Bank Pemerintah Menanggung Restrukturisasi Kredit Rp 809 Triliun

(Foto/net)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Dampak pandemi Covid-19 membuat empat bank pemerintah harus memikul beban paling berat terkait restrukturisasi kredit. Bank-bank pelat merah ini ditaksir akan memikul 60% lebih potensi restrukturisasi.

Berdasarkan catatan OJK hingga 28 Mei 2020, potensi restrukturisasi kredit bakal mencapai Rp 1.338,27 triliun yang berasal dari 15,32 juta debitur. Sementara nilai yang bakal dipikul bank pemerintah Rp 809,24 triliun atau setara 60,46% nilai potensi. Adapun jumlah potensi jumlah debiturnya mencapai 11,83 setara 77,24%.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Finance & Treasury PT bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Nixon LP Napitupulu menegaskan bahwa pandemi yang sulit prediksi kapan dapat teratasi jadi biang keladi.

“Sampai April kami sudah merestrukturisasi 80.000 debitur, kalau dilihat dari total 4 juta debitur kami memang masih cukup rendah angkanya. Namun ke depan angkanya memang akan bertambah, kami proyeksi mungkin sampai 20% portofolio kredit,” ujar Nixon seperti dikutip dari Kontan, Selasa (2/5/2020).

Nixon mengatakan meskipun potensi restrukturisasi bakal meningkat, perseroan punya mitigasi risiko yang solid, termasuk tidak sembarang menyetujui permohonan dari debitur agar proses restrukturisasi tepat sasaran.

Kemudian di sisi lain, bank dengan bisnis utama di sektor kredit perumahan ini juga sudah membentuk pencadangan yang solid dengan rasio mencapai 105,7% pada Maret 2020. Selama lima tahun terakhir rasio pencadangan BTN paling tinggi 50%.

Menurut Nixon dengan mitigasi yang solid restrukturisasi kredit akibat wabah virus Corona itu akan tetap mengganggu pendapatan perseroan. Apalagi bisnis properti yang tengah berantakan saat ini. “Dari aspek NPL memang tak akan berpengaruh karena ada kebijakan restrukturisasi dari OJK, tapi pendapatan, marjin bunga bersih akan tetap menurun,” jelas dia.

Disebutkan, hingga April 2020, kredit perseroan baru tumbuh 2,52% (yoy) menjadi Rp 227,63 triliun. Nixon bilang segmen kredit perumahan (KPR) subsidi jadi penopang utama dengan pertumbuhan 8,5%. Sedangkan KPR non subsidi dan kredit konstruksi pertumbuhannya menuju negatif.

Dari empat bank pelat merah tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) diprediksi bakal mendominasi nilai maupun jumlah debur restrukturisasi terimbas pandemi. Dari paparan Direktur Utama BRI Sunarso beberapa waktu lalu, perseroan menaksir, nilai restrukturisasi akan mencapai Rp 337,76 triliun yang akan berasal dari 9,64 juta debitur.

Nilai tersebut akan berasal dari segmen UMKM Rp 336,15 triliun dari 9,63 juta debitur. Sedangkan sisanya akan berasal dari segmen konsumer senilai Rp 1,60 triliun dari 7.314 debitur. Sementara hingga April 2020, realisasi restrukturisasi telah mencapai Rp 101,23 triliun dari 1,41 juta debitur.

Hingga Maret 2020, kredit perseroan juga masih tumbuh mumpuni sebesar 10,1% (yoy) menjadi Rp 930,72 triliun. “Sampai akhir tahun untuk restrukturisasi kredit terimbas Covid-19 perkiraannya mencapai 20% dari portofolio kredit. Ini jadi salah satu upaya kami membantu nasabah menghadapi masa sulit,” kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo seperti dilansir dari Kontan.

Menurut Haru melalui restrukturisasi perseroan bakal menekan rasio kredit macet di bawah 3% hingga akhir tahun kelak. Maklum, rasio pencadangan yang telah dibentuk perseroan juga cukup tinggi, per Maret 2020 mencapai 223,6%.

Tak cuma bank pelat merah, bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga memprediksi akan ada kenaikan potensi restrukturisasi, bahkan dalam beberapa bulan ke depan.

“Nilai restrukturisasi berpotensi bakal meningkat dalam dua hingga tiga bulan ke depan dengan jumlah debitur total menjadi 250.000 hingga 300.000. Ini utamanya akan berasal dari debitur kredit kendaraan bermotor,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja dalam paparan virtual pekan lalu.

Adapun hingga pertengahan Mei 2020, perseroan telah menerima permintaan restrukturisasi kredit mulai dari Rp 65 triliun hingga Rp 82,6 triliun yang berasal dari sekitar 71.907 debitur.

Adapun perinciannya berasal dari debitur segmen bisnis Rp 61,8 triliun, dan debitur segmen konsumer Rp 20,8 triliun. Total nilai tersebut setara 13,5% total kredit BCA yang pada Maret 2020 mencapai Rp 612,16 triliun.

Kembali merujuk data OJK, bank umum swasta nasional (BUSN) seperti BCA punya potensi restrukturisasi senilai Rp 239,40 triliun dari 2,46 juta debitur. Porsi potensi tersebut tak jauh berbeda dengan bank-bank asing senilai Rp 233,21 triliun dari 845.212 debitur.

Sementara porsi potensi dari bank pembangunan daerah (BPD) tergolong minim dengan nilai Rp 43,81 triliun dari 167.023 debitur. Kemudian dari kantor cabang bank asing (KCBA) senilai Rp 12,62 triliun dari 4.354 debitur.

Sebelumnya, OJK mengungkapkan hingga 18 Mei 2020 sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp458,8 triliun.

“Sementara untuk perusahaan pembiayaan hingga posisi 26 Mei 2020, dari 183 perusahaan pembiayaan sudah melakukan restrukturisasi sebanyak 2,1 juta kontrak dengan jumlah outstanding Rp66,78 triliun,” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (29/5/2020).

Data tersebut merupakan perkembangan terbaru dari kebijakan restrukturisasi kredit untuk perbankan dan restrukturisasi pinjaman di perusahaan pembiayaan yang merupakan implementasi kebijakan yang diterbitkan OJK. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *