Ulama Dipenjara Itu Biasa,  Lihatlah Kisah Imam Hambali

Ilustrasi Imam Hambali (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Di Indonesia banyak ulama dipenjara karena teguh pendirian, salah satunya Hamka. Belakangan ini juga banyak usaha memfitnah dan mengkriminalkan ulama karena kepentingannya terganggu. Dalam sejarah keulamaan masa lalu pun demikian. Salah satunya adalah Imam Hambali, salah satu dari 4 imam mazhab yang sangat masyhur selain Syafii, Hanafi dan Maliki.

Imam Hambali  memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Namun, ia lebih dikenal yang dengan nama Imam Hambali. Beliau lahir di Kota Baghdad, Irak, pada Rabiul Awal 164 Hijriah/780 Masehi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mengutip dari Sindonews, Jumat (29/5/2020), Imam Hambali berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya pimpinan militer di Khurasan yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium.

Saat itu Imam Hambali masih anak-anak. Kakeknya, Hanbal bin Hilal adalah gubernur di Persia pada masa Dinasti Umayyah.

Saat anak-anak di Persia, ibunya yang mengajarkan tentang Alquran dan hadis. Begitu pindah ke Baghdad, Imam Hambali mendapat pendidikan formal yang pertama.

Saat itu Kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam kebudayaan serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari, ahli hadis, para sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya.

Umur 19 tahun, Imam Hambali meninggalkan kotanya untuk mencari guru ke Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Yaman, dan Syam. Berguru kepada ahli hadis dan meneliti kesahihan sanadnya. Masa ini masih diperintah Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Guru-guru yang didatangi seperti Imam Syafii yang diikutinya hingga tinggal di Baghdad. Keduanya juga bertemu di Makkah saat musim haji. Lalu Syeikh Abu Yusuf, murid Abu Hanifah. Syeikh Abdur Razzaq, penyusun kitab hadis.

Suatu ketika, seseorang menegurnya, “Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam. Mengapa masih menuntut ilmu? Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?”

Imam Hambali menjawab, “Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.”

Di samping itu, ia juga menaruh perhatian besar kepada hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Dikarenakan perhatiannya yang besar, banyak ulama seperti Ibnu Nadim, Ibnu Abd al Bar, at-Tabari, dan Ibnu Qutaibah menggolongkan Imam Hambali dalam golongan ahli hadis dan bukan golongan mujtahid.

Imam Syafii juga memuji kecerdasan Imam Hambali yang menguasai ilmu fikih, hadis, dan zuhud. Gurunya itu mengusulkan ke Khalifah Harun Ar-Rasyid agar mengangkat Imam Hambali menjadi qadi di Yaman. Tapi, Imam Hambali menolak dengan alasan ingin berguru kepada Imam Syafii.

Setelah itu pada 195 Hijriah, Imam Syafii mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah al Amin, tetapi lagi-lagi Imam Hambali menolaknya.

Imam Hambali dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang menjadi sahabatnya, adalah saksi kezuhudan sang pemelihara hadis ini.

“Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak sholat malam dan witir hingga subuh tiba,” katanya.

Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, “Aku pernah datang kepada Imam Hambali. Lalu aku diberinya uang sebanyak 4 dirham sambil berkata, ”Ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu’.”

Suatu hari, Imam Syafii masuk menemuinya dan berkata, “Engkau lebih tahu tentang hadis dan perawi-perawinya. Jika ada hadis sahih (yang engkau tahu), beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang sahih.”

Imam Syafii juga berkata, “Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara, lebih fakih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”

Abdul Wahhab al Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang seperti Ahmad bin Hambal.”

Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?”

Al-Warraq menjawab, “Dia seorang yang jika ditanya tentang 60 ribu masalah, dia akan menjawabnya dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, ‘Telah disampaikan hadis kepada kami’.”

Sementara itu, Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak pernah melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang yang lebih besar daripada kepada Ahmad bin Hambal. Dia mendudukkan Imam Hambali di sisinya jika menyampaikan hadis kepada kami. Dia sangat menghormati Beliau, tidak mau berkelakar dengannya.”

Padahal, seperti diketahui bahwa Yazid bin Harun adalah salah seorang guru Beliau.

Ketika Imam Syafii wafat, Imam Hambali baru membuka halakah pengajian mengajarkan Alquran dan hadis kepada murid-muridnya. Di antara muridnya itu ada Al Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud.

Melawan Muktazilah

Ketika zaman itu pemikiran Muktazilah yang rasional, ra’yu, yang didasari dari ilmu filsafat Yunani berkembang dominan memengaruhi tafsir Alquran dan kaidah fikih. Debat keagamaan pun berkembang makin ramai antargolongan yang berbeda aliran pemikiran di Baghdad dan kota lain yang banyak ulamanya.

Pemikiran ini juga dianut pemerintah mulai masa Khalifah al Makmun, Al Mu’tashim, dan Al Watsiq setelah zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid. Salah satu pemikiran yang jadi perdebatan adalah khalqiyatul Quran atau pandangan Alquran adalah makhluk.

Menurut pandangan ini, Allah itu bersifat absolut yang berbeda dengan sesuatu apa pun. Allah memiliki sifat kalam tetapi bicara, suara, dan bahasa Allah beda dengan manusia atau sesuatu apa pun. Alquran adalah kalam Allah yang telah diungkapkan dan dibahasakan menurut lisan Arab bukan bahasa Allah. Karena itu Alquran itu makhluk bukan kalam Allah itu sendiri.

Konsekuensi dengan pandangan ini maka Alquran itu bersifat relatif yang dipengaruhi oleh pemahaman Nabi Muhammad saat menerima kalam Allah kemudian menerjemahkan dalam bahasa Arab sesuai tradisi dan pengetahuan di mana Nabi hidup. Dengan demikian menurut kelompok ini Alquran tidak qadim, abadi, seperti Allah. Namun bisa berubah atau musnah seperti sifat makhluk.

Sementara paham ahlul hadis meyakini Alquran itu kalam Allah sendiri yang diturunkan dalam bahasa yang dipahami manusia. Seperti dikisahkan dalam Alquran, Allah berbicara kepada Nabi Musa (An-Nisa: 164, Al-A’raf: 143) atau bicara kepada Nabi Ibrahim (Ash-Shafat: 104-105)

Menurut pandangan ini, Alquran itu bersifat qadim, abadi, karena kalam Allah mengikuti sifat Allah yang mutlak. Tidak berubah, selalu terjaga oleh Allah, mengandung sepenuhnya maksud Allah, dan berlaku sepanjang zaman.

Dipenjara dan Disiksa

Sekira tahun 833 Masehi perdebatan itu mencapai puncaknya ketika pemerintah masa Khalifah al Mu’tashim campur tangan dalam perdebatan ini. Ini berkat kedekatan ulama Muktazilah ke istana dan menjadi pembisik khalifah. Pemerintah memaksakan satu tafsir pandangan kepada semua rakyat dan ulama bahwa Alquran itu makhluk.

Rakyat yang berbeda pandangan dituduh menghina, berpaham sesat, dan memberontak kepada penguasa terkena hukuman penjara dan siksaan sampai mati. Maka para ulama dikumpulkan mengikuti seleksi ideologi. Dipaksa mengakui bahwa Alquran adalah makhluk. Ulama yang mencari selamat langsung saja menurut, berubah haluan.

Ketika Imam Ahmad bin Hanbal dipanggil, dia menentang paham khalqiyatul Quran. Tak pelak dia mendapat hukuman cambuk dan penjara. Ketika penguasa beralih ke Khalifah al Watsiq, Imam Hambali disingkirkan dari ibu kota Baghdad.

Penguasa berganti turun kepada Khalifah al Mutawakkil yang menghapuskan paksaan doktrin khalqiyah Quran. Penderitaan Imam Hambali berakhir. Dia dibebaskan. Khalifah menghormati prinsipnya yang memegang teguh pendapat meskipun dipenjara.

Tentang Imam Hambali, Imam Syafi’i berujar, “Ia murid paling cendekia yang pernah saya jumpai selama di Baghdad. Sikapnya menghadapi sidang pengadilan dan menanggung cobaan akibat tekanan khalifah Abbasiyah karena menolak doktrin resmi Muktazilah merupakan saksi hidup watak agung dan kegigihan yang mengabdikannya sebagai tokoh besar sepanjang masa.”

Imam Hambali mengumpulkan hadis dalam kitab Musnad Ahmad berisi 40 ribu hadis yang telah diseleksinya. Hadis ini dikumpulkan dari para perawi dari Kota Kufah, Basrah, dan Negeri Hijaz.

Kitab lainnya seperti Al-Ilal, Al-Tafsir, An-Nasikh wa al-Mansukh, Az-Zuhd, Al-Masa`il, Fadho`il as-Shahabah. Argumentasi debatnya juga dibukukan dalam kitab Ar-Radd ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah).

Di akhir hayatnya Imam Hambal menderita sakit. Sepuluh hari kemudian wafat, tepatnya pada tanggal 22 Rabiul Awal Tahun 241Hijriah/855 Masehi dalam usia 75 tahun. Wallahu a’lam (dbs/fur).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *