Pemimpin yang Buruk

Ilustrasi. (net)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh:  M Rizal Fadillah*

Dalam Islam kepemimpinan itu penting. Ibadah salat berjamaah harus ada pemimpin yang disebut Imam. Komandonya harus diikuti oleh pengikut (makmum) sepanjang sesuai aturan yang dalam hal ini adalah syariat. Mendahului gerak imam kelak celaka di akherat. Berubah bentuk menjadi keledai “Shurotahu shurota himaar” (HR Bukhori -Muslim). Suatu larangan berat. Pemimpin itu harus ditaati.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jika imam salah, maka makmum harus menegur dengan santun “Subhanallah” hanya Allah yang suci, engkau imam ada salah. Bila imam bandel, sudah batal tak mau “mundur” maka imam harus diganti. Demi keselamatan semua jemaah. Yang di belakang imam harus berani maju menggantikan posisi imam. Bahasa politiknya “coup d’etat“.

Bila bepergian bertiga, salah seorang harus diangkat menjadi “imam safar” begitu hadits riwayat Abu Dawud mengingatkan. Bepergian saja harus ada pemimpin apalagi dalam kehidupan keseharian dan pergaulan sosial. Islam sangat peduli pada aspek kepemimpinan ini. Pemimpin harus amanah dalam menjaga kebaikan dan kemashlahatan umat. Hal ini menyangkut pertanggungjawaban kehidupan di dunia maupun akherat.

Ada pemimpin yang dikualifikasikan buruk menurut agama. Mereka antara lain yang disebut penipu. Gemar menipu yang dipimpinnnya, menipu rakyatnya. Sabda Nabi :

Ayyuma roo’in ghosysya ro’iyatahu fahuwa fin naar” (Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka) HR. Ahmad.

Kepentingan diri dan kelompok sering membuat pemimpin sengaja atau terpaksa untuk menipu rakyatnya.

Begitu juga pemimpin buruk adalah yang biasa berdusta pada orang yang dipimpinnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya mendukung atau melindungi keburukan dan dustanya. Maka jika Muslim, mereka tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW.

“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka dan menyatakan kebohongan mereka dan mendukung kezaliman mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Mereka tidak bisa mendatangi telagaku” (HR Ahmad dan An Nasa’i).

Memang Rasulullah SAW sangat khawatir pada orientasi kekuasaan para pemimpin yang melupakan agama. Mereka dinilai sebagai pemimpin yang bodoh atau dungu. Di antara enam kekhawatiran Nabi yang pertama dan utama adalah kedunguan pemimpin dan pemerintahan.

Akhofu alaikum sittan, imarotas sufaha…”(aku khawatir atasmu enam perkara, yaitu kepemimpinan/pemerintahan kaum dungu…) HR. Ahmad danThabrani.

Pemimpin yang gemar menipu atau berbohong atau pula bodoh dan dungu mereka adalah pemimpin yang buruk. Karena tak pernah berorientasi atau peduli pada nasib yang dipimpin atau rakyatnya. Zalim dan tak adil.

Terhadap keadaan seperti ini pengikut atau rakyat tak boleh berdiam diri tetapi harus berbuat dengan diawali mengingatkan atau menegurnya.

Afdholul jihadi kalimatu adlin ‘inda sulthoonin jaa-irin aw amiirin jaa-iriin” (sebaik-baiknya jihad adalah seruan keadilan pada penguasa yang zalim atau pemerintahan yang zalim) HR Abu Dawud,Tirmidzi, Ibnu Majjah, dan Ahmad.

Sebagaimana dalam salat berjemaah apabila imam salah, maka makmum mesti menegurnya. Pemimpin yang salah, zalim, penipu, pendusta harus pula ditegur dengan kalimah kebenaran dan keadilan. Jika sudah ditegur pemimpin itu masih saja “ndableg”, bandel atau ngotot, maka imam harus diganti.

Makmum harus ada yang maju untuk menggantikan. Bila perlu dengan paksa. Sebagai upaya penyelamatan jemaah sekaligus wujud dari tanggung jawab kepada Allah SWT.

 

*Pemerhati Keagamaan

(Bandung, 4 Mei 2020)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *