Tegas, MUI Tolak Herd Immunity Atas Nama Lain!

Foto: Ist
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA , hajinews.id – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengunjungi mal di Bekasi menggaungkan new normal secara tidak langsung  di era pandemi Covid-19.

Muhyiddin menegaskan, seharusnya kebijakan tersebut melalui kajian komprehensif melibatkan semua pihak di negeri ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Kita masih sangat khawatir dengan peningkatan kurva masyarakat yang terpapar Covid-19. MUI tak sejalan dan menolak penerapan herd immunity hanya dengan alasan penyelamatan ekonomi tanpa adanya penerapan PSBB secara sungguh-sungguh dan di bawah satu komando yang jelas dan tegas,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/5).

Muhyiddin menambahkan, para pakar menegaskan penerapan herd immunity di Indonesia tanpa dibarengi stimulus ekonomi kerakyatan yang adil justru akan menimbulkan risiko besar bagi rakyat. Dampaknya masyarakat menjadi kelinci percobaan. Mereka yang tak punya imunitas tubuh yang kuat pasti akan jadi korban.

“Karena itu, MUI menolak kebijakan herd immunity atas nama lain karena penyelamatan jiwa harus lebih diutamakan daripada penyelamatan ekonomi saja. Pemerintah harus menjelaskan kepada publik tentang kebijakan tersebut agar tidak menimbulkan kekacauan di masyarakat,” katanya.

Muhyiddin berpendapat, dibukanya pusat perbelanjaan merupakan upaya penyelamatan ekonomi. “Tetapi kebijakan tersebut dinilai oleh banyak pakar masih berbau kontroversial dan immature. Ada kesan Indonesia meniru langkah beberapa negara yang sudah menerapkan relaksasi seperti Malaysia, India dan beberapa negara lain di Asia dan Eropa,” ucapnya.

Apalagi, lanjut Muhyiddin, publik sudah sangat paham, para pemilik mal dan pusat perbelanjaan modern di seluruh negeri adalah mereka yang punya kedekatan secara politik dengan pusat kekuasaan. Jadi menurutnya, sangat logis jika relaksasi tersebut terkesan bahwa pemerintah mendapatkan pressure untuk melakukan relaksasi.

“Sementara, angka kurva masih tinggi dan kebijakan baru pemerintah belum diumumkan secara resmi. New normal seharusnya dijadikan sebagai upaya penyelamatan bangsa dan negara, bukan sekadar penerapan pola hidup empat sehat lima sempurna, tetapi pola hidup yang religius, adil, bebas dari korupsi, kemaksiatan, kezaliman, kebohongan dan penerapan prinsip kesamarataan di depan hukum,” tutur dia.

Jika hal itu diterapkan, tambah Muhyiddin, maka harus disertai dengan pertimbangan dibukanya kembali masjid, musala, majelis taklim dan rumah ibadah lainnya. Ini sangat penting agar kebijakan relaksasi tersebut mendapat dukungan masyarakat luas dengan tetap mengikuti protokol kesehatan nasional.

MUI meminta agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang sama tentang rumah ibadah secepat mungkin agar umat tenang beribadah.

Muhyiddin juga meminta agar pemerintah yang saat ini sudah punya amunisi kuat dari DPR tidak bersikap jumawa dan otoriter dalam menerapkan kebijakan publik.

“Begitu juga DPR harus mengoptimalkan fungsinya sebagai wakil rakyat, bukan wakil partai politik saja. Saat mereka jadi anggota DPR, maka mereka jadi wakil rakyat Indonesia,” tandasnya. (wh)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *