi koteka di Wamena. Setiap orang dikasi bajhu dan celana masing-masing tiga pasang.

Baju itu dipakai sampai lusuh.

Setelah itu mereka telanjang lagi, pakai koteka lagi.

Ternyata belakangan ada protes dari organisasi turis dunia, tak akan mengirim turis lagi ke Papua.

Kenapa? Usut punya usut, ternyata sebab koteka dihapuskan.

Akhirnya, hingga kini koteka masih eksis di Papua.

Sikap ambivalen, mendua alias munafik, inilah yang membuat rusak suatu negara atau pun kerajaan.

Apabila Pers sudah ikut tergadai, maka idealisme tinggal di atas kertas.

Sebuah negara atau kerajaan akan hancur jika pejuang idealismenya siluman pecundang.

Umat Jadi Korban:

Dari dulu, kalau wajah Pers “mendua”, maka umat pasti “terbelah”.

مَّا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (4)

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”. (QS : al Ahzab 4).

Dua hati dalam satu rongga, itu tak boleh terjadi. Dua cinta satu hati apa lagi. Hanya kepada Allah saja cintanya. Jadi sudah “kodrat hati”, tidak boleh dua cinta. Pers yang masih punya idealisme atau Pers idealis, pun tak boleh membagi cintanya, apalagi untuk setumpuk angpau. Baik dari narasumber maupun dari taipan.

Na’udzubillahi midzaalik…

Umat ini mau dibawa ke mana ?

Ampun yaa Allah…

 *Pemerhati Keislaman.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *