Islam di Spanyol setelah Terusir Tragis

Ilustrasi kejayaan Islam di Spanyol (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



HAJINEWS.ID- Islam pernah berjaya di Spanyol kemudian kalah dan terusir. Tapi jejaknya masih ada hingga kini. Satu hal paling menarik dalam kajian Islam di Andalusia (Spanyol) adalah tentang jumlah umat Islamnya saat ini. Jika dibandingkan dengan Islam di Indonesia, maka jumlahnya jauh lebih sedikit.

Padahal dalam sejarah, Islam masuk ke Andalusia lebih dahulu dari pada ke Indonesia. Maka, tidak salah jika ada kalimat dari salah satu ulama Timur Tengah yang berbunyi “faqodna an Andalusia, Wajadna Indonesia”.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kalimat tersebut muncul sebagai reaksi terhadap jumlah umat Islam di Andalusia yang menyusut dan sebaliknya, kuantitas umat Islam Indonesia semakin banyak. Fakta sejarah tersebut tidak bisa tidak adalah disebabkan oleh metode dakwah Islam yang dilakukan oleh para pelaku sejarah saat itu.

Jasa para wali dalam pengembangan Islam tak perlu dibahas panjang dalam tulisan ini. Titik berat dalam bahasan ini ialah Islam di Andalusia jika dibandingkan dengan konteks Eropa hari ini. Sebagian penduduknya sedang gencar memprotes keberadaaan Islam.

Agama yang disebarkan dengan pedang, akan diusir dengan pedang. Barangkali kalimat itu memang tepat dijadikan gambaran atas fakta yang terjadi sejak Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.

Sebelumnya, umat Islam telah menguasai beberapa wilayah di Afrika Utara. Selanjutnya dari Afrika Utara, umat Islam melakukan perluasan kekuasaan ke wilayah Spanyol.

Terdapat tiga panglima yang berjasa dalam penaklukkan wilayah Spanyol. Pertama, Tharif bin Malik sebagai perintis dan penyelidik. Dia berhasil memasuki wilayah Spanyol dengan membawa satu pasukan. Kedatangannya tidak mendapat perlawanan yang berarti sebab pada saat yang sama terjadi di wilayah Spanyol sedang terjadi kemelut dalam tubuh kerajaan Visigothic, kerajaan yang berkuasa saat itu.

Atas dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, pada tahun 711 M Musa bin Nushair mengirim pasukan yang lebih banyak. Sedikitnya 7000 orang datang menyerbu Spanyol dibawa pimpinan Thariq bin Ziyad.

Dari ketiga tokoh di atas, Thariq bin Ziyad lebih dikenal sebagai penakluk Spanyol karena jumlah pasukan dan keberhasilannya. Sebagian pasukan yang dibawa olehnya terdiri atas orang-orang dari suku Barbar.

Salah satu peninggalan sejarah yang sampai saat ini masih dikenal oleh banyak orang adalah keberadaan Gibraltar (Jabal Tahariq), sebuah bukit tempat pertama kali Thariq menyiapkan pasukannya. Dari sinilah dia mulai menguasai wilayah Spanyol lainnya.

Thariq mampu mengalahkan Raja Roderick di sebuah wilayah bernama Bakkah. Kemudian pasukannnya mampu menguasai kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota kerajaan).

Musa bin Nushair menyusul Thariq dengan membawa pasukan sendiri. Ia berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida. Mereka akhirnya bertemu dengan Thariq di Toledo. Koalisi pasukan tersebut mampu menguasai wilayah yang lebih luas dari Saragosa hingga Navarre.

Gelombang perluasan wilayah dilanjukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdil Aziz pada 99/717 M. Perluasan wilayah berhasil hingga mencapai sebagian kota di Prancis.

Umat Islam saat itu bisa mudah menaklukkan Spanyol disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan oleh pemimpin dan pasukan Islam adalah orang-orang yang memilik semangat dan rasa percaya diri tinggi.

Di samping itu mereka juga memiliki toleransi agama yang tinggi terhadap penganut ajaran agama lain sehingga ada banyak warga Spanyol yang menyambut kehadiran Islam dengan ramah.

Faktor eksternal disebabkan oleh kondisi Spanyol saat itu sedang terpuruk dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Selain itu terjadi konflik internal yang disebabkan oleh penguasa Ghotic yang tidak dapat toleran terhadap penganut ajaran agama minoritas.

Pada periode 711-755 Spanyol berada di bawah kuasa gubernur yang disebut wali. Pemerintahan tersebut masih berada di bawah kuasa dinasti Umayah di Damaskus. Pada saat ini stabilitas politik masih sempurna karena masih ada banyak gangguan dari dalam dan luar. Dari dalam disebabkan oleh rebutan kekuasaan karena faktor etnis. Gangguan dari luar disebabkan oleh serangan dari penduduk Spanyol yang tak mau tunduk terhadap penguasa muslim.

Pada periode 755-912, Spanyol di bawah pimpinan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) akan tetapi tidak berada di bawah kuasa khalifah Abbasiyah. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang bergelar Ad-Dakhil. Dia adalah keturuan bani umayah yang lolos dari serangan kejaran pasukan Abbas.

Pada masa ini terjadi perkembangan di bidang politik sampai pada peradaban agung. Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan masjid di Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar.

Hukum ditegakkan oleh Amir Hisyam dan dalam bidang militer dikembangan oleh Hakam. Pada masa Abdurrahman al-Awshat pemikiran filsafat berkembangan pesat. Dia mengundang banyak ilmuwan untuk melakukan kegiatan ilmiah.

Pada periode 912-1013 M, Abdurrahman An Nashir salah seorang penguasa Spanyol mendirikan Universitas Cordova sehingga Spanyol mengalami kejayaan. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.

Pada periode 1013-1086, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara-negara kecil yang berpusat di kota seperti Seville, Cordova Toledo dan sebagainya. Terjadi banyak pertikaian sehingga dimanfaatkan oleh raja-raja Kristen untuk melakukan penyerangan.

Pada periode 1086-1248 M umat Islam mulai tak berdaya oleh serangan-serangan dari kerajaan Kristen.

Pada tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248. Pada masa ini lahir banyak ilmuwan seperti Ibnu Rusyd. Ia mengembangkan pemikiran filsafat Aristoteles. Sayangnya justru pemikiran tersebut diwarisi oleh orang Kristen Barat untuk menolak kuasa gereja yang membelenggu kebebasan berpikir.

Banyak pemuda Kristen yang belajar dari ilmuwan muslim di perguruan tinggi seperti Universita Cordova, Seville, Malaga, Granada dan daerah lain. Selama belajar mereka aktif menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Eropa dalam banyak bidang baik kedokteran Ibnu Sina, Filsafat politik al-Farabi dan Astronomi Ibrahim bin Yahya, Kimia Abbad bin Farnas, Geografi bin Jubair. Setelah mereka berhasil mendapat ilmu, mereka akhirnya pulang dan mendirikan perguruan tinggi seperti Universitas Paris pada tahun 1231 yang merupakan universitas pertama.

Pada periode 1248-1492 M, wilayah kekuasaan Islam hanya tinggal di daerah Grananda, di bawah dinasti Ahmar. Ilmu pengetahuan kembali dikembangkan walaupun secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Dua penguasa Kristen, Ferdinan dan Isabella mampu mengusir umat Islam di Spanyol hingga mereka lari ke Afrika Utara.

Isabella dan Ferdinand yang berhasil menyatukan dua kerajaan besar dengan perkawinan melakukan pengusiran tersebut dengan alasan sebagai pemabalasan atas umat Islam yang menghancurkan kuasa moyangnya.

Walaupun pada akhirnya terusir secara kejam, akan tetapi Islam telah berjasa terhadap Spanyol dan Eropa. Pada akhirnya pada abad 14 mereka berhasil menguasai lagi ilmu pengetahuan dari ilmuwan Yunani yang pernah terkubur lama. Peristiwa kebangkitan kebudayaan Yunani di Italia (Renaissance), gerakan reformasi pada abad ke-16 M, Rasionalisme pada abad ke-17 M dan pencerahan (aufklarung) pada abad 18 M.

Wajar jika sampai saat ini peradaban Barat jauh lebih maju dari kebanyakan negara Islam. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya semangat dalam menguasai bidang-bidang keilmuan seperti sains, musik, sastra yang saat ini dianggap sebagai ilmu umum. Padahal sebagaimana yang dibuktikan sejarah, semua ilmu dikaji oleh ilmuwan muslim tanpa dikotomi ilmu umum maupun ilmu agama.

Republika pernah menulis beberapa dekade berikutnya tentang pasang surut Islam di Spanyol. Pada 1942, terjadi gelombang pengusiran umat Islam di negara yang beribukotakan Madrid itu.

Beberapa Muslim yang masih menetap di Spanyol pada masa itu mengaku beragama Katolik agar tidak diusir.

Namun, mereka tetap mempraktikkan ajaran Islam. Kecenderungan ini memudar dari waktu ke waktu dan kehadiran Muslim di negara penganut sistem monarki konstitusional itu menghilang sampai 1960-an.

Awalnya, banyak orang Maroko memasuki industri pariwisata di pantai Mediterania. Mereka sering berusaha untuk masuk ke Prancis.

Profil dari Maroko ini mulai bergeser dan mereka mulai datang dari daerah Maroko, Spanyol utara, dan menetap di Catalonia.

Dilansir dari euro-islam.info, karena berbatasan dengan Spanyol, tepatnya di perbatasan utara, gelombang imigran terbesar datang dari Maroko. Banyak imigran mulai menetap di Spanyol hingga akhir 1970-an dan diperkirakan ada 100 ribu orang Maroko di Barcelona.

Sejak 1980-an, pertumbuhan populasi Muslim terjadi karena reunifikasi keluarga. Estimasi saat ini menempatkan penduduk Muslim Spanyol berjumlah 500 ribu, terutama Maroko.

Selain bangsa Maroko, juga terdapat warga Suriah, Lebanon, Yordania, dan Irak yang datang sebagai mahasiswa dan pengusaha. Pada 1977, angka ini semakin bertambah karena mencakup pengungsi Palestina dan pada 1979 pengungsi Iran.

Kendati demikian, kelompok penting dari umat Islam di negara ini terdiri bukan dari migran, melainkan warga Spanyol asli yang memutuskan memeluk Islam. Pada 1970-an telah terjadi peningkatan tajam terkait jumlah orang Spanyol yang memeluk Islam.

Hal ini terjadi karena kebutuhan untuk memulihkan identitas autentik Spanyol pada masa pemerintahan Muslim.

Hasilnya, pada pertengahan 1990-an, jumlah mualaf mengisi setengah dari populasi Muslim Spanyol. Perkiraan saat ini jumlah mualaf di Spanyol sekitar enam ribu orang.

Wallahu a’lam.

(fur)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *