JAKARTA, hajinews.id – Rencana Rocky Gerung dan Zainal Arifin Mochtar menggugat kembali ketentuan Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK) ditanggapi mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Menurut Rizal, threshold atau ambang batas itu selama ini dijadikan alat untuk memaksa calon kepala daerah hingga calon presiden membayar upeti ke partai politik.
Ekonom senior yang pernah menjabat beberapa posisi menteri ini dalam akun Twitternya menegaskan bahwa hal tersebut merupakan nasis dari demokrasi kriminal. “Threshold itu ‘sekrup pemerasan’, alat untuk memaksa calon-calon Bupati (Rp10-50M), Gubernur (Rp50-200M) dan Presiden (Rp1-1,5 Trilliun) membayar upeti kepada partai-partai. Inilah basis dari demokrasi kriminal,” cuit @RamliRizal pada Sabtu (6/6/2020).
Rizal Ramli dalam unggahannya di akun Twitter menautkan berita tentang rencana pengamat politik Rocky Gerung dan pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar menggugat ke MK. Dalam artikel itu disebutkan yang melatari gugatan mereka ke MK.
Hal mendasar yakni adanya presidential treshold yang dinilai membatasi ruang-ruang demokrasi, dalam hal ini syarat pencalonan presiden. “Kita akan uji materi lagi ke MK,” kata Zainal Arifin Mochtar ketika mengisi diskusi bertajuk “Ambang Batas Pilpres dan Ancaman Demokrasi”, Jumat (5/6), sebagaimana diberitakan rmolbanten.
Adapun cuitan Rizal Ramli tersebut mendapat respons sangat banyak dari warganet dengan di-Retweet lebih dari ratusan kali dan disukai ribuan netizen hanya dalam waktu beberapa jam. (rah)