New Normal Menurut Hukum Islam, Begini Penjelasan UAS

UAS
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ustaz Abdul Somad menjabarkan pengertian the new normal yang kini mulai diterapkan di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia.

Ustaz yang akrab disapa dengan sebutan UAS itu mengatakan, secara terminologi, new normal berarti sebuah kenormalan yang baru, dimana kondisi yang terjadi seolah normal namun sebenarnya berisi sesuatu yang baru dari kenormalan itu sendiri.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kenormalan yang baru. Artinya, jika sebelumnya kita bersalaman, tatap muka, sekarang, normal nggak normal. karena kita tetap bisa bertatap muka tapi melalui layar. Jadi bisa dikatakan normal, tapi ada sesuatu yang baru,” jelas ustaz asal Riau itu.

Menurut dai yang baru saja meraih gelar PhD nya di Sudan ini, cara menyikapi era new normal adalah dengan berkaca pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat dalam menyikapi sesuatu yang baru. Dalam uraiannya, UAS menceritakan proses berkembangnya tradisi muadzin dalam mengumandangkan adzan dari zaman ke zaman.

“Kita bisa berkaca pada zaman Rasulullah SAW, contohnya ketika masa Rasulullah SAW, Bilal Bin Rabbah selalu mengumandangkan adzan di atas atap rumah dan ini terus berlanjut sampai zaman Abu Bakar, muadzin selalu adzan dari atas atap,” terang UAS.

“Lalu pada zaman Umar Ibnu Khattab, kebiasaan itu diubah, di mana tempat muadzin mengumandangkan adzan tidak lagi di atas atab melainkan di atas menara atau mercusuar, dengan harapan suara yang muadzin dapat terdengar lebih luas,” sambungnya.

Dia juga menegaskan bahwa Islam tidak pernah melarang sesuatu yang baru, termasuk apa yang diaplikasikan dalam kepemimpinan Umar Ibnu Khattab. Sebaliknya, inovasi ini justru membuat panggilan salat yang dikumandangkan para muadzin lebih jelas dan luas terdengar.

“Islam tidak melarang sesuatu yang baru, karena tidak ada ayat Alquran yang melarang untuk mengumandangkan azan di tempat paling tinggi atau menara. justru ada poin positif di sana,” tambahnya.

Pembaruan budaya ini juga terus berlanjut hingga zaman modern, kata UAS. Di mana muadzin tidak perlu lagi mengumandangkan adzan di atas menara, karena telah ditemukannya alat pengeras suara yang semakin memudahkan manusia.

Dari ceritanya, UAS menyimpulkan bahwa umat Muslim telah mengalami dua kali pembaruan dalam budaya pengumandangkan adzan, dan Islam tidak mempermasalahkannya.

“Dalam hukum ushul fiqih, diterangkan bahwa segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Maka dari contoh itu, mengajarkan bahwa Islam tidak melarang adanya pembaharuan sistem, dan membolehkan kita mengaplikasikan sesuatu yang baru,” jelasnya.

Pengajian ini digelar Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Labu, Jakarta menggelar pengajian virual yang dipimpin langsung Ketua PRM Pondok Labu, M Din Syamsuddin, Minggu (14/6).

Silaturahim daring yang berlangsung selama satu setengah jam ini, disiarkan di beberapa platform, seperti zoom, TVMU, TV digital, TV berlangganan, dan siaran langsung di channel Youtube dan Facebook resmi TvMu.

“Pengajian virtual ini akan berlangsung sekali setiap dua pekan, dan kali ini akan membahas topik, the new normal. Tentu kita akan melihat dari sudut pandang Islam khususnya Alquran dan hadis dan bagaimana seyogyanya umat Muslim mengisi era the new normal ini,” ujar Din Syamsuddin saat membuka pengajian virtual, Minggu (14/6).

“PRM Pondok Labu sengaja menghadirkan Ustaz Abdul Somad, sebagai ulama dan dai kondang, yang akan menjelaskan kepada kita mengenai makna the new normal dalam sudut pandang Islam, dan bagaimana cara menyikapinya,” sambung Din kepada partisipan dan pemirsa pengajian virtual yang mencapai hampir ribuan orang dari seluruh Indonesia. (wh/rol)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar